Mohon tunggu...
Rezi Hidayat
Rezi Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - researcher and writer

Fisheries Researcher

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menjamin Mutu Produk Perikanan

10 Mei 2019   09:48 Diperbarui: 10 Mei 2019   09:59 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Paruh kedua tahun 2018, sejumlah negara importir produk perikanan Indonesia bergiliran datang ke Indonesia untuk melakukan inspeksi. Mulai dari Australia diawal Juli lalu yang menginspeksi produk udang mentah beku (frozen raw prawn) hasil budidaya Indonesia. 

Disusul Jamaika dipertengah Juli, yang langsung melihat produk yang selama ini mereka beli melalui perantara importir asal Perancis. 

Dan Korea Selatan diakhir Juli, yang datang untuk menindaklanjuti kesepakatan kendali kualitas dan kehigienisan produk perikanan. Selanjutnya, dijadwalkan perwakilan Uni Eropa akan datang pada Oktober, Kanada pada November, dan terakhir Rusia pada Desember.

Inspeksi dilakukan untuk memastikan jaminan mutu dan kemanan produk perikanan Indonesia sesuai dengan aturan pangan yang mereka berlakukan. 

Sebelumnya Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor produk perikanan terbesar Indonesia telah memberlakukan aturan Seafood Import Monitoring Program (SIMP) sejak 1 Januari 2018 pada 13 komoditas ikan prioritas. Aturan ini kemudian berlaku untuk komoditas udang dan abalon mulai 31 Desember 2018.

Di era perdagangan pangan dunia (global food trading), aturan pangan di berbagai negara telah menempatkan tanggung jawab bagi para produsen pangan dunia untuk menjamin mutu dan keamanan produk. Indonesia sebagai negara produsen perikanan terbesar kedua di dunia, mau tidak mau harus siap mengantisipasi tuntutan aturan tersebut.

Sayangnya pada prakteknya, Indonesia masih belum mampu menjamin sepenuhnya mutu dan keamanan produk perikanannya. Sepanjang 2017 lalu misalnya data dari Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat telah 45 kali menolak seafood asal Indonesia. 

Kasus penolakan terbanyak berasal dari komoditas udang (16 kasus), kemudian tuna (15 kasus), kakap merah (7 kasus), mahi-mahi (4 kasus), makarel (1 kasus), wahoo (1 kasus), dan lain-lain (1 kasus). Alasan penolakan yang paling dominan adalah filthy (berbau dan berwarna tidak cerah) (60%), salmonella (31%), dan histamin (9%). 

Selain Amerika Serikat, di tahun yang sama beberapa negara mitra juga telah 14 kali menolak produk perikanan Indonesia, enam diantaranya karena logam berat berupa merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) (KKP 2018).

Persoalan tersebut berimplikasi pada rendahnya nilai ekspor produk perikanan Indonesia dibanding negara-negara yang lebih minim volume produksi perikanan nasionalnya. Tahun lalu, Indonesia berada diperingkat ke-11 dibawah UE, China, Norway, Vietnam, India, Chile, Thailand, Amerika Serikat, Kanada, dan Ekuador (FAO 2018).

Momentum Perbaikan

Tindakan inspeksi sejumlah negara importir perikanan Indonesia, harus menjadi momentum perbaikan jaminan mutu dan keamanan produk perikanan Indonesia. 

Secara prinsip, sistem jaminan mutu dan keamanan produk perikanan menekankan pada upaya pencegahan yang harus diperhatikan dan dilakukan sejak pra produksi sampai dengan pendistribusian untuk mendapatkan hasil perikanan yang bermutu dan aman bagi kesehatan manusia. 

Oleh karena itu, seluruh komponen usaha baik pemerintah, pelaku usaha, hingga masyarakat lainnya mesti bekerja maksimal dan bersinergi satu sama lain.

Sejumlah langkah strategis yang dapat ditempuh untuk memperbaiki jaminan mutu dan keamanan produk perikanan Indonesia antara lain. Pertama, peningkatan mutu dan keamanan produk perikanan sesuai standar internasional melalui sertifikasi mulai dari hulu hingga hilir. 

Percepatan sertifikasi industri hulu (usaha budidaya dan penangkapan) perlu diintervensi agar segera terealisasi. Selanjutnya, industri hilir yang bersertifikat hanya boleh mengambil bahan baku dari industri hulu yang telah memiliki sertifikat.

Kedua, pemberdayaan SDM diseluruh komponen usaha perikanan melalui pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan pengawasan. Revitalisasi dan pembangunan baru pusat-pusat pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan pengawasan perlu dilakukan untuk mengakselerasi kualitas SDM yang lebih baik khususnya di lokasi-lokasi sentra produksi perikanan.

Ketiga, konsolidasi data dan informasi usaha perikanan sebagai implementasi aturan ketelusuran (treacibility) yang mendasari jaminan mutu dan keamanan produk. 

Aturan treacibility mengharuskan suatu produk bisa dilacak riwayatnya pada seluruh mata rantai produksi, pengolahan, hingga distribusi. Oleh karenanya, data dan informasi dari setiap rantai usaha perlu dikompilasi dan divalidasi menjadi satu sumber yang akan memudahkan implementasi aturan treacibility.

Keempat, revitalisasi dan pembangunan baru infrastruktur pendukung yang memenuhi keberlangsungan jaminan mutu dan keamanan produk perikanan, seperti energi listrik, air bersih, jalan, telekomunikasi, pelabuhan, bandara, dll.

Kelima, perbaikan kualitas lingkungan perairan sungai, laut, dan pesisir melalui penanggulangan pencemaran dan pengawasan bahan berbahaya dan beracun (B3) untuk mengantisipasi kontaminasi terhadap produk perikanan.

Melalui sejumlah langkah diatas, diharapkan jaminan mutu dan keamanan produk perikanan Indonesia lebih dapat diterima oleh pasar global, sehingga mampu meningkatkan ekspor. Lebih jauh lagi, Indonesia bisa menjadi negara eksportir terbesar produk perikanan, ekuivalen dengan potensi produksi perikanannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun