Kawan sekerja saya yang juga seorang penyiar radio mengatakan kalau masjid itu tempatnya orang-orang yang sudah berumur. Pernyataan itu kontan membuat saya bertanya-tanya, apa memang begitu? Kawan saya lantas menimpal saja, "Lho buktinya kalau ada pengajian rutin di masjid, yang datang kebanyakan orang-orang tua. Juga kalau pas salat jemaah, barisan paling banyak ya orang-orang tua. Sementara yang muda bisa dihitung dengan jari."
Sampai di situ pembicaraan kami terhenti. Bukan karena buntu. Akan tetapi, pembahasan masalah itu sengaja kami jeda. Tujuannya, untuk bisa dibawa dan dijadikan sebagai bahan siaran bersama para tokoh Nahdlatul Ulama yang baru-baru ini dilantik sebagai pengurus Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTM NU) Kota Pekalongan. Kami penasaran, apa kira-kira respons para tokoh yang akan hadir di studio nanti.
Singkat cerita, siaran pun dimulai. Tiga tokoh yang mewakili LTM NU Kota Pekalongan hadir sebagai narasumber. Di antaranya Ustaz Fatkhur Rohman, K.H. Mahfudh Sidiq, dan Ustaz Abdul Ghofur. Penampilan ketiga tokoh ini begitu rapi. Terlebih dalam balutan busana ala santri. Kami yang waktu itu bertugas sebagai host program siaran Obrolan Seputar Agama Islam pun merasa agak canggung pada awalnya. Selain karena penampilan kami yang kurang maksimal, juga karena kharisma ketiga tokoh yang hadir malam itu.
Ya, dari pancaran wajah ketiga tokoh ini tampak betul bahwa beliau-beliau merupakan tokoh kharismatik yang dihormati oleh masyarakat. Khususnya, di kalangan warga Nahdliyin. Kami juga menaruh rasa hormat kepada mereka.
Obrolan dimulai. Diawali dengan perkenalan dan sapaan kepada para pendengar. Lalu, mulai mengalir ke arah topik yang dibahas. Yaitu, tentang upaya membangun sebuah paradigma baru tentang masjid. Tepatnya, menjadikan masjid pelopor moderasi.
Topik ini tak jauh dengan apa yang sebelumnya telah dicetuskan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia dan dikukuhkan sebagai program Kemenag sejak tahun 2022. Saya sempat browsing sebelum memasuki ruang siaran. Mencari tahu apa itu masjid pelopor moderasi.
Ada tiga poin besar dalam pelaksanaan program tersebut. Pertama, membangun profesionalitas dalam pengelolaan masjid oleh semua ekosistem masjid. Kedua, menyebarluaskan cara pandang Islam yang ramah, toleran, dan moderat guna mewujudkan kenyamanan dan kerukunan. Ketiga, memberdayakan dan memakmurkan masjid dan otomatis memberdayakan segenap jemaahnya.
Sudah tentu, selama satu jam, obrolan kami tidak lepas dari tiga hal yang ingin dicapai dalam menjalankan misi menjadikan masjid pelopor moderasi. Diawali dengan konsep moderasi yang akan diterapkan hingga teknis pelaksanaannya.
Ustaz Fatkhur Rohman yang didhapuk sebagai Sekretaris LTM NU Kota Pekalongan mula-mula menjelaskan, bahwa moderasi yang dimaksud adalah memperluas cakupan fungsi masjid. Dengan kata lain, masjid tidak semata-mata sebagai tempat ibadah ritual dan kegiatan keagamaan seperti pengajian rutin dan peringatan hari besar Islam. Akan tetapi, juga berkaitan dengan fungsi sosial masjid.
"LTM NU sendiri pada prinsipnya hanya memiliki satu tugasnya. Yaitu, memakmurkan masjid. Tapi, di sini bukan kita memakmurkan dalam arti fisik. Bangunan kita megahkan. Kita bangun dengan desain atau dengan arsitektur yang mewah. Itu bukan. Apa gunanya masjid yang sedemikian hebat, sedemikian megah, tetapi isinya kosong. Kita juga mencoba mengisi masjid itu, memakmurkan masjid, dengan mengisi kegiatan-kegiatan keagamaan yang sesuai dengan akidah ahlus sunah wal jamaah," ungkap Ustaz Fatkhur.
Salah satu yang telah dilakukan LTM NU Kota Pekalongan adalah melakukan pelatihan atau workshop bagi takmir-takmir masjid yang ada di Kota Pekalongan. Agar, pengelolaan masjid dapat dijalankan secara lebiih profesional. Selain itu, juga diselenggarakan pengajian keliling yang dilaksanakan secara rutin tiap selapanan. Melalui pengajian rutin (Jumat Manisan) itu, seperti diungkap Ustaz Fatkhur, diharapkan dapat menyebarluaskan pemahaman Islam yang moderat, toleran, dan ramah. Lebih-lebih, dalam kegiatan rutin tersebut turut diundang pula para Kiai, Habaib, dan Pemerintah Kota Pekalongan. Sehingga, diharapkan dapat terjalin sinergitas lintas sektoral.
Dalam kegiatan tersebut tidak menutup kemungkinan pula disediakan sesi dialog lintas sektoral. Pembahasannya bisa saja menyangkut ihwal pembangunan yang dijalankan pemerintah untuk masyarakat. Dengan begitu, kegiatan pengajian manisan ini dapat dijadikan sebagai sarana penyebaran informasi mengenai perkembangan pembangunan yang dilangsungkan.
Dengan cara itu, Ustaz Fatkhur berharap, fungsi dan manfaat masjid dapat lebih diluaskan lagi cakupannya. Pengelolaan dan pelayanan masjid dapat dijalankan secara lebih baik lagi. Khususnya, dalam memberikan akses kepada warga yang berkebutuhan khusus.
"Dengan dijadikannya masjid sebagai pelopor moderasi akan membuat pihak-pihak yang mewakafkan lahan mereka untuk masjid tidak percuma begitu saja. Akan tetapi, dapat dirasakan betul manfaatnya bagi seluruh masyarakat sekitar," ujar Ustaz Fatkhur Roham.
Menurut Ustaz Fatkhur, selama ini masjid hanya ramai pada waktu-waktu tertentu. Khususnya, pada saat salat Magrib, Isya, salat jenazah, dan salat Jumat. Selain itu, jumlah saf pada masjid bisa dihitung dengan lima jari. Untuk alasan itu, melalui program masjid pelopor moderasi ini diharapkan seluruh waktu salat dapat diikuti oleh jemaah yang lebih banyak lagi jumlahnya. Bila perlu sampai penuh.
Ketika hal itu terpenuhi, kontrol terhadap pemanfaatan masjid oleh masyarakat dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Sebab, sebagaimana diakui Ustaz Fatkhur, tidak jarang terjadi pemanfaatan masjid oleh oknum dilakukan dengan cara yang tidak tepat. Masjid, oleh oknum-oknum ini dimanfaatkan sebagai tempat untuk melakukan tindakan asusila hingga pelanggaran hukum.
"Kalau sandal hilang itu dulu ya. Sekarang, bisa saja ditemukan kasus pencurian sepeda motor yang justru terjadi di area masjid. Bahkan, HP hilang juga tidak sekali dua kali terjadi. Nah, ini yang membuat kami tergerak agar sistem pengelolaan dan pelayanan masjid diperbaiki. Terlebih, modus-modus pelanggaran hukum saat ini bisa dilakukan dengan cara-cara yang lebih canggih," ungkap Ustaz Fatkhur.
Dalam upaya mewujudkan misi tersebut, Ustaz Fatkhur mengungkapkan, pihaknya akan memberikan pengarahan dan pendampingan pengelola masjid agar dapat menjadikan masjid sebagai sarana penyelenggaraan kegiatan-kegiatan sosial. Misalnya, kegiatan donor darah yang ditempatkan di area masjid atau kegiatan-kegiatan lain yang tentunya tidak bertentangan dengan akidah ahlus sunah wal jemaah.
Saat ini, LTM NU Kota Pekalongan masih terus mematangkan gagasan tersebut. Dan, dalam waktu dekat akan segera disosialisasikan konsep pembangunan masjid pelopor moderasi. Diharapkan, pelaksanaan program tersebut akan menarik animo masyarakat yang lebih besar. Terutama, dari kalangan anak muda.
Seperti diakui Ustaz Fatkhur, sekalipun di hampir seluruh masjid di Kota Pekalongan telah didirikan organisasi remaja masjid, perannya belum optimal. Makanya, ia tidak menampik pemeo jika masjid itu seakan-akan tempatnya para orang yang sudah cukup umur. Dan bagi pihaknya, hal itu merupakan tantangan yang mesti dijawab.
"Lewat program masjid pelopor moderasi ini pula, kami berikhtiar untuk menjawab itu. Tentu, ada berbagai cara yang bisa kita lakukan, sepanjang itu tidak melanggar akidah aswaja," tandas Ustaz Fatkhur.
Lalu, apa saja upaya yang bakal dilakukan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI