Mohon tunggu...
Rian Hilmawan
Rian Hilmawan Mohon Tunggu... -

Rian lahir di Balikpapan. Menggemari diskusi tentang ekonomi, sosiologi, hukum, sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Musuhmu adalah Kemalasanmu

20 Juni 2011   15:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:20 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

USAI mengikuti perkuliahan terakhir Teori dan Kebijakan Pembangunan di Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, dosen saya yang merupakan salah satu ekonom mahsyur di Indonesia, memberikan pengalaman berharganya, tentang kehidupan. Bahwa tinggi rendahnya kualitas seseorang sangat ditentukan oleh seberapa keras proses yang dijalani untuk menggapai semua itu. Dosenku ini bernama Ahmad Erani Yustika. Dia merupakan salah satu penulis yang paling produktif di Indonesia. Tulisannya setiap minggu menghiasi koran-koran besar di Indonesia. Sebut saja: Kompas, Bisnis Indonesia, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Republika, Jawa Pos. “Hingga sekarang, minimal dalam seminggu saya menulis 4-6 artikel,” demikian urainya. Dalam usia sangat-sangat muda, yaitu 38 tahun, Erani (panggilan akrabnya) sudah mendapatkan gelar guru besar (Profesor). Erani yang menamatkan pendidikan Master dan Doktoral di Institute fuer Rurale Entwicklung – Universitaet Göttingen Jerman ini, sempat memenangkan penghargaan sebagai dosen berprestasi I Universitas Brawijaya dan pernah terpilih sebagai dosen berprestasi tingkat nasional tahun 2009 silam. Telah 500-an artikel yang ditulisnya di media massa; puluhan yang sudah diterbitkan dalam bentuk jurnal dan buku. Kini ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif INDEF, dan juga Anggota Badan Supervisi Bank Indonesia. Suatu jabatan yang prestisius dan pencapaian yang luar biasa tentunya. Poin kalimat penting yang saya bisa kutip darinya kala itu ialah: “Musuhmu adalah kemalasanmu. Karenanya lawanlah!” Malas adalah musuh kita bersama, musuh siapapun. “Orang bisa sangat berkualitas karena ia tidak mentoleransi kemalasannya. Senantiasa mendisiplinkan diri dan mengikuti proses meskipun proses itu keras sekalipun,” demikian disampaikan beliau kala itu. Saya tertegun. Sebagai manusia yang selalu mengamati fenomena sosial (karena saya juga bagian dari sosialita), saya memang melihat orang  cenderung malas berproses dan selalu ingin mendapatkan sesuatu dengan cara yang instan. Mencapai tanpa perlu bersusah payah melalui prosesnya. Kalaupun ia melalui proses itu ia tidak menekuninya dengan passion (gairah) dan cenderung berperilaku curang. Misalnya: kuliah tanpa gairah. Semata untuk mendapatkan gelar. Sehingga proses yang dilalui “tidak memantaskan” dia akan gelar itu. Bahkan ada teman yang pernah bertanya kepada saya: "Kenapa sih harus ada syarat TOEFL yang tinggi untuk kuliah di luar negeri?" Bagi saya pertanyaan seperti ini konyol. Ini adalah ciri orang yang tidak paham arti dari proses belajar. Yang memprihatinkan, sekarang banyak sekali orang-orang yang bercita-cita jadi orang kaya, tetapi dengan cara pintas. Tanpa mau sabar dan usaha yang gigih. Tanpa mau bekerja keras. Ujung-ujungnya: mengambil harta yang bukan haknya alias "korupsi". Yah, semoga tulisan singkat ini bermanfaat. Karena terkadang pengalaman orang itu sering menjadi “petunjuk lurus” bagi kita semua. Termasuk dari pengalaman teman-teman di Kompasiana ini. Salam. :)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun