Fahrul memeriksa dokumen dengan teliti, sementara Chandra melakukan wawancara singkat kepada setiap pelintas. Segalanya tampak normal sampai keduanya merasakan sesuatu yang janggal.
Beberapa orang yang datang tampak gugup ketika ditanya tujuan perjalanannya. Jawaban mereka terdengar kaku dan seragam, seolah telah dihafalkan sebelumnya.Â
Fahrul yang telah bertahun-tahun bertugas di wilayah perbatasan itu segera menyadari adanya keanehan. Nalurinya sebagai petugas lapangan berbisik bahwa sesuatu tidak beres.Â
Tanpa banyak bicara, ia memberi isyarat halus kepada rekannya, Chandra, untuk memperdalam pemeriksaan terhadap kelompok tersebut.
Bagi petugas imigrasi berpengalaman, intuisi sering kali menjadi alat utama selain aturan dan prosedur. Chandra memahami maksud isyarat itu.Â
Ia menanyakan kembali beberapa hal dengan pendekatan berbeda, mencoba menggali lebih dalam dengan cara yang tidak mengintimidasi.Â
Dalam waktu singkat, ketidakkonsistenan mulai tampak. Beberapa dokumen terlihat sah secara administratif, namun ada kejanggalan dalam rincian perjalanan dan identitas pemberi sponsor.
Kecurigaan itu segera diperkuat dengan hasil penelusuran lebih lanjut. Dari data dan keterangan yang dikumpulkan, diketahui bahwa para calon pelintas itu sebenarnya akan diberangkatkan secara ilegal melalui jalur darat menuju wilayah Malaysia.Â
Di balik perjalanan "resmi" itu ternyata terselip rencana jahat dari jaringan sindikat perdagangan manusia yang telah lama menjadi perhatian aparat penegak hukum.
Modus yang digunakan terbilang rapi. Para korban dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi di luar negeri, lengkap dengan dokumen yang tampak sah.Â
Namun, sesampainya di tujuan, mereka kerap dijadikan pekerja tanpa upah layak, bahkan sebagian di antaranya berakhir sebagai korban eksploitasi.Â