Hai sahabat Pembaca!
Tema kali ini berat lho sahabat!
Berbohong membuat hati tidak bisa membedakan kebenaran dan dusta.
Berbohong seringkali dianggap hal biasa dan sepele, bahkan anak-anak remaja hingga kuliahan sering menganggapnya sebagai candaan belaka.
Saya saat duduk di bangku kuliah sering mendapati prank. Saya yang menjadi mahasiswa konversi D3 ke S1 mengandalkan informasi Grup WA kelas. Saat itu saya mendapati informasi Dosen berhalangan hadir. Akibatnya saya pulang menuju rumah dari kampus. Ternyata saat di perjalanan, saya mulai merasakan firasat buruk, saya cek lah WA Grup Kelas tersebut. Ternyata hanyalah sebuah prank, dosen hadir di kelas.
Saat kejadian itu, saya melaporkan ketidaknyaman dan informasi bohong kepada Prodi. Ketua kelas yang bersangkutan di panggil dan ini adalah masalah serius, menimbang saya membagikan informasi dari kelas beliau kepada Grup WA Kelas Konversi dimana saya adalah Ketua Kelas Konversi. Dan karenanya Mahasiswa dari Kelas Konversipun mempercayai informasi dari Grup WA kelas yang bersangkutan, akibatnya absenlah rekan-rekan saya.
Mereka menganggap hal sepele kebohongan ini sebagai candaan, dan senang hati mereka bisa membohongi rekannya sebagai bentuk hiburan.
Apakah dampaknya?
Kebanyakan mahasiswa tersebut terjebak dan senang dengan informasi Hoax yang selalu ditebarkan di Grup WA. Dan ini menjadi permasalahan serius bagi para Dosen di kampus. Ini menyangkut moralitas mahasiswa di masa mendatang.
Dari fenomena tersebut saya jadikan sebuah pelajaran dan ilmu humaniora.
Bahwasanya.
Dusta yang dibiasakan dilakukan berulang-ulang, membuat Hati lebih condong pada kebohongan bahkan berita-berita bohong dibanding pada fakta real.
Kita menyaksikan sendiri disaat segolongan masyarakat senang berbohong, beliau semua cenderung percaya dengan berita hoax, dan dijadikan pembenaran.
Alquran sendiri sudah menjelaskan akan realitas fenomena ini:
Berbohong adalah perbuatan menukar kebenaran dengan yang tidak benar. Jika dibiasakan berbohong, hati/nurani kita menjadi mati fungsinya. Sehingga tidak dapat merasakan manfaat dari kebenaran suatu informasi dan pengetahuan. Dan menyebabkan hati lebih condong menyenangi informasi sesat dan menyesatkan yang sarat dusta.
Maka dari itu, tidaklah heran Allah membenci perbuatan bohong atas hamba-hambaNya.
Selain kebohongan mematikan fungsi hati/nurani dalam mendeteksi kebermanfaatan ilmu pengetahuan. Perbuatan bohong membuat kita terjebak dengan sepi.
Kok bisa terjebak dengan sepi?
Karena orang-orang sudah tidak lagi percaya dengan kita.
Karena kita dicap menyesatkan dan gemar dalam perbuatan dusta.
Apakah mudah untuk mendapatkan kepercayaan kembali dari orang banyak?
Perlu perjuangan yang serius dan penuh kesungguhan, untuk mengembalikan kepercayaan orang banyak kepada kita yang sudah terlanjur mendapat stigma negatif.
Lantas.
Masihkah mau berbohong?
Dan Bagaimana jika kita senantiasa hidup dalam kejujuran?
Maka hati kita condong pada kebenaran dan hal-hal sarat manfaat.
Dengan kejujuran, hati kita makin tajam dan peka merasakan manfaat suatu ilmu pengetahuan dan informasi aktual.
Karena kita terbiasa membenarkan fakta real dan kebenaran, dan juga sebaliknya pada hal-hal yang keliru.
Kita menjadi skeptis saat mendapati informasi yang tidak jelas sumber dan kredibilitasnya, membuat kita gemar ber-tabayyun atau mengecek validitas/kebenaran suatu informasi sebelum disebarkan kepada orang banyak.
Selain itu, kita dengan kejujuran, dapat memperoleh kepercayaan dari orang banyak.
Dan inilah yang mengantarkan kita pada kemujuran dan kesuksesan.
Oleh karena itu...
Lebih baik membiasakan hidup dalam kebohongan?
Atau hidup dalam kejujuran?
Salam Mantap!
Tertanda.
Rian (Indrian Safka Fauzi)
Cimahi, 17 November 2022.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI