Ramadan di Lamongan selalu punya nuansa yang berbeda. Selain sebagai bulan ibadah, Ramadan juga menjadi waktu yang penuh kehangatan dan kebersamaan. Salah satu tradisi yang masih sangat dijaga hingga kini adalah tadarus Al-Qur'an dan sholawatan.
Setiap malam setelah salat tarawih, masjid dan musholla ramai oleh suara lantunan ayat suci. Anak-anak, remaja, hingga orang tua duduk bersama membaca Al-Qur'an secara bergiliran. Ada yang membaca satu lembar, ada pula yang menyimak dan membetulkan. Di beberapa tempat, tadarus dilakukan dengan membagi juz, agar bisa khatam Al-Qur'an secara kolektif selama sebulan. Kegiatan ini bukan cuma ibadah, tapi juga ajang belajar dan mempererat tali silaturahmi antar warga.
Selain tadarus, sholawatan juga tak kalah semarak. Di bulan Ramadan, banyak desa di Lamongan rutin mengadakan acara sholawat yang menghadirkan habaib dan tokoh agama. Sebut saja Desa Pangean (Maduran), Kemantren (Paciran), dan Banyubang yang bahkan dikenal sebagai "Bumi Sholawat" karena antusiasme masyarakatnya yang luar biasa. Mereka rutin menggelar majelis sholawat baik skala kecil maupun besar, bahkan tak jarang menghadirkan tokoh nasional seperti Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf.
Tadarus dan sholawatan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Lamongan selama Ramadan. Tradisi ini tumbuh dari rasa cinta kepada Al-Qur'an dan Nabi Muhammad SAW. Bukan sekadar rutinitas, tapi cerminan bahwa nilai-nilai keagamaan masih sangat dijaga dan dihargai. Dari Lamongan, kita belajar bahwa Ramadan tak hanya soal ibadah pribadi, tapi juga soal kebersamaan dan menjaga semangat religius secara kolektif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI