Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Dukung dan kunjungi channel Karyakarsa : Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Menjelang Usia 25 Tahun Belum Punya 100 Juta dan Belum Sarjana, tapi Saya Tetap Bahagia

16 Mei 2021   21:33 Diperbarui: 20 Mei 2021   15:45 2022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hidup Bahagia (Sumber: Shutterstock.com via kompas.com)

Lalu kenapa banyak orang begitu overthinking, cemas dan insecure apabila di usia 25 belum bisa mengumpulkan uang seratus juta? Belum bisa mempunyai barang mewah dan harta melimpah? Mengapa banyak orang begitu cemas apabila di usia 25 belum kunjung berumah tangga? 

Saya kira mereka bukan sedang mengalami QLC, akan tetapi mereka sedang terjebak pada konstruksi dan standar publik yang mengharuskan sukses dan jaya diusia muda.

Solusinya, jangan mengukur keberhasilan dan pencapaian diri berdasarkan keberhasilan dan pencapaian orang lain. Jangan suka membanding-bandingkan diri dengan orang lain. 

Kalau orang lain terlihat lebih cepat, lebih sukses, lebih maju, lebih makmur, lebih cerdas, ya biarkan saja, toh suatu saat kita juga bisa dan akan sampai pada kondisi itu kalau kita terus konsisten melakukan apa yang ingin kita tuju itu.

Karena bagaimana pun keadaan dan kondisi kehidupan kita berbeda dengan orang yang kita anggap sukses diusia muda itu.

Ada yang mungkin tiba-tiba jadi minder gara-gara membaca atau menonton seorang Youtuber atau pengusaha yang sudah punya mobil ferari atau uang ratusan juta diusia muda, akhirnya terjerumus dan ingin pula mengikuti jejak sang idola untuk sukses di usia muda sambil mengucapkan mantra, "Ah dia juga bisa kok sukses di usia muda, masa gue enggak."

Padahal kenyataannya kesuksesan seseorang di topang pula oleh banyak faktor, misalnya pendidikan, lingkaran pertemanan, koneksi dengan orang penting atau berpengaruh, bahkan faktor genetik dan tempat dimana dilahirkan pun menjadi faktor krusial dalam kesuksesan seseorang. Ini fakta bung!

Rata-rata orang-orang yang sukses menjadi pengusaha karena dia memang punya gen atau keturunan pengusaha, karena bapaknya atau ibunya pengusaha maka tidak sulit bagi orang itu menjadi seorang pengusaha. Begitupun dengan pendidikan dan tempat dimana dilahirkan, ini juga menjadi penunjang kesuksesan seseorang.

Kalau seandainya Mark Zuckerberg tidak kuliah di Harvard dan dilahirkan di tanah Amerika, menurut saya belum tentu dia akan sukses dan menjadi milyarder seperti sekarang. Ditambah lagi dia merupakan keturunan Yahudi yang semua orang tahu Yahudi merupakan salahsatu bangsa yang diakui kecerdasannya. Ya wajar sih kalau dia bisa sukses seperti sekarang.

Lalu bagaimana dengan kita yang terlahir dari pesisir kampung, dari keluarga seadanya yang makan saja pas pasan dan hanya keturunan orang biasa-biasa saja?.

Saya bukan sedang meremehkan kemampuan dan nasib mereka yang lahir di kampung dari keluarga biasa-biasa saja, namun satu hal yang perlu kita ingat, kesuksesan juga bukan hanya hasil daripada kerja keras saja, namun bagaimana lingkaran pertemanan, pendidikan, koneksi dengan orang penting dan dimana tempat kita berkarir itu juga menjadi faktor kesuksesan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun