Mohon tunggu...
Resifa NurlailySoim
Resifa NurlailySoim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Mahasiswi Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Polemik Kesesatan Pikiran: Hoaks dan Ujaran Kebencian melalui Jejak Digital

22 April 2021   12:52 Diperbarui: 22 April 2021   13:07 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo Source: tandaseru.id

Dalam ilmu akal, aneka macam penjabaran tentang sesat pikir, tapi ada beberapa sesat pikir yang paling umum dilakukan sang orang Indonesia dalam berargumentasi. Apa saja?

1. Argumentum Ad Baculum

Bentuk logical fallacy yang terjadi pada argumentum ad baculum berdasarkan pada paksaan. pada hal ini seseorang memberikan argumen dengan cara memaksa bahkan mengancam orang lain agar putusan bulat dengan argumennya. Ancaman yang diberikan tidak hanya bersifat ekspresi melalui seruan istilah-kata atau penggunaan kalimat yang dianggap kasar. seorang yang terlibat argumentum ad baculum dapat mengancam orang lain dengan kekerasan fisik demi memenangkan argumen yang sudah ia buat.

2. Argumentum ad hominem

Argumen ini juga dipergunakan untuk melawan argumen lain, tetapi argumentum ad hominem selalu tidak sesuai liputan dan akal, serta sering tidak berkaitan dengan topik yang tengah dibahas atau terjadi. Bentuk berasal logical fallacy yang satu ini berupa agresi terhadap karakter eksklusif orang lain. Tujuannya merupakan buat memancing emosi orang tadi. Pernahkah engkau membaca komentar di media sosial? Katakanlah Instagram milik selebritas. di sana kamu bisa menemukan beberapa orang berdebat, lalu seseorang yg merasa argumennya lemah tiba-tiba menyampaikan kalimat yang bersifat menghina, terutama berbicara soal fisik. dengan tahu model tadi, tentu saja kamu memahami bahwa argumentum ad hominem bukan adalah sebuah upaya buat memecahkan suatu problem atau menyelesaikan perdebatan.

3. Argumentum Ad Misericordiam

Argumentum Ad Misericordiam artinya argumen yang didasarkan di perasaan belas kasihan sebagai akibatnya orang mau menerima atau membenarkan kesimpulan dari argumentasi tersebut. konklusi yang diambil tidak sama sekali menitikberatkan di insiden yg terjadi, akan tetapi semata-mata karena perasaan belas kasihan, cinta, serta aspek rasa lainnya. Misalnya, A artinya seseorang mahasiswa universitas B. Selama dua tahun A selalu mengulang mata kuliah C dan tak pernah lulus. pada tahun berikutnya, A balik merogoh mata kuliah C buat ketiga kalinya dengan dosen yang sama. karena perasaan kasihan, dosen pengampu mata kuliah tadi akhirnya meluluskan A menggunakan nilai pas-pasan. kondisi kasihan pada mahasiswa A tadi itulah yg dianggap Argumentum Ad Misericordiam.

Pada tahun 2016 dan 2017, ialah tahun penyebaran hoax terbesar pada Indonesia, galat satunya karena Pilkada DKI Jakarta yang mendapat perhatian besar masyarakat. karena itu, Presiden jokowi dengan tegas memerintahkan supaya semua pihak menghentikan penyebaran hoax, sebab telah sangat merugikan warga . Hoax menurut Bungin (2017) meskipun memiliki masa hidup' dalam kognitif lebih pendek dari di konstruksi sosial media massa, namun hoax mempunyai daya rusak sporadic yang bertenaga dan luas pada warga . Hoax adalah galat satu masalah serius dalam etika komunikasi karena dapat menghambat citra lawan. seluruh isu hoax tidak saja merugikan subjek hoax namun jua menyerang serta Mengganggu tatanan etika di rakyat, bahkan dapat menjadi mesin pembunuhan karakter seorang. sebab itu beberapa upaya antisipasi penyebaran hoax harus dilakukan.

Berdasarkan Menteri Komunikasi serta Informatika, Rudiantara, buat mengantisipasi isu hoax serta ujaran kebencian pada media umum dan website, monitoring ataupun penyaringan tidak bisa memakai cara yang sama. buat situs pemerintah, bisa langsung dilakukan pemblokiran, namun buat media sosial, kerjasama dengan penyedia layanannya wajib dilakukan terlebih dahulu. Kami melihat isi pesan, siapapun pemiliknya Bila isi pesannya bertentangan menggunakan regulasi ya selesai. Penegakan aturan itu urusan aparat. sementara cara untuk mencari pemilik akun media sosial yang mempublikasikan ujaran kebencian atau berita hoax bisa berdasarkan laporan rakyat ataupun pengawasan. Jika ada akun media umum yang tertangkap atau ketahuan berbagi gosip hoax, maka bisa eksklusif mengambil tindakan tanpa wajib ada pelaporan. dengan istilah lain, situs yang berindikasi berbagi ujaran kebencian serta hoax akan diblokir, sedangkan pada medium media umum akun-akun yang bertanggung jawab tadi akan ditutup. Lebih lanjut, Bila terdapat akun media sosial yang sudah masuk ranah aturan maka urusannya akan dipegang langsung oleh penegak aturan terkait. (Metrotvnews, 2016).

DAFTAR PUSTAKA

Swaradesy, R. G. (2020). Hoax Dan Logika Bahasa: Fenomena Niat Baik Dimanfaatkan Untuk Tipu Muslihat. Waskita: Jurnal Pendidikan Nilai dan Pembangunan Karakter, 2(1), 47-56.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun