Memasuki zaman modern sekitar abad ke-19, drama mengalami perubahan besar dengan munculnya aliran realisme dan naturalisme yang menggambarkan kehidupan nyata dan masalah sosial. Tokoh penting pada masa ini antara lain Henrik Ibsen dengan A Doll’s House, Anton Chekhov, dan George Bernard Shaw. Setelah Perang Dunia II, lahirlah teater absurd yang dipelopori oleh Samuel Beckett dengan karyanya Waiting or Godot dan Eugène Ionesco. Drama tidak lagi hanya untuk hiburan, tetapi juga untuk menyampaikan kritik sosial dan menggugah pemikiran penonton. Gerakan simbolis drama modern dimulai di Prancis pada 1880-an, beralih ke gaya yang sugestif dan seperti mimpi, dengan tokoh seperti Ibsen dan Chekhov. Yang menampilkan penggambaran panggung yang seperti mimpi buruk dan mengeksplorasi kedalaman jiwa manusia, dengan tokoh seperti Bertolt Brecht.
6. Pada zaman kontemporer (Abad 20 – sekarang)
Drama menjadi semakin beragam dan eksperimental. Kemajuan teknologi menghadirkan bentuk baru seperti drama digital, teater multimedia, dan pertunjukan daring. Tema yang diangkat pun semakin luas, mencakup isu kemanusiaan, feminisme, lingkungan, dan politik. Di Indonesia, perkembangan drama modern dimulai pada masa Balai Pustaka sekitar tahun 1920-an dengan sandiwara tonil, kemudian berkembang pesat setelah kemerdekaan melalui karya Usmar Ismail, Motinggo Busye, W.S. Rendra, dan Arifin C. Noer. Drama Indonesia modern banyak menggabungkan unsur tradisional dengan gaya kontemporer serta mengangkat tema sosial dan budaya masyarakat.
Â
Dengan demikian, perjalanan drama dari Yunani Kuno hingga zaman modern menunjukkan perubahan besar, dari ritual keagamaan menjadi karya seni yang menggambarkan kehidupan manusia secara mendalam dan menjadi media refleksi sosial serta ekspresi budaya di seluruh dunia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI