Mohon tunggu...
Rian Hilmawan
Rian Hilmawan Mohon Tunggu... -

Rian lahir di Balikpapan. Menggemari diskusi tentang ekonomi, sosiologi, hukum, sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selamat Jalan “Economist From Berkeley”: Widjojo Nitisastro

9 Maret 2012   08:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:19 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13312805621887490832

Hampir semua orang tahu siapa Widjojo Nitisastro, dan sekarang dia telah meninggalkan kita semua.

Widjojo Nitisastro, adalah ekonom  dan juga seorang dosen. Ketika pembangunan ekonomi Indonesia berada di jalur pertengahan, antara pusaran Orde Lama dan Orde Baru, di sanalah Widjojo berada. Ia baru pulang dari Amerika Serikat, tahun 1961, setelah merampungkan studi  Ph.D di University of California at Berkeley AS, atas beasiswa Ford Foundation. Disertasinya berjudul: Migration, Population Growth, and Economic Development: A Study of The Economic Consequences of Alternative Patterns of Inter Island Migration.

Ketika itu, perekonomian Indonesia di bawah Soekarno condong ke sosialisme/komunisme. Soekarno adalah presiden yang keras dan antipati terhadap barat. Terutama para ekonom lulusan AS, seperti Widjojo, tak sekalipun pernah mendapat tempat. Sosialisme/komunisme gaya Soekarno (yang kerap dikenal Demokrasi Terpimpin) telah membuat ekonomi, pada tahun 1965, kian kacau. Rakyat kelaparan, di tengah harga-harga barang yang meningkat tajam 7 kali lipat dari tahun sebelumnya. Ahli ekonomi Indonesia dari Australian National University (ANU), Hall Hill mengatakannya: “Indonesiain1965was a 'basket case', itseconomicproblems at least as serious as those of today's least developed countries in Africa and Asia.”

Di sela-sela kekacauan itu, Widjojo yang muda dan intelektual, menyampaikan pidato pengukuhan guru besarnya di Universitas Indonesia berjudul: “Analisis Ekonomi dan Perencanaan Pembangunan”. Seakan menantang lemahnya sistem ekonomi sosialisme/komunisme, Ia bicara lantang bahwa bangsa ini harus mengubah paradigma kebijakan ekonomi sebagai cara menyelamatkan perekonomian dan kehidupan rakyat. Kebijakan itu dengan membiarkan mekanisme pasar dan intervensi pemerintah berjalan harmonis, di mana mekanisme pasar jangan terlampau bebas,  sementara tidak membiarkan pemerintah terlalu berkuasa. Di sini, tampak jelas bahwa Widjojo adalah seorang penganut aliran Keynesian.

Saran Widjojo sama sekali tidak didengar. Posisinya kala itu, secara politis, amatlah sulit mempengaruhi ideologi “penguasa” yang sangat anti terhadap barat.

Transisi Orde Baru dan Eksistensi Mafia Berkeley

Kabinet Orde Lama yang rapuh, kemelut politik dan ekonomi, serta korupsi aparat negara, membuat rakyat tidak menaruh kepercayaan lagi. Dipicu oleh Gerakan 30 September (G30S), yang masih misteri itu, Jenderal Soeharto mengambil alih kekuasaan dan membangun pemerintahannya dengan nama Era Orde Baru.

Soeharto memberi ruang dan kepercayaan kepada para ekonom Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), seperti Sumitro Djojohadikusumo, Emil Salim, Mohammad Sadli, untuk memformulasi model seperti apa yang paling tepat untuk membangun keterpurukan bangsa ini. Di sinilah gagasan dan pemikiran Widjojo memberi pengaruh besar terhadap masa depan bangsa.  Soeharto yang memang pro-barat, kagum dengan pemikiran cemerlang mereka. Salah satu model perencanaan pembangunan seperti Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang diterapkan pada tahun 1969 – 1989 adalah hasil pemikiran Widjojo. Ia kemudian diangkat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional periode 1971-1973 dan Menko Ekuin sekaligus merangkap sebagai Ketua Bappenas pada periode 1973-1978 dan 1978-1983.

Perekonomian Indonesia melalui ide-ide Repelita kian menampakkan hasil cerah. Ekonomi kian membaik dan stabil. Di kemudian hari, tepatnya tahun 1970, ia dan beberapa ekonom lulusan University of California at Berkeley lainnya dianggap sebagai agen Mafia Berkeley yang dibentuk oleh CIA untuk menanamkan paham ekonomi liberalisme di Indonesia.

RIP Widjojo

Di luar dari semua itu, Widjojo adalah ekonom yang kontroversial. Jika kita membaca pidato pengukuhan guru besarnya, yang dia sampaikan pada 10 Agustus 1963, maka dia adalah seorang ekonom pemberani yang saat itu lantang menentang arus di tengah kuatnya infiltrasi hegemoni Uni Soviet, China, dan ideologi sosialisme/komunisme.

Saya akan berikan kutipan pernyataan dan kritik tersiratnya tentang sosialisme/komunisme pada pidato berjudul “Analisa Ekonomi dan Perentjanaan Pembangunan” (Anda dapat unduh di http://www.fe.ui.ac.id/images/widjojo%20nitisastro.pdf)

Oleh karena yang melaksanakan rencana-rencana tersebut adalah manusia (dan bukan robot) maka salah satu persoalan penting dalam perencanaan ialah bagaimana caranya agar supaya manusia-manusia pelaksana rencana pembangunan tersebut melaksanakan rencana itu sedemikian rupa sehingga tujuan-tujuan rencana dapat tercapai. Jawaban atas pertanyaan ini tergantung dari gambaran kita mengenai daya-daya penggerak (motivasi) daripada pelaksana-pelaksana tersebut. Dalam analisa ekonomi maka yang dianggap sebagai daya penggerak utama adalah perangsang atau insentif materiil. Sesungguhnya di samping itu masih terdapat faktor-faktor lain, yang sedikit sekali memperoleh perhatian dalam analisa ekonomi, yakni faktor kesadaran dan faktor paksaan.”

Selamat jalan Widjojo Nitisasro, semoga amal ibadah dan jasa besarmu diterima di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa. RIP - Widjojo Nitisastro (1927 - 2012)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun