Mohon tunggu...
Restianrick Bachsjirun
Restianrick Bachsjirun Mohon Tunggu... Ketua Umum Perhimpunan Revolusioner Nasional (PRN)

Direktur Pusat Studi Politik, Hukum dan Ekonomi Nusantara (PuSPHEN), Founder Network For South-East Asian Studies (NSEAS), Ketua Umum Perhimpunan Revolusioner Nasional (PRN), Alumni Fisip Universitas Jayabaya, Jakarta, dan juga seorang Entreprenuer Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemuda, Mistisisme Kebangsaan, dan Pengkhianatan yang Berulang: Dari G30S/PKI hingga Pertarungan Melawan Oligarki Predatoris

26 September 2025   10:08 Diperbarui: 26 September 2025   10:08 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendahuluan: Sejarah Sebagai Cermin Pengkhianatan

Sejarah bangsa Indonesia selalu ditandai oleh pertarungan antara idealisme dan pengkhianatan. Sejak masa kolonialisme, bangsa ini mengalami eksploitasi, penjajahan, dan manipulasi oleh kekuatan asing yang berkolaborasi dengan elit pribumi tertentu. Kemerdekaan 1945 seolah menjadi titik kulminasi perjuangan, tetapi pasca-proklamasi bangsa ini masih harus berhadapan dengan ancaman internal berupa pemberontakan bersenjata, infiltrasi ideologi, hingga perpecahan politik. Salah satu yang paling menorehkan luka dalam adalah pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan berbagai bentuknya: Madiun 1948 dan Gerakan 30 September 1965.

Namun sejarah juga menunjukkan, setiap kali bangsa ini dihadapkan pada pengkhianatan besar, selalu ada kekuatan moral yang muncul dari pemuda. Dari Sumpah Pemuda 1928, revolusi 1945, hingga gerakan 1966 dan 1998, pemuda hadir sebagai benteng terakhir bangsa. Mereka mengusung semangat yang melampaui kalkulasi politik, sebuah kekuatan spiritual yang dapat disebut sebagai mistisisme kebangsaan: keyakinan bahwa Indonesia adalah takdir sejarah yang harus dijaga dengan pengorbanan total.

Hari ini, bangsa Indonesia kembali berada di persimpangan sejarah. Bentuk pengkhianatan tidak lagi berupa ideologi totalitarian yang menantang Pancasila secara terang-terangan, melainkan jaringan oligarki predatoris yang menyandera institusi negara, merampok uang rakyat, dan melemahkan demokrasi. Mereka bekerja dalam senyap, menyusup ke partai politik, birokrasi, bahkan lembaga peradilan. Bedanya, jika PKI dahulu memproklamirkan diri sebagai kekuatan revolusioner, oligarki predatoris menyamar sebagai penyelamat pembangunan.

Di tengah situasi ini, peran pemuda dan mahasiswa kembali dituntut. Apakah mereka masih mampu menjadi moral force seperti tahun 1966, ataukah sudah terperangkap dalam fragmentasi, kooptasi, dan pragmatisme? Artikel ini ingin menelusuri perjalanan historis dari spirit 1966 hingga tantangan masa kini, lalu mengajukan tesis bahwa hanya dengan menghidupkan kembali kesadaran mistis kebangsaan, bangsa Indonesia dapat melawan pengkhianatan oligarki predatoris dan menuju Indonesia Emas 2045.

Spirit 1966: Mistisisme Kebangsaan dan Moral Force Pemuda

Gerakan 1966 tidak hanya lahir dari kekecewaan terhadap PKI atau kelemahan rezim Orde Lama, tetapi dari sebuah kesadaran moral kolektif bahwa bangsa ini terancam kehilangan jati dirinya. Generasi mahasiswa waktu itu menyaksikan bagaimana PKI dengan strategi infiltrasi berhasil menancapkan pengaruh di tubuh negara, militer, hingga organisasi rakyat. Tragedi 30 September 1965 menjadi titik balik: peristiwa itu menyadarkan publik bahwa ideologi totalitarian tidak hanya mengancam stabilitas politik, tetapi juga kelangsungan hidup bangsa.

Perbedaan gerakan 1966 dengan gerakan politik lain adalah spiritnya. Mereka tidak sekadar menuntut perubahan kebijakan atau pergantian elite, melainkan mengusung sebuah misi moral yang lebih besar: menyelamatkan Pancasila dan Republik. Inilah yang kemudian dikenal sebagai moral force, kekuatan mahasiswa yang tidak terikat kepentingan politik jangka pendek.

Mistisisme kebangsaan muncul dalam bentuk keyakinan bahwa bangsa ini memiliki misi historis yang suci. Karena itu, gerakan mahasiswa 1966 tidak hanya bergerak dengan retorika politik, tetapi juga dengan energi spiritual. Mereka menyatu dalam solidaritas lintas kampus, lintas agama, dan lintas ideologi non-komunis. Spirit ini yang membuat gerakan 1966 mampu menggulingkan rezim lama dan membuka jalan bagi lahirnya Orde Baru.

Namun sejarah juga memberi pelajaran pahit: ketika moral force kehilangan kesadaran mistisnya dan terjebak dalam kompromi politik, ia bisa disalahgunakan. Orde Baru yang lahir dari rahim gerakan 1966 pada akhirnya justru menjelma menjadi rezim otoriter yang menindas kebebasan mahasiswa di kemudian hari. Maka, spirit 1966 harus dibaca bukan sebagai nostalgia romantis, melainkan sebagai pengingat bahwa moral force hanya bisa hidup bila ditopang oleh kesadaran mistis kebangsaan yang sejati, bukan sekadar tuntutan politik sesaat.

Dari Pengkhianatan PKI ke Oligarki Predatoris

Jika musuh utama bangsa pada 1960-an adalah PKI yang hendak mengganti Pancasila dengan ideologi totalitarian, maka musuh terbesar hari ini adalah oligarki predatoris. Mereka bukan sekadar kelompok kaya, melainkan jejaring kekuasaan yang mengendalikan kebijakan publik untuk kepentingan pribadi. Modus operandi mereka lebih halus tetapi lebih berbahaya: korupsi sistemik, perampokan aset negara, manipulasi regulasi, dan dominasi atas sumber daya alam.

Berbeda dengan PKI yang menghadapi perlawanan langsung, oligarki predatoris bekerja melalui kooptasi. Mereka menyusup ke partai politik, mendanai kampanye, menguasai media, bahkan menunggangi agenda pembangunan. Dampaknya sangat nyata: ketimpangan sosial melebar, petani kehilangan tanahnya, nelayan tersingkir, dan rakyat kecil harus membayar harga mahal dari pembangunan yang dikendalikan segelintir orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun