Mohon tunggu...
Restu Mahendri
Restu Mahendri Mohon Tunggu... Pengajar

Hobi saya menyanyi dan mendengarkan musik karena hal ini sangat menyenangkan dam bisa melepaskan penat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengintegrasikan Falsafah Tri Hita Karana : Mewujudkan Tata Ruang Selaras dan Pendidikan SMA berbasis Kearifan Lokal

5 Oktober 2025   16:56 Diperbarui: 5 Oktober 2025   16:56 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengintegrasikan Falsafah Tri Hita Karana: Mewujudkan Tata Ruang Selaras dan Pendidikan SMA Berbasis Kearifan Lokal

Mengintegrasikan Falsafah Tri Hita Karana: Mewujudkan Tata Ruang Selaras dan Pendidikan SMA Berbasis Kearifan Lokal

1. Pengantar 

Coba kita visualisasikan sebuah lanskap perkotaan kontemporer: deretan pencakar langit yang masif, arteri jalan yang dipenuhi kemacetan lalu lintas tak berkesudahan, dan area hijau yang kian tergerus. Bencana banjir seolah menjadi agenda rutin, diiringi dengan interaksi sosial antarpenghuni yang terasa semakin berjarak. Lalu, mari kita sandingkan dengan penataan permukiman adat di Bali. Di sana, Pura berdiri sebagai poros spiritual (kawasan suci), berdampingan dengan hunian warga yang tertata secara komunal (kawasan interaksi sosial), dan dikelilingi oleh bentangan sawah sebagai penopang kehidupan (kawasan alam). Nuansa harmoni dan keteraturan begitu kental terasa.

Kontras yang tajam ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan manifestasi dari sebuah filosofi agung bernama Tri Hita Karana (THK). Konsep yang bermakna "tiga sumber kesejahteraan" ini menawarkan resep warisan leluhur untuk mencapai keselarasan. Namun, signifikansinya justru semakin menguat di era modern. Di tengah krisis lingkungan dan sosial yang melanda dunia, serta sistem pendidikan yang kian tercerabut dari budayanya, sebuah pertanyaan krusial mengemuka: bisakah kearifan lokal semacam Tri Hita Karana dijadikan pedoman untuk menata kembali lingkungan hidup kita seraya mendidik generasi penerus? Solusinya mungkin tersimpan dalam warisan kearifan kita sendiri.

2. Latar Belakang

Problem penataan ruang di berbagai daerah Indonesia sudah berada pada level yang mengkhawatirkan. Pembangunan yang hanya mengejar target pertumbuhan ekonomi acapkali melupakan daya dukung lingkungan dan keselarasan sosial. Data yang dirilis oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dari waktu ke waktu mengonfirmasi adanya tantangan serius dalam mengendalikan konversi lahan produktif serta memenuhi standar Ruang Terbuka Hijau (RTH). Dampaknya, kita dihadapkan pada kota-kota yang rapuh terhadap ancaman bencana ekologis seperti banjir dan erosi, serta hilangnya ruang-ruang komunal yang berfungsi sebagai perekat interaksi warga. Identitas lokal pun perlahan terkikis akibat tren desain urban yang seragam dan tanpa karakter.

Pada saat yang sama, sektor pendidikan juga bergelut dengan problematikanya. Kurikulum nasional dinilai cenderung teoritis dan terasing dari konteks kehidupan nyata siswa. Akibatnya, generasi baru tumbuh dengan wawasan global yang luas, namun sering kali gamang terhadap nilai dan potensi lokal di sekeliling mereka. Mereka mungkin fasih memaparkan teori pembangunan berkelanjutan dari buku, tetapi gagap saat diminta menunjukkan praktik kearifan ekologis yang hidup di tengah masyarakatnya. Terbentuk jurang pemisah antara materi di kelas dan tantangan faktual di lingkungan sekitar. Di sinilah letak urgensinya: kita perlu penghubung antara perencanaan lingkungan fisik (tata ruang) dengan pembinaan karakter (pendidikan). Falsafah Tri Hita Karana hadir sebagai landasan fundamental untuk membangun jembatan itu.

3. Pembahasan

Membumikan Falsafah Tri Hita Karana dalam Penataan Ruang

Tri Hita Karana (THK) merupakan sebuah filosofi kehidupan masyarakat Bali yang berakar pada ajaran Hindu, tetapi mengandung nilai-nilai yang relevan secara universal. Prinsip utamanya adalah meraih kebahagiaan dengan menjaga keseimbangan dalam tiga relasi fundamental:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun