Mohon tunggu...
Ria Nurtiasih
Ria Nurtiasih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswi program studi Agribisnis di Universitas Diponegoro

Selanjutnya

Tutup

Healthy

[Opini Gizi] Membahas Lebih Dalam Kejadian Obesitas di Usia Remaja

8 Januari 2024   20:35 Diperbarui: 8 Januari 2024   21:01 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kasus obesitas di Indonesia saat ini mengalami kenaikan jumlah, terutama pada remaja sekolah menengah atas (SMA) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab. Perkembangan zaman yang semakin pesat memberikan kenaikan jumlah kasus kegemukan dan obesitas yang menimpa para remaja di mana hal ini menjadi masalah yang sangat serius. Obesitas adalah situasi ketika seseorang mengalami peningkatan berat badan akibat penumpukan lemak yang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk konsumsi berlebihan zat gizi makro, frekuensi tinggi mengonsumsi makanan cepat saji, tingkat aktivitas fisik yang rendah, pola makan yang tidak seimbang, dan riwayat obesitas dalam keluarga. Obesitas terjadi ketika banyaknya energi yang masuk ke tubuh melebihi jumlah energi tersebut digunakan. Salah satu sumber energi utama dalam tubuh adalah karbohidrat, yang merupakan komponen pokok bagi kesehatan. Walaupun menjadi sumber energi utama, konsumsi karbohidrat dan protein yang berlebihan mampu meningkatkan risiko terjadinya obesitas di kalangan remaja.

Selain konsumsi energi yang berlebihan, obesitas juga dapat terjadi disebabkan oleh faktor genetik. Menurut Misnadiarly dalam Telisa et al. (2020) bahwa beberapa ilmuwan mengidentifikasi anak-anak obesitas biasanya terdapat pada keluarga yang memiliki orang tua yang juga obesitas. Lebih lanjut dijelaskan bawah jika salah satu dari kedua orang tua mengalami obesitas, maka 40-50% dari anak-anaknya berisiko mengalami obesitas. Sementara itu, apabila kedua orang tua mengalami obesitas, risiko obesitas pada anak-anaknya mencapai 80%.

Obesitas terjadi ketika jumlah kalori yang dikonsumsi melampaui kebutuhan metabolisme tubuh yang kemudian digunakan sebagai modal untuk tumbuh dan berkembang serta kegiatan fisik. Kelebihan berat badan yang terjadi di usia dini dapat meningkatkan risiko obesitas pada masa dewasa. Pada akhirnya, dampak jangka panjangnya dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas di usia senja. Menurut Rossouw dijelaskan bahwa obesitas di usia remaja dapat menaikkan risiko penyakit lainnya seperti tekanan darah tinggi, lemak tinggi, peningkatan kadar darah, dan diabetes. Sehingga dapat dilihat bahwa obesitas dapat meningkatkan risiko timbulnya penyakit lainnya (Telisa et al., 2020).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Telisa et al. (2020) dengan judul Faktor Risiko Terjadinya Obesitas pada Remaja SMA dengan tujuan bisa mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya obesitas pada remaja. Adapun variabel yang diteliti seperti jenis makanan yang dikonsumsi, aktivitas badan, banyak sedikitnya uang saku, dan pengetahuan gizi. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan alat tertentu. Evaluasi pengetahuan dilakukan melalui wawancara, terdiri dari pemahaman siswa tentang obesitas dan kesehatan secara keseluruhan. Penilaian didasarkan pada kemampuan siswa untuk berpikir tentang obesitas serta pengetahuan mereka mengenai jenis-jenis bahan makanan yang baik. Selanjutnya, dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan orang tua siswa dirumah yang kemudian dikategorikan dalam beberapa kategori, diantaranya gemuk dengan IMT ≥30 dan normal dengan IMT <30.

Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa siswa cenderung mengonsumsi sumber protein seperti daging misalnya pada jajanan sempol ayam. Selain itu, konsumsi berlebihan pada jajanan dengan kandungan penyedap rasa seperti cilor,cimol dan cilok. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh bagi tubuh karena konsumsi protein yang lebih tinggi daripada yang diperlukan oleh jaringannya. Akibatnya, kelebihan protein tersebut akan tersimpan di dalam tubuh dalam bentuk lemak. Mengonsumsi makanan dengan protein tinggi seringkali mengandung lemak  yang tinggi pula di dalamnya, yang pada akhirnya dapat memicu obesitas.

Secara tidak langsung, dampak jangka panjang dari konsumsi lemak yang melebihi kebutuhan dapat meningkatkan risiko obesitas. Memang tidak dapat ditentang bahwa makanan yang mengandung tinggi lemak cenderung memiliki rasa yang lezat, namun kemampuan untuk memberikan rasa kenyangnya rendah, sehingga dapat dikonsumsi secara berlebihan. Namun, perlu diketahui bahwa tubuh juga memiliki kapasitas penyimpanan yang terbatas bagi lemak yang masuk. Apabila konsumsi tinggi pada lemak tidak imbang dengan kenaikan oksidasi lemak, maka kurang lebih 96% lemak tersimpan di dalam tubuh.

Sebanyak 19 remaja yang mengalami obesitas, mayoritas mereka lebih banyak mengonsumsi makanan yang dimasak dengan minyak atau margarin. Misalnya goreng-gorengan, ayam goreng, dan kentang goreng menjadi pilihan utama. Kandungan tinggi lemak dan gula cenderung terdapat dalam jenis jajanan ini. Dalam penelitian yang dilaksanakan oleh Dewi dan Kartini ditemukan bahwa tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan risiko mengalami obesitas. Tetapi perlu diingat jika pemahaman mengenai pemilihan makanan tetap menjadi hal penting bagi para remaja, karena dapat membantu mencegah terjadinya obesitas kelak di usia dewasa maupun senja. Prevalensi obesitas pada remaja dapat meningkat seringkali dikaitkan dengan perubahan pola makan yang cenderung mengandung tinggi lemak, mengandung kolesterol, di sisi lain mengandung rendah serat. Misalnya saja yang saat ini sedang tren yaitu makanan cepat saji dan minuman bersoda. Ketidakseimbangan asupan gizi menjadi pemicu risiko obesitas pada usia remaja (Telisa et al., 2020).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun