Mohon tunggu...
Reza Purwandana
Reza Purwandana Mohon Tunggu... Lainnya - rezapurwandana

Liv'in halal ways

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengubah Budaya Suap di Fasilitas Pelayanan Publik Dengan Sikap Anti-Korupsi

18 September 2021   12:17 Diperbarui: 18 September 2021   12:22 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejauh bangsa Indonesia merdeka sudah tercatat dalam sejarah banyak kasus -- kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara di dalam banyak kesempatan, hal demikian tidak terlepas dari keiningan personalia atau egosentrisme pejabat negara yang menginginkan kekayaan secara instan namun dengan effort minimal. Mengutip dari pernyataan (Alatas, 1999) korupsi, kolusi, dan nepotisme merupakan perbuatan penghianatan terhadap negara sendiri karen aparatur sipil negara yang melanggar telah melakukan sumpah dan janji untuk mengemban amanah yang diberikan negara kepada mereka. Keinginan atau ego untuk menjadi kaya oleh aparatur sipil negara ini tidak hanya didapati melalui korupsi saja, namun melalui kolusi dan nepotisme yang melibatkan pihak masyarakat yang dilayani, padahal memang tugas pokok dari aparatur sipil negara adalah melayani masyarakat dengan semaksimal mungkin, dengan adanya pola relasi antara kekuasan dan masyarakat maka korupsi dapat dikatakan dinamis menyesuaikan dengan keadaan masyarakat.

Dalam hal ini apakah masyarakat bisa membantu untuk menumpas tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme ?

Tentu saja bisa, karena masyarakat merupakan bagian penting dalam terjadinya fenomena korupsi, kolusi, dan nepotisme, terlebih masyarakat merupakan penerima dampak kerugian dari fenomena ini.  Namun pernyataan dari (Rahman, F., Baidhowi, A., & Agnesia, 2018) dalam (Mapuasari & Mahmudah, 2018) penyebaran fenomena yang negatif jauh lebih cepat dari pada prosesi pemberantasannya. hal demikian terjadi karena korupsi dalam bentuk  suap dan gratifikasi seolah - olah telah membudaya di lingkungan masyarakat dan aparatur sipil negara. Tetapi tetap ada cara untuk melakukan pencegakan dan perubahan budaya suap dan gratifikasi masayarakat kepada aparatur sipil negara yang bertujuan untuk mendapatkan kemudahan dan hak -- hak istimewa. Dengan demikian ada beberapa cara untuk merubah kebudayaan suap dan gratifikasi yang dapat di terapkan sejak dini.

  • Peningkatan pendidikan anti-korupsi

Dasar dari perubahan mindset suap dan gratifikasi adalah diawali dari memberikan pemahaman pada generasi bangsa yang mendatang, pendidikan yang paling dini bisa di ajarkan dari orang tua kepada anaknya. Sedangkan untuk para remaja dan orang tua dapat diberikan pendidikan melalui education tools, seminar, sosialisasi, maupun kampanye oleh organisasi atau lembaga negara yang berkompeten dalam bidang ini, seperti KPK dan ICW. Jika hal ini dilakukan secara konstan maka bukan tidak mungkin ada penurunan nilai indeks korupsi, kolusi, dan nepotisme secara signifikan pada 10 hingga 20 tahun mendatang.

  • Memandang korupsi sebagai extra ordinary crime

Penumpasan korupsi, kolusi, dan nepotisme merupakan tugas pokok KPK, namun dengan perkembangan korupsi yang dinamis dirasa akan sulit berjalan secara optimal apabila tidak ada campur tangan masyarakat di dalamnya, masyarakat dapat berperan secara aktif dan peka terhadap tindakan memberi yang condong kepada suap dan gratifikasi, dengan pandangan memandang korupsi sebagai kejahatan luar biasa maka parakoruptor dipandang oleh masyarakat sebagai seorang bandar narkotika atau teroris yang harus segera dibasmi agar tidak menjadi benalu dinegara ini.

  • Merubah pradigma "Semua selesai dengan uang"

Sudah tidak dapat dipungkiri budaya suap mengakar dalam kehidupan bermasyarakat terkhusus di bidang pelayanan masyarakat, hingga timbul istilah KUHP, "kasih uang habis perkara". Masyarakat berpikiran bahwa dengan memberikan suap maka segala urusan yang bersangkutan dengan pelayanan masyarakat akan di permudah, contohnya seperti pengurusan KTP yang akan dipercepat penyelesaiannya dengan memberikan suap kepada aparatur sipil negara yang bertugas sebagai pelayan. Padahal yang demikian merupakan hak yang wajib dipenuhi oleh aparatur sipil sebagai pelayan masyarakat, namun jika masyarakat sadar akan pandangan bahwa kita sebagai masyarakat tidak memberikan ruang maka tidak akan terilhami terjadinya suatu suap.

Demikian cara bagaimana merubah budaya suap yang kita tidak bisa pungkiri fenomena ini ada dalam pelayan publik. Namun semua kembali kepada kita sebagai insan nasionalis yang mampu memperjuangkan sikap anti-korupsi untuk mengubah budaya -- budaya buruk seperti suap ini untuk merubah Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun