Mohon tunggu...
Kadek Ayu Rianti
Kadek Ayu Rianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyelami Makna Spiritual dan Nilai-Nilai Sosial Budaya yang Terkandung di dalam Perayaan Hari Suci Kuningan dan Nyepi Tahun Baru Saka 1946

12 Maret 2024   07:02 Diperbarui: 12 Maret 2024   07:12 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2024, bulan Maret menjadi salah satu bulan yang sangat spesial bagi umat Hindu sedharma. Pasalnya pada bulan ini para umat Hindu sedharma merayakan berbagai hari raya suci untuk memohon perlindungan, keselamatan, dan keharmonisan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Hari raya tersebut adalah hari raya suci Kuningan dan Nyepi Tahun Baru Saka 1946 yang dimana dua hari raya tersebut dirayakan dalam selang waktu yang berdekatan.

Hari Raya Kuningan berasal dari gabungan antara kata "uning" yang artinya ingat dan kata "kuning" yang artinya makmur. Jadi dapat disimpulkan bahwa Kuningan berarti tercapainya peningkatan spiritual dan kemakmuran melalui introspeksi diri, senantiasa ingat dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan selalu menjaga alam agar dapat hidup harmonis dan dijauhkan dari berbagai mara bahaya. Seperti namanya Kuningan, hari raya ini biasanya diperingati setiap enam bulan sekali (210 hari) tepatnya pada hari Sabtu Kliwon, Wuku Kuningan. Menurut Lontar Purana Bali Dwipa, hari raya Kuningan telah dirayakan oleh umat Hindu sejak 882 Masehi sebagai bentuk perayaan kemenangan bagi dharma (kebaikan) melawan adharma (kejahatan).

Hari raya Kuningan atau sering disebut Tumpek Kuningan juga dipercaya sebagai hari turunnya Sang Hyang yang diiringi oleh para Dewa, Pitara, dan Bhatara. Sehingga pada hari ini, para umat Hindu akan melaksanakan pemujaan kepada para Dewa, Pitara dan Bhatara dengan menghaturkan banten/sesajen. Ciri khas yang terdapat pada perayaan ini adalah nasi yang digunakan pada banten umumnya menggunakan nasi kuning yang menjadi lambang dari kemakmuran dan tanda terima kasih. Selain itu umat Hindu juga percaya bahwasannya saat hari raya Kuningan para Dewa, Pitara dan Bhatara hanya turun sampai tengah hari saja, sehinga pelaksanaan persembahyangan tidak boleh melebihi pukul 12.00. Pelaksanaan hari raya Kuningan diawali dengan kegiatan "Penampahan" yang dilaksanakan sehari sebelum Kuningan. Pada hari ini para umat Hindu akan mempersiapkan segala sarana upacara yang akan digunakan. Keesokan harinya, sarana yang telah disiapkan lalu dihaturkan sebagai bentuk sembah bhakti umat Hindu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sehari setelah hari raya Kuningan disebut dengan "Manis Kuningan" yang dimana hari tersebut bertepatan dengan pengerupukan Nyepi yang menjadi salah satu rangkaian hari raya suci Nyepi Tahun Baru Saka 1946.

Hari raya Nyepi merupakan salah satu hari suci Agama Hindu yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya takbenda. Perayaan Nyepi umumnya dilaksanakan setiap Tahun Baru Saka tepatnya pada hitungan Tilem Kesanga yang diyakini sebagai hari penyucian dewa-dewa di pusat Samudra. Nyepi berasal dari kata "sepi" yang memiliki makna sunyi atau senyap. Umumnya perayaan tahun baru selalu dirayakan dengan kemeriahan namun berbeda dengan Tahun Baru Saka yang dirayakan dengan keheningan. Para umat Hindu akan berdiam diri dirumah selama 24 jam dan melakukan introspeksi diri serta mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa guna menyucikan Bhuana Alit (manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta). Pelaksanaan hari raya Nyepi melewati berbagai serangkaian upacara seperti berikut ini.

  • Melasti

Mengawali serangkaian perayaan hari suci Nyepi, umat Hindu akan melakukan upacara Melasti dengan tujuan untuk menyucikan diri dan benda-benda yang disakralkan pada sumber mata air terdekat seperti pantai, sungai, dan laut. Upacara ini biasanya dilakukan  3-4 hari menjelang hari raya Nyepi. Pada Tahun 2024 upacara Melasti dilaksanakan serentak dengan serangkaian dengan hari raya Kuningan sehingga hal ini membuat perayaan Nyepi lebih spesial dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

  • Tawur Kesanga

Tawur Kesanga atau biasa disebut dengan Mecaru umumnya dilakukan sehari sebelum perayaan Nyepi. Seluruh tingkatakan masyarakat mulai dari keluarga hingga desa menghaturkan caru (sesaji) kepada para Bhuta Kala.

  • Pengerupukan

Setelah melaksanakan ritual Mecaru, umat Hindu akan menyebarkan nasi tawur, mengobor-obori rumah atau pekarangan, dan memukul-mukul benda untuk menciptakan kegaduhan guna mengusir Bhuta Kala dari lingkungan rumah/pekarangan. Upacara pengerupukan umumnya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh merupakan patung besar representasi dari wujud Bhuta Kala yang nantinya akan diarak keliling desa dan dibakar sebagai symbol pemusnahan kejahatan.

  • Nyepi

Saat hari Nyepi, umat Hindu akan berdiam diri dirumah mulai dari matahari terbit hingga kembali terbit keesokan harinya. Pada hari ini, umat Hindu dianjurkan melakukan Catur Brata Penyepian yang artinya empat pantangan yang wajib dipatuhi oleh umat Hindu selama melaksanakan hari raya Nyepi yaitu sebagai berikut.

  • Amati Geni, yaitu larangan bagi umat Hindu untuk menyalakan api, listrik, cahaya, dan unsur lainnya yang identik dengan sifat amarah/api.
  • Amati Lelanguan, yaitu larangan bagi umat Hindu untuk berfoya-foya atau bersenang-senang secara berlebihan saat melaksanakan hari raya Nyepi.
  • Amati Lelungan, yaitu larangan bagi umat Hindu untuk berpergian atau keluar rumah.
  • Amati Karya, yaitu larangan bagi umat Hindu untuk bekerja.
  • Ngembak Geni

Akhir dari rangkaian hari suci Nyepi disebut dengan Ngembak Geni yang dimana masyarakat Hindu sudah diperbolehkan beraktivitas kembali seperti sedia kala. Biasanya pada hari ini, umat Hindu akan melakukan Dharma Shanti yaitu mengunjungi tentangga dan sanak saudara untuk memperkuat rasa kekeluargaan.

Perayaann hari suci Kuningan dan Nyepi Tahun Baru Saka 1946 bukan hanya ritual keagamaan bagi umat Hindu saja, namun dalam pelaksanaanya mengandung berbagai nilai-nilai sosial-budaya yang bermanfaat bagi semua orang seperti berikut ini.

  • Nilai Kebersamaan dan Kekeluargaan.

Pada saat hari raya suci Kuningan umumnya umat Hindu akan berkunjung ke rumah sanak saudara, rekan, dan tetangga guna memperat tali silahturahmi. Sedangkan saat hari raya Nyepi dijadikan salah satu momen penting untuk berkumpul bersama keluarga di rumah dan saling bertukar cerita sehingga dapat memupuk rasa kekeluargaan satu sama lain. Tidak hanya umat Hindu saja, namun umat lainnya juga turut berkumpul dengan keluarganya masing-masing karena saat hari raya Nyepi merupakan hari libur nasional bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

  • Nilai Toleransi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun