Mohon tunggu...
Resti Sari
Resti Sari Mohon Tunggu... Perawat - tie

Penulis amatir, pengkhayal profesional

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rezim SBY Lebih Represif, Benarkah?

29 Agustus 2018   12:43 Diperbarui: 29 Agustus 2018   13:10 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini, politikus Partai Nasdem, Irma Suryani Chaniago, melontarkan tudingan bernada sinis kepada pemerintahan sebelumnya yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurut Irma, era SBY lebih represif menghadapi rakyat ketimbang Joko Widodo (Jokowi). Apa benar seperti itu?

Di tengah nyaringnya kritikan terhadap pemerintah yang dirasa berupaya menutup pintu demokrasi, menghalangi kebebasan berpendapat, pendukung penguasa ini justru hendak membandingkan rezim ini dengan sebelumnya. Apa ini tidak mencabik baju di dada namanya?

Dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas terlalu banyak dugaan pelanggaran demokrasi yang dilakukan rezim ini. Namun, lebih banyak akan membahas bagaimana sikap pemerintah terdahulu menghadapi para pengkritiknya. Setidaknya untuk menyegarkan memori kita bahwa tudingan Irma tersebut sangat mengada-ada.

Tagar #ShameOnYouSBY

Pada September 2014, jagat media sosial Twitter diramaikan oleh tagar #ShameOnYouSBY. Kemunculan tagar itu dipicu aksi protes publik terhadap sikap Partai Demokrat yang melakukan walk out dalam sidang pembahasan RUU Pilkada. 

SBY yang kala itu sudah berada di penghujung masa bhakti, tidak merespon negatif protes publik itu. Tak ada pula yang melarang-larang tagar itu untuk terus disuarakan, dan tidak ada pula yang melakukan sweeping terhadap demonstran yang membawa spanduk bertuliskan tagar tersebut.

Cabut Mandat SBY

Sedikit jauh ke belakang, Aktivis Hariman Siregar pernah menggalang massa untuk turun ke jalan pada Senin 15 Januari 2007. Aksi yang bertajuk Pawai Rakyat Cabut Mandat ini diklaim sebagai simbol ketidakpuasan rakyat terhadap kinerja pemerintah. Aksi ini diikuti sejumlah tokoh yang tergabung dalam Indonesian Democracy Monitor (Indemo) serta 52 elemen antara lain aktivis tahun 1974, aktivis mahasiswa, buruh, nelayan, dan etnis Tionghoa.

Pada 2014, aksi serupa kembali terulang. Kali ini dikomandoi Hatta Taliwang. Mantan anggota DPR periode 1999-2004 dan salah satu dari 50 tokoh pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) yang sempat menjadi tersangka kasus makar di rezim Jokowi ini, menyerukan tuntutan dan melakukan upaya untuk menggulingkan kekuasaan Presiden SBY.

Hatta mengirimkan surat terbuka pada MPR-DPR untuk memanggil SBY atas dugaan tidak transparan tentang utang yang masih ditanggung negara. Ia bersama Komite Nasional Penyelamat Rakyat (KNPR) juga mendorong adanya sidang istimewa untuk menurunkan Presiden SBY.

Secara aturan, kedua aksi tersebut inkonstitusional. Bertentangan dengan aturan dan menyalahi konstitusi. Namun, pemerintah saat itu sama sekali tidak menanggapinya dengan represif. Tidak ada yang ditangkap, apalagi didakwa sebagai pelaku perbuatan makar terhadap pemerintahan yang sah. Terasa sekali kan bedanya dengan era sekarang ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun