Mohon tunggu...
Fahruddin Fitriya
Fahruddin Fitriya Mohon Tunggu... -

Kita akan belajar lebih banyak mengenai sebuah jalan dengan menempuhnya, daripada dengan mempelajari semua peta yang ada di dunia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kriminalisasi Penjual Jamu, Sudahkah Tepat? (2)

3 Desember 2017   01:00 Diperbarui: 3 Desember 2017   04:23 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Penangkapan si penjual jamu, Warioboro warga Kelurahan Karang Mulya, Kecamatan Pangkalan Banteng, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah menjadi sorotan warganet. Meski polisi yakin si penjual jamu salah karena membuat dan menjual jamu tanpa izin edar, berbagai dukungan bagi si penjual jamu terus mengalir di lini masa.

Bahkan diantaranya menyebut jika apa yang dilakukan terhadapnya (si penjual jamu) merupakan upaya polisi untuk melakukan kriminalisasi terhadap salah satu warga yang ingin memperbaiki ekonomi keluarga dengan mengembangkan usaha jamunya. Bahkan, belakangan tiga rekannya ikut diperiksa pihak berwajib karena diduga membantu membuat dan menjual jamu tersebut.

Terlepas siapa yang benar, penulis tidak ingin menghakimi aparat penegak hukum yang telah menangkapnya. Mereka hanyalah alat negara yang menjalankan peraturan dan hukum yang berlaku. Namun, aturan dan hukum inilah yang kemudian dipertanyakan oleh hampir banyak orang setelah membaca berita penangkapan penjual jamu. (baca : https://kaltengekspres.com/2017/12/02/ironis-usaha-ukm-dirintis-sejak-kecil-di-kobar-malah-dipolisikan/ )

Yang masih mengusik penulis adalah, ideal dan sudah pas-kah aturan dan hukum kita dalam situasi di mana masih banyak sekali masyarakat yang melakukan perdagangan secara "rumahan" ini? Apa kesalahan besar yang akan mengancam dari kejadian penangkapan si penjual jamu tersebut?

Dari sisi kemanusiaan, polisi sebagai aparat sudah semestinya bisa lebih melakukan pendakatan yang lebih humanis. Jangan-jangan ia memang tidak tahu akan aturan tersebut?

Jika memang tidak tahu, apa tidak sebaiknya diserahkan ke dinas perdagangan setempat untuk dilakukan pembinaan, arahan, dan diajarkan tata cara yang berlaku dari sebuah perdagangan yang legal.

Terlepas dari masalah si penjual jamu, saya melihat hal lain yang akan menjadi ancaman dikemudian hari. Ancaman akan menjadi kesalahan besar dari aturan main yang diperlakukan bagi pedagang usaha rumahan ini.

Jika si penjual jamu rumahan bisa ditangkap karena menjual jamu tanpa izin, apakah tidak mungkin kelak pedagang makanan dan produk rumahan lain akan ditangkap oleh para aparat dikarenakan produk yang dijual belum melakukan uji tes dan izin edar.

Kita perlu menyadari jika bangsa kita mayoritas masih dianggap sebagai pengusaha pengrajin (craftsmanship) yaitu mereka yang memiliki keahlian dari turun-temurun atau mendapatkan pelatihan secara rumahan saja (bukan pendidikan formal).

Dalam melakukan pekerjaannya mereka memiliki alat dan cara kerja yang berbeda-beda. Lebih disesuaikan kenyamanan dan kecocokan mereka saja. Berbeda dengan pengusaha fabrikasi (factory), secara hasil produksinya pun jauh lebih banyak dan mereka memiliki standar, mulai dari kualitas bahan, kualitas hasil, dan kualitas SDM-nya.

Di sinilah perbedaan penting yang mesti dilihat bahwa Indonesia memiliki banyak sekali pengusaha rumahan. Mulai dari jamu tradisional, makanan, knalpot kendaraan, bahkan pengrajin karoseri body mobil dan berbagai usaha rumahan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun