Refleksi Kritis: Masa Depan Uang Digital
Masa depan e-money akan semakin kompleks. AI dan Big Data akan digunakan untuk memprediksi perilaku konsumsi, blockchain akan memperkuat keuangan terdesentralisasi (DeFi), dan konsep Society 5.0 menjadikan uang digital bagian dari ekosistem cerdas. Namun, semua ini harus diarahkan pada green finance, yakni sistem keuangan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pertanyaan filosofis muncul: Apakah uang masih “nyata” jika hanya berupa kode digital? Apakah nilai uang sepenuhnya hasil konsensus sosial? Bagaimana menjaga etika dalam dunia algoritmis? Pertanyaan ini menunjukkan pentingnya refleksi filsafat ilmu dalam mengawal inovasi digital.
Kesimpulan
E-money adalah puncak dari evolusi uang sekaligus bukti nyata pergeseran paradigma ilmu pengetahuan. Dari barter hingga digital, uang selalu mengikuti perkembangan peradaban. Bahm (1993) menegaskan bahwa ilmu selalu terbuka terhadap revisi, dan fenomena e-money adalah contoh nyata.
Dari perspektif filsafat ilmu, e-money mencerminkan dinamika epistemologi (pengetahuan praktis), metodologi (pendekatan interdisipliner), dan aksiologi (nilai guna dan dampak etis). Ia membawa manfaat berupa efisiensi, transparansi, dan inklusi keuangan, tetapi juga menimbulkan tantangan berupa risiko keamanan, konsumtivisme, dan kesenjangan sosial.
Sebagaimana ditegaskan Munir (2020), filsafat ilmu berfungsi sebagai pemandu moral agar perkembangan teknologi tidak lepas dari nilai kemanusiaan. Dengan demikian, e-money hanya akan bermakna jika diarahkan pada etika, keadilan, dan kemaslahatan sosial.
Masa depan uang digital dengan AI, blockchain, dan CBDC harus dipandu oleh filsafat ilmu agar menjadi sarana kemajuan peradaban manusia, bukan sekadar instrumen kapitalisme digital.
Perkembangan e-money tidak dapat dipisahkan dari perjalanan panjang manusia dalam mencari bentuk pertukaran yang lebih efisien. Dari barter yang bersifat terbatas, uang logam dan kertas yang lebih praktis, hingga uang digital yang serba cepat, semua menunjukkan bahwa pengetahuan manusia terus berkembang mengikuti kebutuhan zaman. Dalam hal ini, e-money adalah bukti nyata bahwa ilmu pengetahuan bersifat dinamis, seperti ditegaskan Bahm (1993), selalu terbuka untuk direvisi dan disesuaikan dengan konteks sosial maupun teknologi yang terus berubah.
Dari sisi epistemologi, e-money memperlihatkan bagaimana pengetahuan praktis digunakan untuk mengatasi persoalan kehidupan sehari-hari, yakni kebutuhan transaksi yang lebih cepat, aman, dan efisien. Sementara dari segi metodologi, kemunculan e-money melibatkan pendekatan interdisipliner, mulai dari ilmu komputer, ekonomi, hukum, hingga sosiologi. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi finansial bukan hasil kerja satu disiplin ilmu semata, melainkan kolaborasi pengetahuan yang kompleks.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI