[caption id="attachment_295590" align="aligncenter" width="564" caption="(Keterangan Photo: Es Jus Tebu yang sudah lebih dari satu jam dibiarkan tersimpan di kontainer seperti ini, menjadi tidak sehat dan tidak segar lagi. Karena telah terjadi proses fermentasi yang membuat rasanya pun menjadi asam. Hindari membeli Es Jus Tebu seperti ini. )"]

******
Akhirnya, ya memang kita harus berterima kasih kepada negara tercinta ini, yang memberi kemudahan karena iklim tropisnya menyebabkan banyak hal-hal yang unik yang dapat dimanfaatkan, termasuk pembudidayakan (kultivasi) Tebu. Mudah-mudahan, mulai hari ini kita menjadi well-inform mengenai minuman tradisional Es Jus TEBU (Sugarcane Juice) yang telah berusia ratusan tahun itu. Saya masih ingat, ketika dahulu Tebu harus ditumbuk-tumbuk dengan palu agar ibu dan nenek dapat mengeluarkan air tebunya. Sebelum menyajikannya menjadi minuman segar kepada anak dan cucunya yang masih kecil-kecil tersebut.
Kini jaman dan modernisasi telah mengubah dan memberikan kemudahan dalam mengolah batang rumput manis yang bernama Tebu ini. Penggunaan mesin pemeras Tebu elektronik mudah diperoleh di mana-mana. Secangkir cup Es Jus Tebu kemudian disajikan secara lebih modern dengan berbagai media/cup plastik dan kelaang minuman dengan merek dagang serta inovasi rasa yang kemudian kini menjadi salah satu pelengkap life style kita bila berjalan-jalan ke mal menikmati kuliner. Minum Es Jus Tebu bukan lagi kampungan, bukan? Minuman ini dapat mendinginkan kantong (karena murah), menyegarkan tenggorokkan oleh rasa manisnya yang tajam, segar, dan nikmat. Minuman ini bukan JUNK Food... Tapi bagian dari minuman obat Herbal, yang dalam jangka panjang dapat MENYEHATKAN konsumennya!.
(Penulis: Rendra Trisyanto Surya, Dosen tinggal di Bandung, yang juga penggemar minuman Es Jus TEBU semenjak kecil, tinggal di kota Medan dan Perbaungan, Sumatra Utara. Terima kasih buat Nenek dan Uyutku yang dulu sektar tahun 1970-an memperkenalkan minuman sehat ini pertama kali. Mereka begitu rajin menanam pohon-pohon Tebu di kebunnya. Lalu memotong-motong tebu yang telah dikupasnya untuk disajikan langsung sebagai sebagai selingan makan siang kami di tengah sawah di bawah pohon rindang kampoeng itu. Terutama setiap kali cucunya datang mengunjungi... "Helo Nek, apakah pohon tebu Utun masih ada disana...?", suara sang cucu tersebut kemudian terngiang-ngiang ...).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI