Ditutup kembali lembaran hasil belajarmu sewaktu dulu. Disimpan kembali ke asalnya, di rak khusus dokumen. Senyumanmu muncul, mengingat beberapa kejadian yang telah lampau. Kejadian yang terjadi beberapa tahun ke belakang, yang mendorongmu untuk jadi kamu yang sekarang. Ada suara-suara yang mengantarkanmu sampai detik ini. Suara-suara itu, kembali terdengar setelah sekian lama kamu redam.
"Pintar itu ya ketika seseorang bisa juara kelas."
"Masuk sepuluh besar saja kamu tidak mampu. Bagaimana kelak kamu akan sukses?"
Ucapan itu kamu dengar beberapa tahun yang lalu, yang kamu bawa selama ini sampai akhirnya kamu mampu melampaui dirimu sendiri. Kamu berada di puncak ini, dengan ucapan-ucapan yang tidak pernah hilang di telinga. Tidak pernah benar-benar bisa hilang.
Karena, ketika kamu sudah mencoba melupakannya, tanpa sengaja kamu teringat apalagi ketika sekarang ini, ketika kamu membereskan dokumen-dokumen lama, memaksamu masuk kembali pada kenangan itu.
Memang, pada dasarnya, kita tidak akan pernah bisa melupakan apa pun yang pernah terjadi dalam hidup kita. Walaupun sudah bertahun-tahun lamanya. Memori kita akan terus menyimpan rekam jejak di setiap perjalanan, mau tidak mau kita akan mengingatnya lagi.
Biasanya, kalau kenangan itu baik, kita akan mencoba mengenang ingatan itu. Semua akan tampak jelas sesuai dengan apa yang kita ingin ingat. Namun kalau kenangan itu buruk, kita akan mencoba bahkan berusaha keras untuk tidak mengingatnya lagi. Kita akan berusaha untuk bisa melupakan setiap kejadian pahit itu, bahkan kalau bisa, kita ingin kejadian itu hilang dalam memori dan ingatan kita.
Sayangnya, itu tidak akan pernah terjadi. Apa pun dan bagaimana pun bentuknya, yang namanya kenangan, entah itu menyenangkan maupun menyakitkan, akan selalu tersimpan dalam memori ingatan. Dia tidak akan benar-benar hilang. Dia akan terus ada, selama kita berusaha mengingatnya, baik sengaja atau tidak sengaja.
Kita tidak akan pernah bisa melupakannya. Kalau pun bisa, itu hanya sementara. Nanti di lain kondisi, di waktu yang lain, ingatan itu akan tetap ada. Tugas kita hanya mencoba untuk menutup rapat setiap kenangan yang tidak kita suka. Kita yang mengendalikan ingatan kita.
Bukan melupakan, tapi mencoba mengalihkan pada hal lain. Bukan menghilangkan, tapi mencoba menjadikannya pembelajaran hidup. Pengalaman agar nantinya kita bisa belajar dari kejadian itu, untuk menjadi manusia yang lebih baik ke depannya.
Seperti saat ini, ucapan orang-orang kembali teringat tanpa sengaja. Dulu, kamu hanya murid yang tidak menonjol. Bukan tidak mau menonjol, hanya saja kamu belum menemukan passion dan bakatmu. Iri hati dengan orang lain menurutmu sudah biasa. Kamu sering memimpikan berada di urutan pertama, kedua, ketiga, keempat di kelas, tapi tidak pernah kejadian.
Dan, ada satu kalimat yang membekas di pikiranmu,
"Kalau di kelas saja bodoh, bagaimana kamu kelak akan meraih mimpimu?"
Orang-orang meragukanmu. Orang-orang menyibukkan diri meramal masa depanmu, yang hanya bisa kamu tertunduk, meresapi ucapan-ucapan itu yang menyakiti hati. Ingin sekali kamu berucap, tapi percuma. Kamu menyadari bahwa kamu bukanlah murid yang bersinar, kemampuanmu tidak ada, bahkan kamu pun bingung apakah kamu punya kemampuan atau tidak.
Tapi, hari ini telah datang. Hari di mana kamu punya tekad untuk bisa membanggakan orangtuamu. Hari di mana kamu berpikir, untuk meraih keberhasilan yang diimpikan tidak harus rangking 1 di kelas. Murid rata-rata sepertimu, mampu meraih mimpi, tanpa embel-embel bahwa kamu juara bertahan selama di sekolah. Apalagi dengan beberapa kondisi yang kamu lihat belakangan ini.
Banyak orang yang berpengaruh di dunia, mereka tidak mengalami rangking 1 di kelasnya. Thomas Alva Edison, dia bukan murid terbaik di kelasnya. Bahkan, dia murid bodoh yang dikeluarkan dari sekolah. Tapi, Thomas mampu menemukan lampu pijar yang kini dikenal oleh penjuru dunia.
Tapi, bukan berarti setelah kamu menemukan fakta baru tentang orang sukses yang tidak berasal dari rangking 1 di sekolahnya, lantas mematahkan semangat orang lain dan mengatakan bahwa kita tidak perlu rangking 1.
Jangan karena untuk menghibur hatimu, kamu mematahkan hati orang lain. Menjadi sukses tidak harus rangking 1, tapi bukan berarti mereka yang berusaha keras untuk menjadi yang terbaik di kelasnya malah kamu patahkan semangatnya, dan bilang bahwa rangking 1 tidak menjamin apa-apa di masa depan.
Semua orang mempunyai tekanannya sendiri-sendiri. Kamu dengan tekananmu yang tidak pernah menjadi murid terbaik, begitu pula dia dengan tekanannya yang selalu menjadi murid terbaik.
Kamu yang selalu berpikir bahwa kamu tidak mungkin menjadi orang sukses, dia pun sama mempunyai beban yang selalu dipikirkan. Kamu hanya tidak tahu itu.
Orang yang selalu menempati perangkat teratas dalam hidupnya, mereka akan selalu berusaha bertahan dalam kondisi tersebut. Suatu hal yang menurut orang lain merupakan kelebihan yang tidak dimiliki oleh banyak orang, tapi menurut mereka ialah suatu beban berat.
Mereka berpikir, bagaimana caranya supaya label itu tetap terjaga. Eksistensi itu tetap dipertahankan. Hal ini justru bukan hal yang mudah, mereka berjuang untuk bisa lebih baik ke depannya, terlebih orang-orang telah melihatnya sebagai manusia teratas.
Karena beban beratnya itu, tak jarang manusia yang sering dijuluki pintar, jenius, serba bisa tersebut merasa depresi, saking beratnya beban mereka. Mereka harus benar-benar bisa membuktikan bahwa mereka memang berkualitas, seperti yang dikatakan orang-orang. Ketika prestasinya turun sedikit, akan jadi masalah besar. Sikap down dan putus asa kerap menyelimuti harinya.
Hidupnya sering mendengar kalimat semacam,
"Ah, kamu kan udah hebat. Masa gitu aja tidak bisa?"
"Hal seperti ini bukanlah hal sulit bagimu. Tak perlu khawatir atau tidak percaya diri."
"Memangnya, kamu butuh belajar? Kamu kan sudah bisa, harusnya kamu mengajarkan orang lain yang belum bisa."
Padahal, sejenius apa pun seseorang, dia akan tetap butuh yang namanya belajar, berdiskusi, berbagi. Tidak ada satu orang pun yang tidak mengalami kesulitan di dunia ini. Semua akan mengalami titik tersulit dalam hidupnya, bedanya setiap orang akan diuji dalam bentuk yang berbeda-beda.
Kita pun sama. Aku memiliki kesulitan tersendiri yang tidak kamu tahu, begitu pula kamu memiliki kesulitan tersendiri yang tidak aku ketahui. Kita sama-sama memiliki kesulitan di dalam hidup kita. Entah berupa apa kesulitan itu, tapi yang jelas entah apa pun bentuk kesulitan yang terjadi, namanya kesulitan, dia akan tetap menjadi sebuah kesulitan yang tidak mudah.
Dan, ketika ada pertanyaan tentang apakah pintar itu harus rangking 1, maka jawabannya ialah tidak. Kepintaran seseorang bukan hanya dilihat dari hasil rapor belajar siswa, bukan dilihat dari nilai yang didapat setiap ujian, maupun bukan dilihat dari rangking berapa yang dia dapatkan di saat pengumuman.
Manusia yang Allah ciptakan berbeda-beda. Tapi, Allah telah menyelipkan kelebihan pada setiap dari mereka. Kelebihan manusia satu tentu berbeda dengan kelebihan manusia lain. Ada yang mempunyai kelebihan di bidang matematis, ada yang mempunyai kelebihan di bidang seni, ada yang mempunyai kelebihan dalam bersosialisasi, dan berbagai kelebihan lain yang sama pentingnya.
Apakah pintar itu harus rangking 1? Jawabannya sama, tidak. Tapi, bukan berarti kita hanya berdiam diri tanpa belajar, asal masuk sekolah tanpa mengerjakan peer, mengikuti ujian tanpa adanya target nilai.
Walaupun pintar itu tidak harus rangking 1, setidaknya ketika kita berhasil menjadi juara kelas atau pun juara apa pun, itu ialah bukti bahwa kita tidak pernah main-main dalam melakukan sesuatu. Kita pernah sebegitu kerasnya belajar, memahami materi yang diajarkan oleh guru, mengerjakan tugas dengan baik, menghormati orang yang lebih tua, sampai akhirnya kita menjadi juara kelas.
Hal ini lantas menjadi suatu kebanggaan untuk kita, bahwa setiap apa pun yang kita lakukan, hasil tidak akan mengkhianati proses. Selama proses yang kita jalani dilakukan dengan cara yang baik, insyaallah hasilnya pun akan baik.
Kita memang tidak diharuskan untuk menjadi rangking 1 di kelas, tapi kita harus belajar dengan sungguh-sungguh bahkan serius menjalaninya.
Dan, menjadi rangking 1 di kelas menjadi bukti bahwa kita pernah berusaha.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI