Sebagian dari kita tahu ketika kita melihat dunia fesyen di sekitar kita baik di panggung fashion show, iklan fesyen di televisi maupun unggahan media sosial, perawakan yang ditampilkan hampir sama, yaitu tubuh langsing, berbadan tinggi, kulit putih, dan berwajah simetris. Gambaran seperti itu kemudian dianggap sebagai patokan standar kecantikan oleh beberapa masyarakat atau bahkan sebagian dari kita. Tidak sedikit remaja ataun orang dewasa merasa minder karena tubuh atau penampilannya tidak sesua dengan standar kecantikan yang mereka jadikan patokan.
Namun, industri fesyen mungkin beralasan mengapa menggunakan perawakan seperti itu untuk mengiklankan busananya, karena diperlukan untuk menjaga estetika, konsistensi dan identitas visual brand. Tanpa mereka sadari, hal itu justru memunculkan pikiran tentang standar kecantikan yang salah di masyarakat. Sebagian mereka menganggap cantik itu harus berbadan kurus, tinggi, kulit putih, dan wajah simetris. Mereka yang berpikir seperti itu juga mempunyai pikiran orang cantik akan cantik memakai busana atau pakaian apapun. Hal seperti itu ternyata dapat menimbulkan masalah seperti diskriminasi pada tubuh tertentu, tekanan sosial terutama pada remaja, hingga perilaku konsumtif yang berlebihan hanya karena ingin memenuhi ’standar kecantikan’yang mereka yakini.
Pertanyaannya, apakah benar di dunia fesyen perlu yang namanya standar kecantikan yang sama? Apakah kita sebagai penikmat fesyen juga perlu mengikuti standar kecantikan itu?
Banyak orang beranggapan bahwa standar kecantikan dalam dunia fashion itu untuk menjaga nilai estetika dan konsistensi. Model dengan badan tinggi, langsing, tangan lentik, dan berwajah simetris dianggap dapat menampilkan pakaian secara maksimal di atas panggung. Mereka menganggap dengan begitu busana terlihat jauh lebih rapi dan sesuai dengan perancang. Dunia industri juga mempunyai pandangan jika memiliki standar seperti itu memudahkan mereka dalam memproduksi beberapa pakaian dengan ukuran yang seragam.
Tetapi kenyataannya standar kecantikan yang telah dibuat dalam dunia fesyen itu justru menimbulkan masalah. Banyak dari kita yang menjadi penikmat dari apa yang mereka iklankan menjadikan standar kecantikan harus badan tinggi, langsing, putih, dan wajah simetris sebagai patokan. Padahal standar itu tidak mencerminkan keragaman masyarakat kita. Mayoritas perempuan indonesia itu berkulit sawo matang dan berbagai bentuk tubuh dan wajah, namun jarang sekali mendapat representasi di panggung. Selain itu, standar kecantikan ini menimbulkan memicu tekanan sosial terutama bagi remaja, mereka sering merasa minder dengan penampilan yang mereka miliki. Bahkan tidak sedikit dari mereka melakukan diet ekstrem hanya untuk mengubah penampilan seperti yang mereka jadikan patokan. Tidak hanya diet ekstrem, mereka juga menjadi konsumtif dalam membeli produk untuk mengubah warna kulit dan mengubah penampilan wajah agar seperti standar kecantikan yang mereka yakini. Mereka juga sering merasa minder saat berpakaian, mereka merasa jika penampilan tidak memenuhi standar kecantikan itu tidak cocok menggunakan beberapa pakaian. Remaja saat ini pun memiliki seperti kata-kata ’asal kamu cantik semua pakaian cocok kamu pakai’.
Nah, menurut saya standar kecantikan ini menimbulkan banyak masalah dibanding manfaat. Memang, standar kecantikan seperti itu dapat memberikan nilai estetika pada saat menampilkan suatu busana di panggung maupun saat pengiklanan, seperti tubuh tinggi dan langsing dianggap lebih mudah menampilkan busana agar tampak rapi dan seimbang. Tetapi pada kenyataannya busana tidak hanya untuk kalangan tertentu saja, melainkan untuk orang dengan berbagai bentuk badan, muka, dan warna kulit. Standar kecantikan yang kaku ini justru mempersempit ruang ekspresi masyarakat. Mereka yang merasa tidak sesuai dengan standar kecantikan merasa susah untuk bergaya dalam berpakaian seperti yang mereka inginkan karena merasa minder. Bukankah fesyen seharusnya menjadi sarana ekspresi bebas atau menampilkan jati diri mereka sendiri? Bukan sebagai alat untuk menilai siapa yang layak dengan pakaian ini dan siapa yang tidak layak.
Â
Kita, terutama remaja seharusnya juga sadar bahwa cantik tidak harus berbadan tinggi langsing, kulit putih, dan wajah simetris. Kita bisa menciptakan standar kecantikan untuk kita sendiri, jangan kecantikan orang lain kita jadikan patokan sebagai standar kecantikan. Boleh kita diet, atau membeli produk kecantikan dengan tujuan untuk menjaga kesehatan dan merawat tubuh kita. Selain itu, menurut saya dengan penampilan yang kita miliki ini tidak menjadi hambatan dalam berekspresi melalui fesyen. Pakaian dengan gaya apapun cocok untuk kita selagi kita menggunakan dengan baik dan percaya diri. Zaman sekarang sudah banyak brand fesyen yang mengeluarkan berbagai bentuk fesyen yang menyesuaikan atau yang cocok dengan berbagai bentuk tubuh dan warna kulit. Brand-brand fesyen tersebut mulai sadar bahwa masyarakat menginginkan representasi yang lebih luas.
Jadi, untuk apa minder dengan tubuh kita dalam berpenampilan atau menunjukkan fesyen kita? Aku punya standar kecantikanku, kamu punya standar kecantikanmu, kalian mempunyai standar kecantikan kalian, dan aku punya gaya berpakaian sendiri, kamu punya gaya berpakaianmu sendiri, kalian punya gaya kalian sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI