Perilaku ada masyarakat pemilih Indonesia, termasuk Jakarta yang menganut “politik sinetron” dimanfaatkan oleh PS. Anies dianggap terzalimi ketika diganti oleh Jokowi, sehingga membangkitkan simpati masyarakat. PS belajar dari SBY pada masa pemerintahan Megawati. Keputusan penetapan Anies-Sandi, tentunya sudah dibicarakan bersama dengan PKS, dimana sebelumnya calon wakil gubernur adalah jatah PKS. Apakah PS serius dengan pasangan ini? Seratus persen serius.
Ajang Pilkada serentak ini, khususnya pilgub DKI, adalah momen bagi PS untuk menunjukkan seluruh potensi bahkan kapasitasnya, sekaligus sebagai sasaran antara untuk ajang yang lebih besar yaitu pilpres 2019. PS akan all out untuk mendudukkan Anies-Sandi di singgasana DKI 1.
Dua kali perhelatan pilpres, dua kali pula PS tumbang. Hal ini sangat menyesakkan tentunya bagi seorang PS. Apalagi dalam pilpres terakhir, dia nyaris menjadi pemenang dengan selisih yang relatif tipis. Selain itu, beliau tidak bisa menerima kekalahan dari seorang Jokowi yang sebelumnya bukan apa-apa dan hanya seorang petugas partai, sementara itu dirinya adalah ketua umum sebuah partai besar. Misi untuk kembali berburu tiket RI 1 dimulai saat pilgub DKI ini.
Berjuang untuk Anies-Sandi adalah prioritas. Apapun hasilnya itu urusan nanti. Jika Anies-Sandi memenangkan pilgub ini, maka PS akan mendorong Anies untuk menantang Jokowo di pilpres 2019. Memenangkan pilgub DKI, berarti sepertiga jalan meraih RI 1 sudah diraih. PS sepertinya tidak berambisi lagi secara pribadi untuk jabatan RI 1. Dia akan mendorong Anies untuk berjibaku melawan Jokowi. Istilihanya meminjam tangan orang lain untuk membalaskan kekalahannya.
Dengan skenario ini, otomatis Sandi akan menjadi gubernur dan wakil akan dijabat oleh PKS. Iniliah penjelasan yang kemudian bisa meluluhkan PKS sehingga bersedia tidak dicalonkan sebagai wakil gubernur. Kalaupun pada akhirnya kontestasi melawan Jokowi gagal, maka jabatan gubernur dan wakil gubernur DKI tetap menjadi milik Gerindra dan PKS.
PS tentunya telah berhitung dengan matang semua kemungkinan yang akan terjadi. Namun baginya, pilkada serentak 2017 khususnya pilgub DKI akan menjadi “perang” yang sangat menentukan untuk masa depannya secara pribadi bahkan Partai Gerindra.
Menang berarti secercah harapan muncul untuk berkiprah di pilpres 2019 sekaligus menguasai miniatur Indonesia, atau menutup buku perjalanan panjangnya pasca berhenti dari kemiliteran dan berkonsentrasi didunia bisnis dan membesarkan partai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H