Dalam Kamus Hukum, wanprestasi merujuk pada kelalaian, kealpaan, atau ingkar janji, yakni ketidakmampuan pihak yang berutang (debitur) untuk memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian. Istilah ini berasal dari bahasa Belanda "wanprestastie," yang berarti ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban atau prestasi yang sudah ditentukan dalam perikatan, baik yang muncul dari suatu perjanjian ataupun undang-undang.
Secara umum, wanprestasi diartikan sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat waktu atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian. Hal ini bisa terjadi ketika debitur tidak dapat memenuhi kewajiban seperti yang dijanjikan, atau jika ada kelalaian dalam memenuhi kewajiban tersebut. Wanprestasi dapat terjadi baik karena kesengajaan maupun ketidaksengajaan debitur.
Menurut Wirjono Prodjodikoro, wanprestasi adalah ketiadaan prestasi dalam hukum perjanjian, yang berarti pelaksanaan kewajiban yang telah ditentukan tidak terjadi. Wanprestasi terkait erat dengan perjanjian antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam KUHPerdata, pasal 1338 hingga 1431 mengatur tentang perjanjian dan perikatan yang bersumber pada hukum perjanjian, sementara Pasal 1352 hingga 1380 mengatur tentang perjanjian yang diatur oleh undang-undang.
Dalam konteks wanprestasi, terdapat dua konsep penting, yaitu pernyataan lalai (ingbrekke stelling) dan kelalaian (verzuim). Jika satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, maka pihak lain berhak untuk mengajukan gugatan. Selain itu, tidak terpenuhinya syarat sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata dapat menyebabkan batalnya perjanjian tersebut melalui gugatan. Wanprestasi bisa berupa tidak dipenuhinya kewajiban, terlambat memenuhi kewajiban, atau tidak sesuai dengan yang telah disepakati dalam perjanjian.
Menurut Ahmadi Miru, wanprestasi dapat berupa:
- Tidak memenuhi kewajiban sama sekali.
- Melaksanakan kewajiban namun tidak sesuai dengan yang ditentukan.
- Terlambat dalam memenuhi kewajiban.
- Melakukan tindakan yang dilarang dalam perjanjian.
Akibat Hukum Wanprestasi
Wanprestasi berakibat pada hak-hak yang bisa diterima oleh pihak yang dirugikan. Dalam hal ini, debitur yang tidak memenuhi kewajibannya akan dikenakan sanksi. Hukuman atau akibat hukum dari wanprestasi ada empat jenis, yaitu:
- Membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.
- Pembatalan perjanjian (pemecahan perjanjian).
- Peralihan risiko.
- Membayar biaya perkara jika permasalahan tersebut dibawa ke pengadilan.
Jika debitur gagal memenuhi kewajibannya setelah diberi peringatan, maka debitur akan dianggap lalai dan dikenakan sanksi seperti yang telah disebutkan, termasuk ganti rugi dan pembatalan perjanjian.
Ganti Rugi Akibat Wanprestasi
Ganti rugi yang muncul akibat wanprestasi dapat dituntut apabila salah satu pihak dalam perjanjian tidak memenuhi kewajibannya, yang menyebabkan pihak lain menderita kerugian. Kerugian ini mencakup biaya yang telah dikeluarkan (kosten), kerusakan atas barang-barang pihak yang dirugikan (schaden), dan kehilangan keuntungan yang semestinya diperoleh jika perjanjian tidak dilanggar (interessen).
Menurut Pasal 1243 KUHPerdata dan seterusnya, penggantian kerugian harus mencakup kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi tersebut. Namun, Pasal 1247 dan 1248 KUHPerdata menyatakan bahwa debitur hanya diwajibkan mengganti biaya, kerugian, dan bunga yang diharapkan pada waktu perikatan dibuat, kecuali jika ketidakpenuhan perjanjian disebabkan oleh tipu daya dari debitur.