Mohon tunggu...
Resita Dewiningrum
Resita Dewiningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jember

Good Chance

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Parah, Hiperinflasi Kembali Gerogoti Zimbabwe Sepanjang Tahun 2022

2 April 2023   15:24 Diperbarui: 2 April 2023   15:27 1860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekuatan ekonomi bagi suatu negara merupakan salah satu senjata penting untuk menopang kehidupan bernegara tersebut. Harga barang, jasa, nilai mata uang, merupakan hal-hal yang sangat dijaga bagi suatu negara. Jika membahas mengenai harga barang, jasa, dan nilai mata uang, erat kaitannya dengan salah satu masalah perekonomian yaitu inflasi. 

Inflasi dapat digambarkan dengan suatu kondisi negara yang nilai atau harga barang dan jasanya mengalami lonjakan dalam skala waktu lama. Namun tidak hanya itu, disamping harga barang jasa tersebut, juga terdapat nilai mata uang yang turun bahkan tidak berharga lagi, akibat jumlah edar uang yang tidak terkontrol dan menghasilkan peredaran yang tinggi.

Kondisi yang cukup memprihatinkan tersebut juga dirasakan oleh negara di benua Afrika bagian selatan yaitu Zimbabwe. Inflasi yang dirasakan Zimbabwe ini bukanlah kejadian pertama kali. Pada tahun 2008, Zimbabwe juga pernah mengalami inflasi dengan total 231 juta persen. Hal ini dikarenakan adanya tingkat suplai yang melewati batas. 

Pada saat itu presiden Zimbabwe melakukan pencetakan uang dengan jumlah yang besar untuk pendanaan kampanye pemilu. Angka inflasi yang sangat tinggi tersebut juga menyebabkan Zimbabwe melakukan redenominasi mata uang. Hal tersebut dilakukan dengan cara penyederhanaan uang senilai 10 milliar dolar Zimbabwe menjadi nilai 1 dolar Zimbabwe. Inflasi 2008 ini pun menghasilkan kondisi perekonomian yang tidak terkendali, masyarakat sendiri pun kesusahan untuk mendapatkan bahan pokok mereka untuk sehari-hari.

Kondisi inflasi pada tahun 2008 ternyata masih berbuntut pada tahun 2022. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan data dibawah ini.


Images by Trading Economics
Images by Trading Economics

Menurut data persentase inflasi Zimbabwe diatas, pada tahun 2022 zimbabwe kembali digulung oleh hiperinflasi. Dapat dilihat per bulan Agustus 2022 presentase inflasi Zimbabwe menyentuh angka 285%. Inflasi Zimbabwe pada tahun 2022 ini dimulai pada bulan April yang menyentuh angka 96,4%, bulan Mei naik menjadi 131,7%, dan terus naik pada bulan Agustus. 

Per bulan September tingkat inflasi Zimbabwe mulai mengalami penurunan yaitu 280,4%, bulan Oktober 268,8%, hingga bulan Desember 2022 mencapai 243,8%. Meskipun mengalami penurunan, tingkat inflasi tersebut masih tergolong sangat tinggi.

Adanya hiperinflasi ini kembali salah satunya karena kebijakan peredaran uang yang melebihi batas, upaya redenominasi yang gagal, dan juga dampak dari perang Ukraina dan Rusia yang berimbas kepada Zimbabwe. 

Pencetakan dan pengedaran uang yang melebihi batas guna untuk membiayai pemerintahan Zimbabwe, menyebabkan harga barang melonjak tinggi. Lalu usaha redenominasi yang dilakukan oleh Zimbabwe pada tahun 2006, 2008, dan 2009 tidak kunjung membuat perekonomian negara tersebut membaik. Selain itu, masyarakat Zimbabwe pada saat itu juga lebih memilih untuk menggunakan dollar AS sebagai alat pembayaran, sehingga redenominasi tersebut dianggap gagal. 

Tidak berhenti disitu, adanya permasalahan dua negara antara Rusia dan Ukraina yang memiliki dampak bagi negara-negara lain, juga berdampak bagi Zimbabwe. Harga bahan pokok layaknya roti dan minyak goreng melonjak tinggi. 

Pada saat itu pemerintah melakukan upaya penekanan harga dengan penangguhan bea masuk bahan-bahan pokok tersebut. Adanya kekurangan mata uang asing juga membuat perusahaan-perusahaan local Zimbabwe melakukan perjuangan dengan membeli bahan pasokan ke luar negeri untuk melakukan produksi. Perang tersebut juga membuat Zimbabwe kehilangan pemasok utama gandumnya, tidak hanya gandum tetapi juga bahan kimia pertanian guna tanaman local.

Tingkat inflasi yang sangat tinggi ini tentunya berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat Zimbabwe. Dengan adanya inflasi ini maka banyak sekali barang atau bahan-bahan pokok masyarakat yang harganya sangat tinggi sehingga masyarakat mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. 

Ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari juga dapat menimbulkan berbagai penyakit yang datang, terutama bagi anak-anaknya. Namun, masyarakat Zimbabwe terkadang mengatasinya dengan cara barter kepada tetangga untuk saling membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Inflasi yang tinggi juga berdampak pada anggaran negara, yang mana juga berhubungan dengan sistem pembangunan negara tersebut yang harus terhambat. Bahkan pada data trading economics, anggaran pemerintah Zimbabwe sempat menyentuh -1,5% pada 2020 lalu. Dibawah ini terdapat data neraca perdagangan Zimbabwe.

Images by Trading economics
Images by Trading economics

Berdasarkan data tersebut dapat diartikan bahwasanya neraca perdagangan pada tahun 2022 mengalami defisit dikarenakan ekspor yang terganggu akibat inflasi yang terjadi di Zimbabwe.

Tentunya permasalahan hiperinflasi di Zimbabwe ini menjadi masalah yang serius dan menjadi pusat perhatian bagi pemerintahnya sendiri. Pemerintah membeberkan berbagai upaya guna menyelesaikan hiperinflasi yang menggerogoti Zimbabwe. Salah satunya yaitu menciptakan dan mengeluarkan koin emas yang dimanfaatkan untuk alat transaksi pada masyarakat. 

Koin emas tersebut memiliki detail seperti nomor seri pemiliknya sehingga dengan begitu dapat dikonversi menjadi uang tunai. Dengan upaya tersebut pemerintah Zimbabwe berharap dapat melakukan antisipasi atas depresiasi dolar Zimbabwe dan krisis mata uang. Selain itu, dengan kemunculan koin emas ini juga diharapkan dapat mengurangi likuiditas dolar yang ada di masyarakat, yang mana likuiditas tersebut sangat melebihi batas, dan juga dapat menarik kepercayaan investor pada dolar Zimbabwe. 

Namun, meskipun begitu, kemunculan koin emas sebagai alat bayar yang sah ini muncul berbagai kontroversi, bagi kalangan masyarakat. Beberapa ahli ekonomi mengatakan bahwa kebijakan tersebut merupakan kebijakan elit, yang hanya dapat dirasakan bagi masyarakat kaya, namun tidak berimbas baik kepada masyarakat golongan ekonomi kebawah. Tidak hanya pemerintah Zimbabwe yang berjuang sendirian, namun juga terdapat organisasi-organisasi internasional yang turut membantu meringankan beban masyarakat. Seperti dalam hal makanan, kebutuhan sehari-hari, dan bantuan-bantuan lainnya.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah Zimbabwe tersebut memiliki hasil dalam penekanan hiperinflasi yang terjadi. Hal tersebut juga dibuktikan pada presentase inflasi yang terjadi di Zimbabwe pada tahun 2023 yang mengalami penurunan dibawah 100%. Mengatasi permasalahan inflasi yang terus terjadi di Zimbabwe ini tentunya harus dengan perhatian yang besar, dimana tidak hanya memperhatikan kebaikan bagi negara, namun juga bagi kesejahteraan rakyat yang secara langsung merasakannya. 

Dengan peluncuran koin emas tersebut diharapkan dapat benar-benar menekan angka inflasi di Zimbabwe dan membuahkan hasil seperti apa yang diinginkan oleh pemerintah. Tidak lupa juga bagi kesejahteraan masyarakat disemua golongan, jadi tidak hanya menguntungkan bagi masyarakat ekonomi golongan menengah keatas, tetapi juga ekonomi golongan menengah kebawah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun