Sky Lounge: Kota di Bawah Tumit Stiletto
Lift kaca berhenti di lantai 47. Pintu terbuka, dan angin malam Jakarta---yang harum parfum berganti-ganti antara tuberose dan oud---menerobos masuk. Sky lounge itu sedang ramai: neon biru lembut berbaur dengan cahaya lilin, infinity pool di tepi balkon memantulkan city light yang memantul-mantul seperti bintang yang malas turun ke bumi. DJ memainkan house minimalis; bass-nya hanya cukup untuk membuat dada berdesir tanpa harus teriak-teriak saat ngobrol.
Di pojok dekat pagar kaca, ada meja bulat marmer dengan kursi velvet hijau zamrud. Di situlah geng arisan "Lily Circle" berkumpul: Shafira---ratu event planner yang feed Instagram-nya seperti katalog hidup sempurna; Dira---kolektor tas mewah yang punya teori sendiri tentang "tas sebagai aset"; Maya---pengacara korporat yang bicara seolah setiap kalimat harus bisa dipakai di pengadilan; Anindya---mantan jurnalis gaya hidup yang kini jadi ghostwriter untuk selebgram, rapi tapi lelah di mata; dan Keisha---wellness entrepreneur yang jual program detox tiga hari dengan harga setara gaji UMR sebulan.
"Guys, wait, tunggu dulu sebelum duduk," seru Shafira, mengangkat ponselnya dengan cekatan. "Latar city light-nya perfect. Satu boomerang cheers, abis itu flatlay welcome bites. Quick ya---biar vibe-nya masih natural."
"Natural tapi diambil dua puluh kali," gumam Maya sambil menyunggingkan senyum. Namun ia ikut mengangkat gelas, karena brand deal bulan ini menuntut minimal delapan story seminggu dengan caption tagar womenwhowin.
"An, bibir kamu jangan terlalu ketarik, ntar garis senyumnya kebaca," bisik Keisha ramah, menyodorkan lip gloss yang katanya plumping tapi aman buat kulit sensitif. Anindya menurut, mengoles tipis.
Klik. Flash. Tawa yang dipoles.
Waiter datang membawa mocktail dengan nama rumit: Violet Skyline (bunga telang, lemon, rosemary); Ginger Nebula (jahe bakar, madu liar); dan Ruby Hour (delima, jeruk bali). Shafira menepuk tangan, "Lovely! Sumpah, kita tuh blessed. Liat view-nya, liat kita, liat masa depan."
"Masa depan yang berbau cicilan," celetuk Maya, setengah bercanda setengah mengingatkan diri sendiri.
Dira sudah mengeluarkan tas barunya---Herms Kelly berwarna vert criquet yang langka. "Ini bukan cicilan, ini heritage investment," katanya mantap. "Kalo anakku nanti masuk kuliah, tas ini bisa jadi tuition fund."