Mohon tunggu...
Rendy Satria Ibrahim
Rendy Satria Ibrahim Mohon Tunggu... Mahasiswa

Nama Rendy Satria Ibrahim Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Bonek Dari Tribun Ke Ranah Sosial Sebuah Tafsir Kultural Tentang Suporter Persebaya

7 Juli 2025   13:45 Diperbarui: 7 Juli 2025   14:41 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi foto persebaya vs persib dengan skor 4-1

Bonek Dari Tribun Ke Ranah Sosial Sebuah Tafsir Kultural Tentang Suporter Persebaya


                                                             

Oleh:
Rendy Satria Ibrahim
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Media and Culture Studies B

Sorak sorai menggema dari tribun. Chant penuh semangat dilantunkan, bendera hijau dikibarkan tinggi. Mereka bukan hanya penonton sepak bola, tapi bagian dari identitas kota: Bonek, barisan suporter Persebaya Surabaya. Di balik semangat yang meledak-ledak itu, tersimpan dinamika sosial dan ideologis yang kompleks. Mereka bukan sekadar fans, tetapi entitas budaya yang memadukan semangat akar rumput, perlawanan sosial, dan identitas kolektif.

Nama “Bonek” yang merupakan kependekan dari Bondo Nekat (berani tanpa modal), mencerminkan semangat nekat khas warga urban kelas pekerja. Dalam bingkai kajian budaya atau Cultural Studies, kehadiran mereka tak sekadar menyemarakkan stadion, tetapi juga membentuk narasi alternatif tentang kekuasaan, representasi, dan identitas kota.


Subkultur dan Suara Marginal: Bonek sebagai Simbol Perlawanan

Mengacu pada pemikiran Dick Hebdige, subkultur muncul sebagai bentuk ekspresi simbolik dari perlawanan terhadap dominasi budaya utama. Bonek lahir dari realitas jalanan Surabaya, bukan dari ruang institusional. Menjadi suporter bukan hanya soal hobi, tetapi juga bentuk keterlibatan sosial dan identitas kolektif yang kuat.

Dalam beberapa tahun terakhir, Bonek mulai menggugat label negatif seperti “anarkis” atau “pengacau” yang melekat pada mereka. Melalui pembentukan citra baru, mereka tampil sebagai komunitas yang sadar sosial, terorganisir, dan aktif di ruang digital. Dengan kata lain, mereka menjadikan budaya suporter sebagai strategi simbolik untuk melawan stigmatisasi dan mengklaim ruangnya dalam struktur sosial yang lebih besar.

Representasi Media, Identitas Kolektif, dan Kontestasi Makna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun