Pemikiran Socrates, filsuf dari Yunani kuno, kembali menjadi topik perbincangan di kalangan para pelaku hukum dan politik masa kini. Salah satu isu yang hangat dibahas adalah: apakah Socrates berpendapat bahwa sistem hukum dalam demokrasi adalah sistem yang bermasalah?
Pertanyaan ini muncul dalam sebuah seminar tentang filsafat hukum yang diadakan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia, di mana para intelektual berusaha menginterpretasikan kembali pandangan Socrates mengenai demokrasi, khususnya berkaitan dengan sistem hukum dan keadilannya.
Socrates: Korban dari Sistem Demokrasi Athena
Socrates terkenal berkat tulisan-tulisan muridnya, Plato, yang mendokumentasikan berbagai dialog penting, seperti Apology, Crito, dan The Republic. Dalam Apology, diceritakan bagaimana Socrates diadili dan divonis hukuman mati oleh pengadilan demokratis di Athena dengan tuduhan merusak moral para pemuda dan tidak mengakui para dewa negara.
Dalam pembelaannya, Socrates tak hanya mempertanyakan tuduhan yang dialamatkan kepadanya, tetapi juga mengkritik proses peradilan yang dipengaruhi oleh opini publik, bukan oleh kebenaran atau logika.
"Demokrasi memberikan kesempatan kepada semua orang untuk bersuara, tetapi tidak semua orang memiliki pengetahuan yang cukup untuk menentukan apa yang benar dan salah," kata Prof. Arief Santoso, Guru Besar Filsafat Hukum UI, dalam presentasinya.
Demokrasi dan Ancaman Mayoritarianisme
Dalam dialog The Republic, Plato melalui karakter Socrates menggambarkan kelemahan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan yang cenderung menimbulkan kekacauan. Demokrasi dianggap memberikan kebebasan yang berlebihan sehingga memungkinkan individu yang kurang bijak untuk memimpin, dan hukum sering digunakan sebagai alat kepentingan mayoritas.
"Sistem hukum dalam demokrasi dapat menjadi cacat bukan karena maksud buruk, melainkan karena keputusan hukum diambil berdasarkan suara terbanyak, bukan berdasarkan pertimbangan rasional," jelas Dr. Lestari Widyaningsih, dosen filsafat politik dari UGM.
Socrates menyadari bahwa tanpa kebijaksanaan dan nilai-nilai moral, demokrasi dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh retorika populis, yang berpotensi merusak institusi, termasuk hukum itu sendiri.
Namun Socrates Tetap Menghormati Hukum