Mohon tunggu...
Reno Maratur Munthe
Reno Maratur Munthe Mohon Tunggu... Penulis - Reno

Munthe Strategic and International Studies (MSIS)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sosok Pemimpi(n) Menurut Hitler

2 Maret 2022   20:46 Diperbarui: 2 Maret 2022   20:52 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemimpin. (Foto: Kompas.com)

Pemimpin organisasi harus menerima siapapun dengan apa adanya. Dan untuk itu, maka ia harus mampu mengenali mereka, bukan justru cepat mengambil penilaian terlalu tinggi ataupun terlalu rendah terhadap orang-orang tersebut.

Para ahli teori terkemuka sangat jarang yang menjadi pemimpin utamanya pemimpin sebuah organisasi. Hal ini terjadi karena kebesaran ahli teori dan pencipta sistem yang dapat menemukan dan membuat hukum-hukum yang tepat dalam abstraknya, namun sebaliknya, pemimpin organisasi haruslah sosok yang mempunyai pandangan psikologis.

Sosok pemimpin haruslah memikirkan kelemahan mereka, kerendah hatian, budi pekerti, serta macam karakteristik lainnya. Begitu juga dalam membentuk sesuatu diluar mereka sebagai manusia yang diberi kekuatan-kekuatan daya tahan dan serasi dalam pemikiran serta cukup kuat dalam memastikan kemenangan pemikiran organisasi tersebut.

Namun masih menjadi sesuatu yang sangat jarang sekali ditemukan bahwasanya seorang ahli teori besar yang juga sekaligus menjadi seorang pemimpin besar. Untuk bagian yang terakhir ini, pemimpin tersebut cenderung seorang agitator, sebuah kebenaran yang tidak bisa langsung diterima oleh mereka yang sering berhubungan dengan suatu hal yang sering dilihat dari sudut pandang ilmiah.

Hal ini terlihat alami. Mengapa? Karena seorang agitator yang menunjukkan dirinya sebagai sosok yang mampu menguraikan pemikiran-pemikirannya kepada massal dalam jumlah yang besar yang biasanya ahli dalam membaca psikologi lawan, meskipun ia hanya seorang agitator politik.

Dengan demikian ia akan selalu menjadi seorang pemimpin yang cakap daripada menjadi seorang yang ahli teori kontemplatif yang bermeditasi terhadap pemikirannya, jauh dari orang-orang serta dunia. Hal ini karena untuk menjadi seorang pemimpin, orang tersebut berarti mampu dalam menggerakkan massa.

Sebuah anugerah dalam merumuskan pemikiran-pemikiran tidak ada hubungannya dengan kapasitas kepemimpinan.

Akan menjadi suatu hal yang sia-sia untuk mendiskusikan pertanyaan tentang hal mana yang lebih penting; kecakapan dalam memahami suatu ideal dan tujuan manusia atau kemampuan untuk menempatkan ideal dan tujuan tersebut dalam praktiknya.

Disini, seperti yang sering terjadi dalam kehidupan, suatu hal akan menjadi sia-sia tanpa hal lainnya.

Konsepsi yang paling mulia dari pemahaman manusia tetap tidak memiliki tujuan atau nilai bila pemimpin tidak dapat menggerakkan massal menuju konsepsi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun