Berfikir logika, Indonesia th 2002 hingga 2004 belum ada pengusaha mebeler asal Solo yg memiiki pabrik perabot kayu sekala besar dan melakukan ekspor. Yang ada itu di Cirebon berupa prabot dari rotan. Yang ada di sana adalah pengusaha dan pemilik furniture perabot dari bahan kayu.
Kita tidak menghalangi orang sederhana atau miskin menyekolahkan anaknya di luar negeri dengan biaya 800 juta per tahun. Dan kita juga tidak boleh dan tidak baik  menaksir harta seseorang. Tetapi orang tua yang menyekolahkan anaknya dengan biaya 800jt pertahun belum termasuk biaya hidup,  tentu adalah anak orang kaya atau pejabat. Sedangkan orang tua anak yang sekolah mahal itu bukan (belum) pejabat walikota bukan pula pejabat  gubernur.
Sebagai perbandingan, anak-anak keturunan keluarga Hamangkubuwono raja Yogyakarta/Gubernur DIY banyak yang bersekolah di luar negeri (Belanda) tetapi tidak dimulai dari SMA tetapi ketika menempuh pendidikan perguruan tinggi.
Jadi logikanya mustahil yang pada saat itu pejabat bukan, keluarga raja bukan, orang kaya bukan, pemilik perusahaan ekspor bukan, Â dan hanya keluarga sederhana bisa menyekolahkan di sekolah luar negeri apalagi dimulai dari SMA. Sedangkan biaya kampanye walikota saja pada saat itu (2004) Â dibantu banyak orang .
(Rg Bagus Warsono)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI