Mohon tunggu...
Revaputra Sugito
Revaputra Sugito Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

We Love Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok Memang Semakin Patut untuk Dikasihani

12 November 2016   01:52 Diperbarui: 12 November 2016   02:30 1668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebenarnya dalam eksistensi saya di Kompasiana kecendrungan saya menulis itu hanya ingin membuat artikel bila itu memang cukup penting untuk saya sampaikan ke public.

Seminggu yang lalu saya ingin membuat beberapa tulisan yang memfokuskan subtansi-subtansinya pada seputar Kasus Penistaan Agama. Saya secara pribadi ingin mengawal kasus yang cukup penting itu. Kasus itu menjadi penting karena berdampak multi dimensi dan bisa berdampak angat luas.

Tetapi setelah melihat keseriusan Jokowi dan keseriusan Polri untuk menuntaskan kasus tersebut akhirnya membuat saya cukup lega dan tidak terlalu kuatir kasus itu tidak diselesaikan. Dan bisa dibilang sudah cukup banyak pihak yang mengawal kasus itu sehingga saya merasa cukup terwakili.

Sekarang ini saya hanya ingin membahas Ahok dalam sisi Psikologisnya. Cekidot yang berikut ini, kawan.

***Paska Aksi Damai 411, Mental Ahok Terlihat Sudah Runtuh Total***

Tidak banyak orang yang mampu melihat apa yang terjadi pada Ahok paska Aksi Damai 411. Dalam tulisan ini saya mencoba menjelaskan betapa hancurnya Rasa Percaya Diri Ahok setelah peristiwa Demo itu dan betapa tertekannya Ahok pada saat ini.

Sebenarnya bukan Aksi Damai 411 saja yang menyebabkan Ahok sangat tertekan tetapi ada beberapa hal lainnya juga. Mari kita bahas satu-satu dan kita coba analisa bagaimana prosesnya.

Pertama, Ahok Sama Sekali Tidak Menyangka Bahwa Jumlah Pendemo Kasusnya Mencapai Jutaan Orang.

Ahok kaget dan terpukul secara bathin begitu melihat banyaknya umat Islam yang tersinggung atas kelancangan mulutnya. Saya yakin ketika melihat Siaran Langsung di Televisi tentang jalannya Demo, batin Ahok langsung terguncang. Rasa takutnya datang menggruduk ,bergema dan menyelimuti batin Ahok.

Ahok langsung berpikir apa yang akan terjadi nanti pada dirinya dan keluarganya. Apa yang akan terjadi pada kaum minoritas bila Demo itu ternyata tidak bisa dikendalikan apparat. Dan saat itu penyesalan yang sangat besar mendera batinnya. Dia pasti sangat menyesal karena tidak mampu mengendalikan mulutnya sehingga membuat kehebohan nasional.

Kedua, Jokowi Jelas-jelas Sudah Mengambil Sikap Untuk Menjaga Jarak Dengan Ahok.

Inilah pukulan yang paling hebat yang dirasakan Ahok dalam 4 tahun terakhir. Selama ini Ahok begitu bergantung pada Jokowi. Semua keberanian Ahok bersumber dari kedekatannya pada Jokowi. Ahok tadinya begitu yakin bahwa Hubungan baiknya dengan Jokowi tidak akan mampu diganggu oleh siapapun.

Tapi akhirnya gara-gara mulutnya yang tidak bisa dikendalikan yang membuat Heboh Nasional, akhirnya Jokowi terpaksa mengambil jarak dengannya. Ahok langsung blank memikirkan masa depan politiknya.

Dukungan PDIP, Golkar, Nasdem dan lain-lainnya selama ini sebenarnya berhulu pada kedekatan Ahok dengan Jokowi. PDIP, Nasdem, Golkar dan lainnya tidak akan mungkin dan tidak akan pernah mendukung Ahok bila Ahok itu bukan siapa-siapanya Jokowi.

Kehilangan dukungan Jokowi itu artinya kehilangan dukungan politik dari PDIP, Golkar, Nasdem dan lainnya. Inilah yang membuat Ahok gundah gulana membayangkan masa depannya.

Ketiga, Ahok Mengalami Post Power Syndrome Setelah Terpaksa Mengambil Cuti Kampanye.

Dua tahun lebih menguasai Birokrasi Jakarta sudah membuat Ahok merasa sebagai salah seorang Terpenting di Indonesia. Rasa PeDe nya menjadi sngat besar karena kedudukannya itu.

Menjadi Gubernur DKI memang terbukti membuat banyak kalangan menjadi sangat segan dan sangat hormat dengan dirinya. Dan karena “Kepintarannya” dan “strateginya” yang memang diketahui didukung oleh Konsultan Politiknya, Ahok memang mampu mengendalikan seluruh alur birokrasi Pemprov DKI.

Inilah penyebab Ahok sangat enggan mengambil cuti kampanye. Mengambil cuti kampanye itu artinya menyerahkan sementara Kursi Empuknya pada Plt Gubernur yang ada. Bagaimana kalau Kursi Empuk itu akhirnya tidak kembali lagi untuknya. Inilah yang sejak lama dikuatirkan olehnya.

Faktanya kemudian yang terjadi setelah Ahok terpaksa mengambil Cuti Kampanye adalah Ahok kehilangan kontrolnya pada Birokrasi Pemprov DKI. 14 Proyek terakhirnya dipending oleh Plt Gubernur DKI Sumarsono. Ahok tidak bisa melakukan apa-apa untuk itu.

Semua fasilitas Pemprov DKI secara keseluruhan sudah tidak dikuasai lagi. Inilah yang membuat Ahok sangat tertekan.

Keempat, Elektabilitasnya Semakin Lama Semakin Merosot. Kemenangan Pilgub DKI Semakin Menjauh.

Meskipun beberapa Lembaga Survey “Milik” Ahok sudah rajin-rajin mencoba menyelamatkan namanya, tetap saja Lembaga-lembaga Survey lainnya yang independen membuktikan bahwa memang betul Elektabilitas Ahok mengalami penurunan bertahap secara signifikan.

Saat ini dari hasil survey beberapa lembaga Survey kalau dirata-ratakan Elektabilitas Ahok sudah jatuh dibawah 30%. Bagi seorang Petahana sebenarnya Angka Ini adalah Kiamat.

Hal ini mau tidak mau disadari Ahok. Dirinya sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa Elektabilitasnya bisa runtuh sampai demikian rendahnya. Dan ini sungguh memukul batinnya.

Kelima, Gencarnya Desakan Masyarakat Untuk Memproses Kasus Penistaan Agama dan Gencarnya Penolakan Kampanye Ahok oleh banyak warga DKI.

Sehebat-hebatnya kekuatan politik yang ingin melindungi Ahok lama kelamaan juga akan terdesak oleh semakin membesarnya opini public yang menghendaki Kasus Penistaan Agama oleh Ahok harus diselesaikan.

Ahok dikenal sangat dekat dengan Polri, sangat dekat dengan Megawati dan para tokoh-tokoh elite lainnya. Akan tetapi selama Jokowi tidak ikut melindungi Ahok maka semua kekuatan politik yang dimiliki Ahok pasti tidak akan bisa melawan aspirasi public yang sedang berkembang. Ahok juga sadar akan hal ini.

Dan menyertai desakan public atas penuntasan Kasus Penistaan Agama, di sisi lain banyak warga DKI yang sudah mulai mengkristal pandangannya bahwa Ahok harus ditolak kehadirannya di wilayah-wilayah mereka. Ini sangat memukul batin Ahok. Bagaimana mungkin bisa meraup suara rakyat DKI kalau dimana-mana terjadi penolakan.

Bukan Ahok saja yang stress dengan masalah ini. Djarot dan PDIP keseluruhan, juga Nasdem, Hanura, Golkar juga menjadi sangat prihatin dengan perkembangan kondisi yang seperti ini.

Dari media terlihat Djarot cukup terpukul dengan Runtuhnya Elektabilitas Ahok dan Penolakan yang terjadi dimana-mana. Djarot sempat terlihat emosi dengan kondisi ini dan akhirnya hanya bisa mengadu pada Bawaslu. Bawaslu sendiri juga bingung menyikapinya.

Tercatat belum apa-apa sudah ada 2 Pelanggaran yang dilakukan Timses Ahok yaitu Iklan Kampanye di TV yang tidak melalui KPU dan Pengerahan Birokrasi Jakarta Barat dalam kampanye Ahok. Walikota Jakarta Barat terpegok public ikut menghadiri kampanye Ahok. Dilarang sama sekali PNS apalagi Pejabat Pemerintahaan ikut-ikutan dalam kampanye Pilkada.

Akhirnya Bawaslu tetap mencoba memfasilitasi pengaduan Djarot dan Timses Ahok tentang penolakan warga. Bawaslu pun sampai-sampai “mengancam” warga bahwa bila menolak Kontestan Pilkada itu bisa dikenai ancaman hukuman.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana mungkin menerapkan Aturan Pilkada soal seperti ini bila yang menolak sudah merupakan kumpulan massa yang begitu banyak dan meliputi beberapa wilayah? Siapa yang mau menangkap sekian banyak jumlah massa yang menolak seorang kontestan melakukan kampanye di wilayahnya?

Saya pikir ini persoalan yang sangat sulit untuk ditanggulangi Bawaslu. Lebih baik biarkan saja. Lebih baik kontestannya yang mengalah daripada harus bentrok dengan massa.

Dan kembali lagi di sisi Ahok, tentu saja kondisi seperti ini sama sekali tidak dibayangkan olehnya. Analsia saya, selama Kasus Penistaan Agama belum tuntas diselesaikan maka selama itu pula aka nada kumpulan-kumpulan massa yang akan menghadang kampanyenya.

*** Ahok Mulai Stress dan Ngaco sehingga Melempar Tuduhan-Tuduhan ke Banyak Pihak***

Bila kita cermati dalam seminggu terakhir, terlihat bahwa Ahok sudah semakin stress dengan perkembangan yang ada. Ahok mulai ngaco dan mulai menyalahkan siapa saja atas perubahan kondisi yang “menyakitkan” ini.

Tuduhan pertama dilemparkan Ahok kepada Buni Yani. Dari media diberitakan Ahok telah menuduh Buni Yani sebagai Penipu. Ini riskan sekali dalam kondisi kampanye dan dalam kondisi kasus hukumnya. Tuduhan ini berpotensi akan dijadikan amunisi oleh Pengacara Buni Yani untuk menggugatnya. Ini akan menjadi Kasus berikutnya untuk Ahok dan akan mengganggu konsentrasinya menghadapi Pilkada.

Tuduhan Kedua adalah Ahok menuduh ada yang mengancamnya dan menyuruhnya Mundur dari Pilgub DKI 2017. Sayangnya ketika ditanya media siapa yang menyruhnya mundur, Ahok tidak bersedia menjawabnya. Secara politik yang seperti ini salah. Publik juga akan menilai Ahok lebay dan Playing Victim. Belum lagi lawan politiknya akan menggunakan amunisi ini untuk menekannya. Bisa-bisa Ahok dituduh melakukan fitnah tanpa dasar.

Tuduhan berikutnya yang paling fatal adalah Menuduh Para Kontestan Pesaingnya Menggunakan Cara-cara Barbar untuk Mengalahkannya. Waduh ini benar-benar Blunder terbesar Ahok.

Hari ini di rumahnya di komplek Mutiara Pluit Ahok sempat menyatakan kepada media hal-hal sebagai berikut.

"Kenapa, sih, takut sama Ahok? Kalau kamu bagus, ya, kamu buktikan, dong, kamu satu putaran. Ahok kalah, ya, sudah. Kenapa mesti pakai cara barbar, pakai cara turun (ke jalan). Apalagi sekarang ada hoax di mana-mana," ujar Ahok , Kamis malam, 11 November 2016. (tempo.co).

Ini tuduhan yang sangat Ngaco dan sangat Fatal. Siapa yang sebenarnya dituduh Ahok bisa menang 1 putaran dan menggunakan cara-cara Barbar?

Yang jelas kalimat pernyataan ini sungguh lepas control. Dan menurut saya ini sudah menyalahi aturan Pilkada karena merusak suasana demokrasi yang ada di Pilkada. Bagaimana mungkin seorang Kontestan bisa menuduh kontestan lainnya menggunakan cara-cara Barbar?

Saya piker Bawaslu harus segera bertindak. Pernyataan-pernyataan provokatif seperti ini harus segera ditegur agar tidak terjadi lagi.

***Ahok Memang Sangat Patut Dikasihani***

Dan bila kita cermati apa-apa yang sudah dipaparkan diatas, bisa dibilang saat ini Ahok sedang mengalami tekanan psikologis yang luar biasa. 5 faktor diatas memang kelihatannya tidak sanggup ditanggulangi Ahok sehingga akhirnya keluarlah pernyataan-pernyataan Ngaco seperti itu (menuduh Kontestan lain menggunakan Cara Bar-bar dan lain-lainnya).

Sungguh kasihan melihat Ahok yang saat ini ditolak sana-sini oleh Warganya. Baru kali ini terjadi seorang Petahana yang ingin berkampanye mengalami nasib seperti ini. Saya sungguh iba melihatnya.

Yang terbaik saat ini menurut saya, Timses Ahok harus selalu mendampingi Ahok dan menghiburnya setiap saat. Mereka harus selalu mengawasi psikologis Ahok karena yang dikuatirkan kemudian, bisa jadi Ahok mengeluarkan lagi pernyataan-pernyataan provokatif lainya yang akan berdampak pada bertambah banyak kasus-kasus hukum yang akan menimpanya.

Tidak terbayangkan sama sekali untuk beberapa waktu ke depan kita semua akan melihat seorang mantan Gubernur DKI (selama 2 tahun) akhirnya harus dipenjara karena terlibat dalam banyak kasus baik yang sepele hingga kasus yang berat.

Ini harus dicegah. Hanya mereka yang mendukung Ahok sepenuh hati yang bisa mencegahnya dan menasehatinya.

Sekian.

Sumber 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun