Mohon tunggu...
Resti Sari
Resti Sari Mohon Tunggu... Perawat - tie

Penulis amatir, pengkhayal profesional

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Korban Gempa yang "Ditinggalkan" dalam Kabut Duka

31 Desember 2018   16:40 Diperbarui: 31 Desember 2018   17:07 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang perempuan melintas dekat kios yang temboknya roboh pascagempa bumi di Dusun Lendang Bajur, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Senin (6/8/2018). (Kompas.com)

Tahun baru 2019 akan segera datang. Namun, tak semua rakyat Indonesia akan bisa menikmati kemeriahan malam pergantian tahun. Terutama para pengungsi korban bencana gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sudah enam bulan sejak bencana, ratusan ribu masih hidup dalam pengungsian. Rumah mereka yang porak-poranda belum dibangun karena ketiadaan dana. Sementara janji bantuan rumah dari pemerintah sebesar Rp50 juta, tak kunjung ada kejelasannya.

Kondisi kehidupan para pengungsi ini sungguh memperihatinkan. Dilaporkan TV One dalam Kabar Petang edisi Minggu (30/12/2018), para pengungsi korban gempa di Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara dan Kecamatan Sembalun Lombok Timur, masih tinggal di tenda-tenda darurat yang kondisinya sudah tidak layak.

Bahkan, sebuah keluarga di Desa Sambik Elen, Kecamatan Bayan, terpaksa tidur di kandang kambing, lantaran rumah mereka sudah rata dengan tanah. Sebuah kondisi yang sangat memiriskan. Sepertinya, musibah yang mereka alami tidak berkesudahan.

Padahal, janji pemerintah dulu sangat manis sekali. Warga yang rumahnya rusak akibat gempa, berjumlah sekitar 80 ribu kepala keluarga, akan mendapat bantuan masing-masing Rp50 juta. Bantuan itu akan diberikan dengan secepatnya, tanpa ada syarat yang memberatkan.

Nyatanya, enam bulan pascabencana, dana tersebut tak kunjung terlihat wujudnya. Pemerintah beralasan belum selesai melakukan verifikasi terhadap korban gempa. Hingga kini baru ada sekitar 20 ribu kepala keluarga yang selesai didata.

Hal ini kian membuktikan bahwa pemerintah kita gagap dalam menanggulangi bencana. Mereka juga terkesan setengah hati membantu para korban gempa. Baik itu dalam tanggap darurat bencana maupun pada upaya pemulihan pascagempa.

Kondisi yang sangat bertolakbelakang dengan penanganan bencana era pemerintahan sebelumnya, kala dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia tak gagap menghadapi kondisi darurat. Justru ia menginstruksikan pemerintahannya untuk totalitas membantu rakyat yang menjadi korban.

Salah satu kebijakan SBY yang dipuji adalah dengan memindahkan kantor ke daerah bencana. Ia pernah berkantor di Aceh, lalu di Padang, dan kemudian di Yogyakarta. Upaya itu dilakukan SBY guna memantau langsung proses tanggap darurat bencana.

Langkah ini terbukti jitu, karena dengan keberadaan orang nomor satu, semua elemen negara bergerak untuk totalitas melakukan evakuasi, rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.

Keberadaan SBY berlama-lama di lokasi bencana, juga menjadi obat mujarab bagi korban gempa. Mereka merasa diperhatikan oleh pemimpinnya. Dipedulikan, tidak ditinggal sendirian dalam kabut kedukaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun