Mohon tunggu...
Riana Dewie
Riana Dewie Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Simple, Faithful dan Candid

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Inilah 5 Kelebihan Museum Atsiri, Wahana Edukasi Atsiri Pertama di Indonesia

30 Agustus 2016   20:46 Diperbarui: 31 Agustus 2016   08:16 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanaman Sereh di Museum Atsiri, sebagai obat anti kanker (Dok.Pri)

Sebuah bangunan megah berwarna putih seluas 2 hektar ini gagah berdiri di lereng Lawu, Tawangmangu serta bercurah hujan 1.800 – 2.500 mm/th. Melanjutkan cita-cita Soekarno menjadi Mercusuar Dunia di bidang Minyak Atsiri untuk menyejahterakan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, visi didirikannya bangunan ini. Tiada terlihat, selain sisa-sisa produksi puluhan tahun lalu yang meninggalkan berbagai kisah haru. Sumur-sumur produksi, area bekas penyulingan ataupun laboratorium kuno menjadi saksi betapa besar hiruk-pikuk produksi pabrik ini di masa lalu. Bisik-bisik masyarakat mulai terdengar tentang revitalisasi museum ini. Benarkah bangunan yang mati suri ini akan dibangkitkan kembali sebagai hadiah untuk Indonesia?

Museum Atsiri? Yang ada di awang-awang sih pada awalnya seperti sebuah museum yang penuh dengan peninggalan-peninggalan kuno. Bermodal semangat untuk menelusuri tempat-tempat baru, beberapa waktu lalu saya bersama rombongan Kjog (Kompasianer Jogja) mencoba meluangkan waktu untuk mengobati rasa penasaran tentang sebuah museum yang bagi kami masih terasa sangat asing ini.

Kereta Api pagi itu tampak membawa kami bertamasya dengan sangat nyaman, ditambah cakrawala biru yang menambah hati kami makin cerah. Sesampainya di stasiun Solo, kami sejenak mampir ke rumah rempah Solo, sebuah bangunan artistik yang memiliki banyak pajangan karya seni dari bahan kayu, akar dan sumber alam lainnya. Tak lama setelahnya, kami melanjutkan perjalanan menuju Museum Atsiri atau yang populer dengan sebutan Rumah Atsiri.

Sampailah kami di sebuah rumah singgah, tempat kami bertemu dengan Ibu Julia Ekajati (Pemilik Museum Atsiri) bersama tim yang sejak awal terlihat sangat ramah menyambut kedatangan kami. Ada banyak cerita sejarah yang saya dapatkan hingga memahami betapa berharganya museum ini bagi Indonesia. Sambil manggut-manggut kagum, Kjog mulai menanggapi bahkan beberapa lempar pertanyaan untuk menjawab rasa penasaran mereka.

Hari makin siang dan perut mulai bergejolak. Sebelum jalan-jalan ke Museum Atsiri, Bu Julia menjamu kami untuk menikmati hidangan ndeso di resto miliknya, Griya Tawang, tentunya di area yang tak jauh dari Museum Atsiri. Sebuah restoran bernuansa alam yang dipercantik dengan gazebo-gazebo unik, berbagai sajian ala ndeso yang rasanya alamakkk... bikin kangen suasana pedesaan. Aroma udara yang masih segar sangat mendukung kami untuk menikmati sajian istimewa ini di tepi sungai alami yang gemercik airnya mendatangkan rasa tenang. Saya hanya bisa berkata, sempurna.

Area Pengembangan Taman Atsiri (Doc. Rumah Atsiri)
Area Pengembangan Taman Atsiri (Doc. Rumah Atsiri)
Usai menikmati makan siang, kami kembali ke rumah singgah hingga akhirnya bersiap untuk berpetualang ke Museum Atsiri. Saat menyusuri pertama kali, kami melihat banyak material dan beragam alat bangunan yang masih berserakan, tanda bahwa proses renovasi masih berjalan.

Jejak-jejak langkah kami menyusuri beberapa area yang pernah menjadi saksi dari status bangunan ini yang telah pindah tangan beberapa kali. Ditemani oleh para guide ramah tim Rumah Atsiri, yaitu Mbak Sri Rejeki, Bapak Markhaban dan Bapak Maryanto, kami mendapatkan  berbagai informasi menarik.

Pada akhirnya, saya paham betapa Museum Atsiri ini ibarat harta karun yang jika dikembangkan secara serius akan dapat memberikan kebanggaan luar biasa bagi Indonesia. Mengapa begitu? Karena proses revitalisasi ini butuh kerja keras banyak pihak untuk membentuk sebuah wahana edukasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Apa saja sih kelebihan Museum Atsiri? Berikut beberapa hal yang dapat saya rangkum :

1. Wahana Sejarah yang Berkontribusi bagi Indonesia

Di bawah sinar mentari yang cerah, kami diajak berkeliling oleh Bapak Maryanto untuk mengetahui sejarah didirikannya bangunan ini. Pembangunan pabrik ini dulunya merupakan bentuk kerjasama antara Indonesia dengan Bulgaria pada tahun 1964-1965. Dengan nama awal ‘Sereh Rakyat’, pabrik penyulingan atsiri ini memang dibangun untuk kemakmuran rakyat secara merata.

Proses pembangunannya terhenti kala G30S/PKI pecah di Indonesia. Beberapa tenaga ahli dari Bulgaria yang menggarap Atsiri secara tiba-tiba meninggalkan proyek demi keselamatan mereka karena saat itu Bulgaria dianggap sebagai negara komunis.

Penampakan Laboratorium di Museum Atsiri (Dok.Pri)
Penampakan Laboratorium di Museum Atsiri (Dok.Pri)
Hingga puluhan tahun lamanya, bangunan ini seakan mati suri. Tak ada aktivitas terdengar, tak ada pula manfaat yang dirasakan atas keberadaannya. Pantas saja saat kemarin berkunjung ke sana, di ruang laboratorium, kami hanya melihat beberapa botol penelitian, zat kimia, destilasi serta gelas erlenmeyer yang sudah diselimuti debu dan seakan menjadi saksi bisu tentang proses penyulingan minyak atsiri di masa lalu.

Lupakan masa lalu. Kini Museum Atsiri bangkit kembali dan direvitalisasi dengan banyak tujuan besar, diantaranya adalah edukasi manfaat Atsiri kepada masyarakat. Akan ada apa saja di dalamnya? Kita tunggu saja kejutan berikutnya. Hehe...

2. Wahana Edukasi Anak Mengenal Kekayaan Alam Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun