Terlahir di Palembang, saya tidak terpikir akan menjadi bagian dari Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Kini, karena ikatan pernikahan saya sering berkunjung ke Labuan Bajo.Â
Saya merasa sangat beruntung memiliki kesempatan menjadi bagian kecil entitas Labuan Bajo, destinasi wisata prioritas yang diidamkan menjadi the next Bali.Â
Spot ekowisata Bukit Amelia Sea memikat wisatawan untuk datang berkunjung menikmati hamparan rumput bukit sabana dan sunset. Pantai Waecicu berpadu dengan birunya air laut menjadi surga bahari yang memukau.
Pemerintah pusat terus menerus menyulap Labuan Bajo menjadi wonderland tourism berkelas dunia. Megaproyek bandara, pelabuhan, pembangkit listrik, dan jalan raya dilakukan secara masif.Â
Perhelatan G-20 menjadi strategi Pemerintah Indonesia pamer keindahan kota Labuan Bajo sekaligus mengundang negara-negara internasional untuk berinvestasi.Â
Teguran UNESCO atas pembangunan megaproyek "Jurassic Park" di Taman Nasional Komodo juga turut melambungkan nama Labuan Bajo diberbagai lini media masa dan sosial media dari lokal hingga internasional. Â
Hingga Juni 2022, kunjungan pariwisata ke Labuan Bajo mencapai 65.362 wisatawan, empat kali lipat pada periode yang sama tahun 2021.Â
Diperkirakan, potensi nilai ekonomi Kawasan wisata Labuan Bajo ditarget 3,2 triliun rupiah. Angka rupiah cukup menggiurkan sebagai destinasi spending money.Â
Pariwisata premium dirancang untuk mendatangkan keuntungan devisa dan popularitas internasional yang melimpah, pertanyaannya apa yang didapatkan masyarakat lokal dari hingar bingar tersebut?Â
Normatifnya, PAD (pendapatan asli daerah) akan dialokasikan untuk fasilitas umum, konservasi habibat dan alam di lokasi wisata dan kemanfaatan ekonomi sebesar-besarnya untuk rakyat. Benarkah demikian?
Kunjungan rutin saya ke Labuan Bajo tidak hanya meninggalkan pengalaman silaturahmi kekeluargaan namun juga pengalaman budaya, sosial, dan politik yang menggambarkan satu titik kemirisan.Â