Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) memberikan penjelasan resmi terkait insiden tertembaknya seorang Warga Negara Indonesia (WNI) bernama Paulus Oki (58), yang terjadi di wilayah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste pada Senin, 25 Agustus 2025.Â
Peristiwa tersebut menimbulkan perhatian publik karena melibatkan aparat perbatasan negara tetangga dan menimpa warga sipil Indonesia yang tengah melakukan kegiatan sehari-hari.
Direktur Pelindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Judha Nugraha, dalam keterangan tertulis kepada media pada Kamis, 28 Agustus 2025, menjelaskan secara rinci kronologi insiden tersebut.Â
Menurutnya, peristiwa bermula ketika 24 warga Dusun Nino, Desa Inbate, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), sedang melaksanakan kegiatan gotong royong. Mereka membuka lahan untuk persiapan menanam jagung di sekitar patok provinsi nomor 36.
Di saat yang bersamaan, tim survei perbatasan dari Timor Leste juga melakukan kunjungan ke lokasi perbatasan tersebut.Â
Rombongan tim survei terdiri dari dua pejabat dinas pertanahan Timor Leste yang dikawal oleh lima personel kepolisian perbatasan atau Unit Policia Fronteira (UPF) dengan senjata lengkap.
Sejatinya, kegiatan survei perbatasan dilakukan dalam kerangka kerja sama gabungan antara Indonesia dan Timor Leste yang dikenal dengan Joint Field Survey.Â
Kronologi Bentrokan Di Perbatasan Indonesia-Timor Leste
Namun, pada hari kejadian, tim dari Timor Leste bergerak lebih dahulu ke lapangan tanpa didampingi tim survei dari Indonesia. Kondisi inilah yang kemudian memicu terjadinya kesalahpahaman.
Judha Nugraha menjelaskan, berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai pihak, termasuk hasil peninjauan langsung yang dilakukan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Dili, ditemukan fakta adanya miskomunikasi di lapangan.Â
Tim survei Timor Leste tiba di lokasi pada saat masyarakat Indonesia masih menunjukkan penolakan terhadap rencana pembangunan patok perbatasan di titik tersebut. Ketegangan antara warga dan aparat perbatasan pun tak terhindarkan.
"Ketidakhadiran tim survei Indonesia dalam kegiatan tersebut membuat komunikasi tidak berjalan dengan semestinya.Â