Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ilmu Batik Itu Ilmu Rasa

27 September 2021   04:55 Diperbarui: 30 September 2021   02:52 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mas Dudung dan karya batiknya (sumber foto: dok. Dudung Alisyahbana)

Ilmu pengetahuan mereka tidak sampai pada wilayah rasa. Makanya kering dan tak berasa. Sepah. Jadi, kita, bangsa Nusantara ini sebenarnya bangsa unggul. Makanya, kita kerap direcoki, karena kita unggul!" tegas Mas Dudung.

Nada suara Mas Dudung yang tampak kesal terhadap pengalaman buruknya dengan orang-orang Eropa dan Amerika ini seperti hendak mengatakan pada semua yang hadir, bahwa ada semacam kesalahan sistem yang kadung diamini. 

Seolah-olah segala yang dari Barat itu baik dan unggul. Semua yang dari sana seolah-olah harus diikuti, dituruti maunya, bahkan disembah-sembah.

"Orang Barat, dengan pengetahuannya hanya melihat apa yang dapat dilihat. Tetapi, tak mampu menembus dimensi rasa. Materi! Itulah kuncinya. 

Dan materi itulah yang kini menjadi perbincangan dimana-mana. Padahal, materi itu yang menjadikan esensi menghilang. 

Lalu, apa gunanya ilmu pengetahuan jika tak mampu memberi penjelasan dan kepastian tentang esensi? Di sinilah peran Jawa. Peran Nusantara! Mengungkap rasa, memaknai kehidupan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan," lanjut Mas Dudung.

Oalah! Zaman sudah berubah. Matahari tidak lagi terbit dari ufuk timur. Redup cahaya timur, redup pula api sejarah bangsa-bangsa Timur. Putaran bumi telah dibalikkan oleh pengetahuan yang entah datangnya darimana.

 Lalu, kita dipaksa jungkir balik. Kepala di bawah, kaki di atas. Barangkali, ini pula yang menjadi kode tersembunyi dari tapa ngalong Jaka Bahu. Bahwa pada masanya nanti, dunia harus dipandang dengan cara terbalik agar kita tak katut, tidak ikut terjungkir balik. 

Agar kita tak mengedepankan nafsu birahi kekuasaan dan menurunkan derajat akal dan rasa. Jangan sampai pula kedudukan pusar lebih tinggi dari hati dan akal. Pusar tak boleh merendahkan akal dan nurani. 

Tetapi, pesan itu tampaknya tak mampu kita baca sejak berabad-abad lamanya. Mengapa? Karena sulit rasanya mencapai pada tahap kesanggupan.

Ya! Kesanggupan adalah optimisme! Kesanggupan adalah spirit yang yakin dan percaya diri. Mau menegak dan meneguh pada prinsip yang jelas. Bukan sekadar melakukan, melainkan menjadikan setiap tindakan itu bermakna dan mampu memberi makna pada kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun