Mohon tunggu...
Reza Nurrohman
Reza Nurrohman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

manusia yang terus bertumbuh. tidur dan makan adalah hal yang lebih menyenangkan sebenarnya namun berkerja merupakan kewajiban saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Asmara Palu Arit Jelang Sumpah Pemuda

31 Oktober 2017   12:57 Diperbarui: 31 Oktober 2017   13:20 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebagai seorang anak komunis, Mas Marco hampir selalu bisa menahan lapar. Maklum, menahan lapar adalah filosofi hidup pertama yang harus dimiliki oleh anak komunis yang terkenal dengan logo palu arit agar dekat dengan kaum proletar atau buruh tani katanya. Tak terkecuali Marco. Jatah makan manusia normal yang tiga kali sehari bisa direduksi oleh Marco menjadi sekali sehari. Namun, sejak seminggu terakhir ini, ada rasa yang membuat lapar dan dahaga itu tak bisa ditahan-tahan lagi walau sekejap. Begitu lapar sedikit saja, Marco sudah terbayang kongkow-kongkow atau tongkrongan panitia sumpah pemuda dan suasananya.

Hal ini tak lain dan tak bukan adalah karena kehadiran Sundari. Ia membuat Marco seolah jadi terus-terusan merasa lapar. Terlepas dari makanan gratis saat rapat kepanitiaan.

Sundari adalah seleb nomor satu pemuda jaman old atau populer dengan sebutan Jong. Wajahnya meneduhkan, tubuhnya berisi alias semok, dan tingkah polahnya sangat keibuan sekaligus kegadisan. Pendek kata Sundari pandai menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi. Hal inilah yang menjadi daya tarik Sundari di mata Marco dibandingkan dengan gadis lain seperti salamah yang terlalu kekanak-kanakan.

Sundari ramah senyum, tapi juga memukau apabila bicara. Kalau bicara terutama saat naik panggung pemuda jaman old, suaranya tangguh bagaikan singa betina. Sungguh memukau bahkan pidatonya tentang tolak poligami berhasil membuat pendukung poligami macam Kusno Sosro Sukarno gigit jari. Kalau seleb cowok jaman old kayak Kusno saja tak berdaya tobat apalagi hanya Marco. Sundari sungguh-sungguh bidadari alias wanita sempurna bagi Marco.

Siang itu, Marco mengikuti rasa laparnya, terduduk dengan pandangan penuh harap di bangku panjang panitia kongres pemuda, memandang tubuh mulus Sundari yang sawo matang.

Cuaca panas terik, Sundari menguncir rambut panjangnya. Setiap Sundari berpidato untuk panitia kongres, kuncirnya berayun manja ke kiri dan ke kanan. Marco menikmati pemandangan itu, hampir mimisan hidungnya karena di hatinya mengalir deras darah yang bergelora. Sungguh indah makhluk ciptaan Tuhan bernama perempuan, kata Marco dalam hati sambil bersyukur dievolusikan sebagai laki-laki. Hanya laki-laki sejatilah yang dapat menikmati keindahan makhluk bernama perempuan, sambung Marco masih dalam hati. Tak henti-hentinya Marco mensyukuri keagungan seleksi alam diantara rasa lapar dan dahaganya.

Merasa diperhatikan tiada henti, Sundari mengalihkan matanya ke arah Marco. Marco tak menyangka Dengan kejadian yang tak terduga itu. Dia gelagapan, sampai hampir menendang alat musiknya Wage yang ditaruh disamping kakinya. Segera Marco mengalihkan pandangannya ke arah Amir dan Kusno yang sedang mendistribusikan makanan gratis. Tapi tatapan mereka yang saling bertemu selama beberapa detik barusan, membekas di pelupuk mata Marco. Sekarang makanan gratis atau logistik panitia kongres pemuda seolah menjadi tatapan mata Sundari.

Marco pun kemudian jatuh pada renungan dan perasaan takut disaingi seleb Kusno dan pemusik Wage. Malam itu, saat rapat menjelang kongres sumpah pemuda berakhir, Marco memberanikan diri mengungkapkan niat tulusnya untuk memberikan keamanan perjalanan pulang kepada Sundari. Dan tiada sangka, Sundari rupanya memberikan jawaban yang menyenangkan hati Marco. Keduanya kemudian pulang bersama dengan sepedanya Amir dedengkot Jong atau Pemuda Kumunis.

Sebagai pria muda, Marco boleh dibilang punya manuver yang taktis dan agresif. Sehari setelah sukses mengantarkan pulang, Marco sudah merencanakan untuk mengajak Sundari berjalan-jalan melepas penat persiapan kongres pemuda pada malam minggu. Sebagai manusia normal yang punya rasa bosan, tentu saja Sundari mau.

Waktu yang dinanti-nanti Marco pun akhirnya tiba. Malam minggu itu, Irma berdandan anggun setelah warteg tutup. Dia menunggu dengan setia dekat kos Sundari. Begitu sepeda pinjamin Amir siap, mereka segera meluncur menuju panggung ketoprak, menonton lakon lucu khas Jawa.

Adegan ketoprak itu bukan main lucunya, Sundari sesekali juga tertawa cekikikan ketika ada adegan lucu. Alih-alih menonton pementasanya, Marco malah lebih memperhatikan Sundari yang menikmati pementasanya. Matanya menatap wajah Sundari yang sesekali diterangi cahaya dari lampu petromaks dan lilin. Marco jadi gemas dan bergairah. Tangannya menggenggam tangan Sundari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun