Mohon tunggu...
Reza Nurrohman
Reza Nurrohman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

manusia yang terus bertumbuh. tidur dan makan adalah hal yang lebih menyenangkan sebenarnya namun berkerja merupakan kewajiban saya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membedah Sejarah Kelam AURI TNI AU Paska Tragedi 1965

20 September 2017   23:48 Diperbarui: 21 September 2017   00:35 42349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam majalah Angkasa TNI AU pun berkali-kali diceritakan pengalaman pahit itu, salah satunya kekecewaan prajurit udara atas pemusnahan alutsista dari blok timur seperti Soviet kini Rusia demi mendapat alutsista  blok barat seperti  Amerika. Tercatat dalam buku Dari Gestapu sampai reformasi, pakar militer Salim Said menyatakan bulan madu Suharto dengan barat pun tak bertahan lama. Sejak Jimmy Carter naik hubungan barat-Indonesia memanas sehingga Jenderal Moerdani sebagai Panglima ABRI menjalankan misi rahasia beli alutsista dari negara kedua atau bahasa gaulnya barang second bahkan beli pesawat  sampai ke Israel.

Sejak Omar Dani dipenjara dan digantikan Sri Mulyanto Herlambang sampai sekarang sepertinya matra udara Indonesia melemah. Hal senada diungkapkan Sejarawan Asvi Warman Adam "Sebelum 1965, Angkatan Udara Indonesia  sangat kuat dan amat disegani di Asia Tenggara, bahkan Asia. Pada masa  Soeharto, Angkatan Udara menjadi anak tiri dan Angkatan Darat  dinomorsatukan,"

Ironisnya selama Presiden Suharto berkuasa seolah-olah AURI atau TNI AU berdiam diri saja  terkesan "nrimo". Curhat pun hanya dilakukan internal dan kalau orang awam seperti kita mau jeli dalam majalah TNI AU seperti Angkasa sering beredar kegalauan itu. Namanya konsumsi "keluarga kecil" tentu "keluarga besar" dan "tetangga" tak tahu apa-apa. 

Baru Tanggal 9 November 1999 diluncurkan buku Menyingkap Kabut Halim 1965 (Sinar Harapan, 1999). Ini merupakan upaya Perhimpunan Purnawirawan AURI untuk menceritakan apa yang terjadi di PAU Halim Perdanakusuma pada hari-hari sekitar 1 Oktober 1965. Tiupan angin segar reformasi telah menggugah sebagian purnawirawan AURI, pelaku sejarah sekitar 1 Oktober 1965 untuk menguak kabut di pangkalan angkatan udara tersebut, sehingga memberi informasi baru kepada publik yang selama ini didominasi oleh versi tertentu peristiwa pahit tersebut yang cenderung memojokkan angkatan udara kita.

Singkatnya, tulis buku ini, berbagai friksi yang muncul dalam Kolaga, sedikit banyak ikut mewarnai iklim politik selama prolog G30S, sehingga hal tersebut dimanfaatkan PKI untuk semakin mempertentangkan elit politik di sekitar Presiden Soekarno, termasuk pimpinan angkatan bersenjata 4 Angkatan. buku ini juga mengingatkan bahwa sebagai perwira yang terbilang muda ketika dilantik menjadi Men/Pangau, maka Omar Dani merasa patut memberi komitmen kepada Bung Karno. Lagi pula Presiden Soekarno juga memberi kesempatan kepada AURI untuk ikut mengambil peranan politik, yang selama ini hanya dijalankan angkatan darat. Kisah Omar Dani ini memang mirip kisah Jenderal Hartono dari Marinir Angkatan Laut. Angkatan Laut terutama Marinir pun kemudian bernasib sama dengan Angkatan Udara.

Film penghianatan g 30 s/PKI pun semakin menyudutkan keluarga besar angkatan udara. Sejarah Indonesia mencatat bahwa penghentian tayangan film tersebut juga atas jasa tokoh udara Indonesia. Upaya Mantan Panglima Udara Marsekal Saleh Basarah melakukan lobby sana sini untuk menyetop apa yang dianggap fitnah bagi AURI kini TNI AU pun berhasil. Gayung pun bersambut sejak dihentikanya film perlahan tapi pasti image masyarakat terhadap militer Udara semakin membaik.

Lubang Buaya wilayah Bandara Halim TNI AU Atau wilayah Kodam Jaya TNI AD

Kehadiran Presiden Sukarno di PAU Halim Perdanakusuma pada 1 Oktober 1965 bersama menteri dan para pejabat terkait termasuk Aidit  Ketua PKI yang juga menjabat Menteri, meskipun atas kehendak sendiri dan sesuai dengan standard operating procedure Resimen Tjakrabirawa, memperkuat dugaan adanya keterlibatan AURI, karena dikait-kaitkan dengan apa yang disebut Lubang Buaya dan PKI. 

Ironis saat yang sama Syam ketua biro khusus PKI, Brigjen Suparjo, Kolonel Latief dan Letkol Untung sempat menggunakan rumah perwira Udara yang berhasil terpengaruh PKI. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, AURI kini TNI AU melayani penerbangan atau pelarian tokoh PKI yang ketika itu menjabat juga sebagai menteri dan pejabat seperti Aidit sehingga semakin meguatkan tuduhan itu. Ibaratnya seorang pacar dituduh selingkuh karena ketahuan memberikan tumpangan pada rekan kerja. Sakit kan?

Kembali soal Lubang Buaya. Fenomena beda tafsir ini juga menyeret perdebatan akademisi /pakar luar negeri seperti John Roosa dan Wiltman. Versi populer menyatakan desa Lubang Buaya yang dijadikan latihan sukarelawan ganyang malaysia berada dalam kawasan lapangan terjun PAU Halim TNI  AU. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, juga tidak sepenuhnya salah.

Kenapa benar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun