Mohon tunggu...
Frater Milenial (ReSuPaG)
Frater Milenial (ReSuPaG) Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang suka belajar tentang berbagai hal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jika Anda tidak mampu mengerjakan hal-hal besar, kerjakanlah hal-hal kecil dengan cara yang besar (Napoleon Hill)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Panggilan Menjadi Pastor Menurut Kisah Panggilan Nabi Yeremia

20 Desember 2020   12:45 Diperbarui: 20 Desember 2020   13:10 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Frater Diosesan, OSC, OFMcap (Dok.Pri)

Awalnya saya mulai tertarik untuk menjadi seorang imam ketika saya masih duduk di kelas 5 (lima) SD. Niat ini muncul setelah saya beberapa kali melihat sosok imam yang datang ke stasi saya untuk merayakan Misa Ekaristi. Hal yang paling konkrit yang saya perhatikan dari sosok imam itu ialah bahwa hidupnya sangat bahagia dan tanpa ada yang ditanggungnya secara khusus yakni keluarga. 

Setiap kali imam yang datang ke stasi, saya melihat bahwa seorang imam itu sangat baik dan ramah kepada semua orang. Melihat sikap imam dan pembawaan dirinya, saya mulai tertarik untuk  menjadi seperti dia, mengenakan pakaian (jubah) seperti yang dikenakannya.

Nabi Yeremia dipanggil oleh Allah jauh sebelum Nabi Yeremia lahir. Hal itu terlihat jelas dalam ayat 5; Allah berkata bahwa sebelum Nabi Yeremia lahir, bahkan sebelum Nabi Yeremia dibentuk dalam rahim ibunya, Allah telah mengenal dan menguduskan Nabi Yeremia untuk menjadi nabi bagi bangsa-bangsa. Menurut saya hal ini berarti bahwa sesungguhnya segala kehidupan saya itu sudah direncanakan Allah. 

Hidup saya itu memiliki suatu tujuan yang Allah telah tetapkan bahkan jauh sebelum saya dilahirkan. Kehadiran saya di dunia ini tidak kebetulan, tetapi Allah telah merancang kedua orang tua saya untuk bertemu dan kemudian menikah dan melahirkan saya di dunia ini. Allah sudah merancang kehidupan saya jauh-jauh hari sebelum saya, bahkan sebelum orang tua saya, berada di dunia ini. 

Panggilan Allah itu baru tampak ketika saya duduk di kelas 5 SD, dimana panggilan itu ditunjukkan lewat sosok Imam. Panggilan Allah itu terwujud ketika saya sudah menyelesaikan studi di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saya masuk ke Seminari Menengah St. Petrus, Sibolga.

Nabi Yeremia pernah menolak panggilan Allah dengan alasan bahwa ia tidak pandai berbicara dan masih muda (ay. 6). Namun demikian, alasan apapun yang diungkapkan oleh Nabi Yeremia tidak dapat menggoyahkan hati Allah. Allah tidak mencari alasan Nabi Yeremia, Allah hanya ingin Nabi Yeremia taat kepada-Nya, kemanapun Allah mengutusnya, Nabi Yeremia harus siap pergi, dan apapun yang Allah perintahkan kepadanya, harus dilakukan oleh Nabi Yeremia (ay. 7).

Begitu juga halnya dengan saya. Di tahun ke tiga setelah berada di Seminari Menengah, saya mau mengundurkan diri dari Seminari dengan alasan bahwa saya tidak pandai dalam hal intelektual, dimana saya selalu mendapat nilai merah. Namun, ketika saya bimbingan dengan seorang Imam, saya justru diteguhkan agar tetap selalu kuat dalam panggilan. Ia mengatakan bahwa untuk menjadi Imam itu tidak semata-mata pandai, melainkan selalu setia kepada-Nya. Sebab, dengan kesetiaan kita kepada-Nya, kita akan memperoleh rahmat yang bisa memampukan kita untuk mengatasi rasa sulit tersebut.

Allah memanggil kita bukan sekedar dipanggil saja, tetapi Dia ingin memakai diri kita untuk mewartakan Kabar Baik-Nya kepada semua orang. Jika keberadaan kita di dunia ini saja berada dalam rencana Allah, maka tidak ada alasan bagi siapapun untuk menolak apa yang Allah kehendaki bagi kita. Dengan teguhan itu, saya semakin menyadari bahwa saya terlalu mengkhawatirkan kelemahan-kelemahan dalam diri saya, saya justru tidak merefleksikan kuasa Allah bahwa kuasa Allah melampaui apa yang saya khawatirkan.

Setelah saya menjalani panggilan Allah selama studi di Seminari Menegah, saya melanjutkan studi lagi di Seminari Tinggi St. Petrus, Pematangsiantar, dengan memilih Keuskupan Sibolga. 

Di Seminari Tinggi ini, saya semakin mendalami karya panggilan Allah untuk menjadi pewarta Kabar Baik-Nya. Awal tahun pembinaan di Seminari Tinggi, saya merasa takut, cemas dan tidak mampu menjalani panggilan, karena kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri saya, baik itu dalam hal menjalani segala aturan yang ada di Seminari maupun studi di Kampus, karena IQ saya berada di bawah rata-rata. 

Begitu juga dengan Nabi Yeremia. Nabi Yeremia pernah mengalami rasa takut terhadap orang-orang jahat; terutama orang-orang yang mau membunuhnya. Itulah mengapa Allah meminta Nabi Yeremia untuk tidak takut, karena Allah berjanji akan selalu menyertai Nabi Yeremia dan melepaskannya dari orang-orang jahat tersebut (ay. 8). Sejak saat itu, Allah telah menaruh perkataan-perkataan-Nya ke dalam mulut Nabi Yeremia (ay. 9) dan mengangkat Nabi Yeremia menjadi nabi atas bangsa-bangsa (ay. 10).

Dengan melihat perjalanan panggilan Nabi Yeremia tersebut awalnya ia menolak, tetapi akhirnya ia sadar bahwa Allah sendirilah yang telah memilih dirinya untuk menjadi nabi yang menyuarakan kehendak Allah. Ketika ia mau taat terhadap panggilan Allah, tentunya Allah pun akan menyertai Nabi Yeremia dan memperlengkapinya sehingga ia menjadi salah satu nabi besar di sejarah bangsa Israel. 

Begitu juga halnya dengan saya, bahwa Allah telah memanggil saya untuk menjadi pewarta Kabar Baik-Nya kepada semua orang, tanpa ada rasa takut dan cemas terhadap segala hal, karena Allah akan menyertai dan mengatasi rasa takut tersebut. Allah telah mengenal saya jauh sebelum saya dilahirkan. Panggilan Allah tidak pernah salah, jika saya terus berjalan dalam bimbingan-Nya.

Dengan berjalan dalam bimbingan-Nya, maka yang menjadi motivasi saya saat ini adalah semakin mendalami dan merefleksikan diri dan mewujudkan dari salah satu tujuan imam itu yakni menjalin relasi yang baik bersama oranglain (mengumat). Setiap minggu ke 2 dan 4, saya selalu menempatkan waktu untuk pergi ke rumah umat, walaupun hanya sebentar. Saya memperhatikan bahwa banyak para frater yang pergi ambolatio, tetapi sangat sedikit yang pergi ke rumah umat untuk berkunjung. 

Kehadiran saya di tengah-tengah umat, memang tidak terlalu memberikan efek besar, apalagi saya tidak memiliki bakat untuk ditunjukkan dan ditonjolkan, seperti main musik, dan lain-lain, namun saya yakin bahwa dengan kehadiran saya itu akan memberikan irama yang sangat berguna bagi saya dan umat. Saya selalu berusaha untuk masuk di tengah-tengah mereka, walaupun terkadang saya merasa tidak mampu.

Dengan keberadaan saya di Seminari Tinggi ini, saya menyadari bahwa saya merasa bahagia menjalani panggilan ini dan saya juga sangat bersyukur karena sampai saat ini saya masih merasa terpanggil untuk menjadi imam. 

Kebangaan terbesar dalam motivasi saya saat ini adalah bahwa saya sanggup untuk menjalani rutinitas yang ada di tempat ini, walaupun disisi lain saya masih belum optimal menjalaninya. Dasar keyakinan dan kepastian saya menjadi imam adalah bahwa saya mampu memberikan diri seutuhnya untuk dibina dan dibentuk di tempat ini, tanpa banyak permintaan-permintaan dan omelan-omelan. 

Terkadang saya juga merasa ragu untuk menjadi imam karena saya terlalu mudah terpengaruh dengaan situasi yang lain, seperti ikut nimbrung dengan teman-teman di luar batas waktu dan juga semakin sering terlambat ke Gereja. Yang menjadi usaha saya untuk mengolah itu semua adalah semakin menguatkan komitmen dan membatasi diri dengan yang lain secara positif. Agar panggilan Allah yang ada dalam diri saya semakin kuat dan nyata dalam perjalanan hidup dan karya saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun