Mohon tunggu...
Rezi Hidayat
Rezi Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - researcher and writer

Fisheries Researcher

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Agar Pengembangan (Benih) Lobster Maupun Cantrang Bisa Berkelanjutan

26 Desember 2019   10:31 Diperbarui: 8 Januari 2020   17:23 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benih lobster senilai Rp 37 miliar yang berhasil digagalkan penyelundupannya oleh pemerintah di Jambi pada Kamis (18/4/2019). (Dok. Kementerian Kelautan dan Perikanan via KOMPAS.com))

Setidaknya ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan pemerintah agar usaha pengembangan lobster maupun cantrang bisa berkelanjutan.

Baru dua bulan sejak dilantik dalam "Kabinet Indonesia Maju" pada 23 Oktober 2019, Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru Bapak Edhy Prabowo mengeluarkan wacana merevisi sejumlah peraturan yang dinilai menghambat dunia usaha perikanan. Setidaknya ada dua peraturan yang saat ini tengah dikaji ulang, yakni larangan penangkapan benih lobster dan larangan penggunaan alat penangkapan ikan (API) cantrang.

Menteri Edhy berniat mencabut larangan penangkapan benih lobster karena marak terjadi penyeludupan ekspor benih lobster yang nilainya cukup fantastis meskipun telah dilarang.

Begitu juga penggunaan API cantrang, yang menurutnya, bisa dioperasikan tanpa merusak lingkungan.

Gebrakan Menteri Edhy ini menuai kontroversi karena dianggap bersebrangan dengan menteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti. 

Di era menteri Susi, aturan larangan penangkapan lobster tertuang dalam Permen KP No 56/2016, di mana penangkapan dan/atau pengeluaran lobster dari wilayah Indonesia hanya dapat dilakukan dengan ketentuan tidak dalam kondisi bertelur dan ukuran panjang karapas diatas 8 cm atau berat diatas 200 gram per ekor. Setiap orang juga dilarang menjual benih lobster untuk budidaya.

Sementara aturan larangan cantrang tertuang dalam Permen KP No 71/2016, di mana pukat tarik meliputi dogol, scottish seines, pair seines, cantrang, dan lampara dasar dilarang beroperasi di semua jalur penangkapan ikan dan di semua Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Dalam implementasinya, aturan tersebut juga menuai pro dan kontra. Meski diyakini tujuannya untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan, namun dampak langsung yang dirasakan justru banyak merugikan para pelaku usaha perikanan.

Ribuan nelayan lobster di Lombok dan Sumbawa, misalnya, kehilangan penghasilan karena tidak bisa leluasa mengekspor lobster ke luar negeri. Mereka juga terancam pidana apabila ketahuan menangkap lobster yang tidak sesuai kententuan dan menjualnya.

Belum lagi, para pembudidaya pembesaran lobster yang menjadi kesulitan mendapatkan benih lobster. Nilai ekspor lobster Indonesia pun turun dari kisaran 42,1 juta US$ - 69,9 juta US$ pada periode 2012-2014 menjadi hanya 22,5 juta US$ - 38,0 juta US$ pada  periode 2015-2018 (International Trade Centre, 2019).

lobster-5e15a2fcd541df562517eea2.jpg
lobster-5e15a2fcd541df562517eea2.jpg
Bahkan, di awal tahun 2018, sempat terjadi aksi demostrasi ribuan nelayan di depan Istana Kepresidenan meminta pemerintah melegalkan penggunaan cantrang. Alhasil, disepakati penundaan aturan larangan penggunaan cantrang sampai batas waktu yang belum ditentukan dan hingga kini aturan tersebut belum juga terimplementasi sepenuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun