Mohon tunggu...
Reza Nurrohman
Reza Nurrohman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

manusia yang terus bertumbuh. tidur dan makan adalah hal yang lebih menyenangkan sebenarnya namun berkerja merupakan kewajiban saya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membedah Sejarah Kelam AURI TNI AU Paska Tragedi 1965

20 September 2017   23:48 Diperbarui: 21 September 2017   00:35 42349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi saya orang awam dan sipil  tak mau ambil pusing. Yang jelas bagi kami perang saudara tidak terjadi karena  akan merugikan rakyat juga walaupun yang menjadi korban adalah kekuatan udara Indonesia berkurang drastis. Bayangkan dahulu ketika masa jaya AURI kini TNI AU mampu menjangkau wilayah Australia, Papua Nugini, India, Myanmar, Filipina, Vietnam sampai armada SEATO atau militer Amerika di Asia Tenggara deg-deg an dan kini wilayah udara  kita berkurang. Bahkan Sekarang Singapura menguasai wilayah udara kepulauan riau dan batam.

Kesimpulan

Upaya Angkatan Udara meluruskan sejarah  dinilai Sejarawan Asvi berhasil, terbukti dengan ditunjuknya KSAU Djoko Suyanto  sebagai Panglima TNI dan kemudian Menteri Koordinator Politik Hukum dan  Keamanan, pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Mantan Panglima Udara Marsekal Chappy Hakim pun menerbitkan artikel yang penuh apresiasi. 

Sayangnya bulan madu Angkatan Udara pun tidak berlangsung manis. Awal Jokowi berkuasa dengan poros maritim dunia sempatmenimbulkan polemik jatah giliran panglima TNI kepada matra Udara. Dugaan publik posisi panglima jatuh ke tangan matra Laut pun meleset. Akhirnya poisis panglima TNI kembali jatuh kepada matra darat. Analisis pakar di berbagai media percaya  Presiden Jokowi masih butuh jaringan matra Darat melalui koramil/kodim yang punya kantor sampai pelosok desa dibandingkan dengan Laut dan Udara yang  hanya terpusat pada pelabuhan dan bandara yang tidak semua  daerah punya.

Kasus terakhir yang masih hangat tentu saja masalah helikopter AW yang dibeli TNI AU menimbulkanpolemik dengan Panglia TNI. Analisis pakar di berbagai media pun menilai ini ada kaitanya dengan persaingan antar angkatan untuk berebut jatah pemenuhan  kuota minimum esential force. Statemen Presiden Jokowi yang lebih menginginkan perkembangan drone atau pesawat remote jarak jauh yang badanya kecil pun dianggap melemahkan moral. Yang optimis menyatakan peryataan presiden sebagai cambuk untuk berkembangnya teknologi militer Indonesia.

Harapan saya sebagai sipil dan orang awam tentu saja mengharapkan TNI melakukan  rekonsiliasi internal ke dalam masing-masing angkatan. Semoga  setiap korps dan sumber masuk mendapatkan jatah  yang sama untuk naik ke atas. Forum diskusi masyarakat sipil yang membahas militer sudah mengembangkan  rumor  bahwa  jatah bintang Jenderal TNI AD hanya untuk korps infanteri lulusan AKMIL, bintang Marsekal  TNI AU hanya untuk korps penerbang  lulusan  AAU, bintang Laksamana TNI AL hanya untuk korps pelaut lulusan AAL. Sangat sayang akademi pun seakan-akan hanya mengutamakan lulusan SMA jurusan IPA.

Khusus untuk TNI AU  sudilah  kiranya  memisahkan bandara sipil dengan bandara militer karena dimana-mana terjadi gabungan fungsi bandara sementara negara maju bandaranya  dipisahkan. Harapanya tentu saja agar penerbangan militer lancar di amankan polisi militer  TNI  AU pasukan  khas TNI AU dan  penerbangan  sipil lancar di amankan polisi udara dan aviation security.      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun