****
Pertapa muda itu melemparkan perkamen ke atas meja Kepala Biara dengan penuh kemarahan, menuntut penjelasan.
Dengan lembut, kepala biara memungut gulungan perkamen, membukanya dan membaca puisi yang tertulis :
Biksu muda yang tekun
Tiga tahun bermeditasi dalam kesendirian.
Tak kan tergoyahkan lagi
Oleh empat angin duniawi.
Lalu kepala Biara meletakkan kembali perkamen tersebut ke atas meja.
Ia tatap pertapa muda itu, dan berkata :
Bagaimana kamu menuliskan 'Empat angin duniawi tak menggoyahkanku' sementara 'empat kentut keci'l saja sudah meniupmu keluar pulau ?!
(Di daur ulang dari "PELECEHAN & PENCERAHAN' -- Kisah ke 89 dalam SI CACING DAN KOTORAN KESAYANGANNYA, Karya AJAHN BRAHM).
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!