Mohon tunggu...
Rendinta Delasnov Tarigan
Rendinta Delasnov Tarigan Mohon Tunggu... Praktisi Perpajakan

Menulis untuk Bertumbuh menjadi Manusia yang Utuh. Inquiry: rendi.tarigan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Tentang Menyamakan Langkah: Antara Keinginan Diri dan Harapan Orang Tua

3 Juni 2025   05:00 Diperbarui: 2 Juni 2025   05:16 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menyamakan langkah (sumber: AI-generated picture)


Namun, di balik kerangka tanggung jawab orang tua itu, ada kenyataan lain yang tidak kalah penting: bahwa anak pun tumbuh sebagai individu memiliki suara dan arah hidupnya sendiri. keinginan kita sebagai individu juga bukan hal yang bisa begitu saja diabaikan. Banyak dari kita tumbuh dengan impian yang seringkali berbeda dari harapan orang tua. Kita ingin mengeksplorasi, mencoba hal baru, dan menentukan jalan hidup sendiri. Bukan karena tidak menghormati, tapi karena kita merasa perlu menjalani sesuatu yang otentik.

Di titik inilah letak ketegangan yang sering tidak terucap: antara menghormati mereka yang membesarkan kita dan menghargai diri sendiri yang mulai ingin tumbuh dengan caranya sendiri. Erik Erikson, dalam teori perkembangan psikososial, menjelaskan bahwa masa dewasa awal adalah fase pembentukan identitas. Jika seseorang tidak diberikan ruang untuk menentukan pilihan, yang muncul bukan kedewasaan, melainkan kebingungan identitas (role confusion). Saat pilihan-pilihan besar dalam hidup—seperti pendidikan, pekerjaan, bahkan cara kita menjalani hari—selalu diarahkan oleh orang lain, identitas pribadi tidak pernah benar-benar tumbuh dari dalam, melainkan hanya menjadi bayangan dari ekspektasi luar. Saya pernah mencoba menuruti semua yang diharapkan. Kuliah sesuai “saran”. Bekerja sesuai “jalur aman”. Namun, semakin lama, saya menyadari ada bagian dari diri yang tidak ikut haidr sepenuhnya di sana. Seolah saya hidup sebagai pemeran pengganti.

Pertanyaan selanjutnya: apakah harus selalu ada yang mengalah? Apakah restu orang tua harus dibayar dengan menyingkirkan suara hati sendiri? Lambat laun, saya sadar: keinginan pribadi itu bukanlah bentuk egoisme. Ia adalah suara otentik yang perlu tempat. Jika terus didiamkan, lama-lama kita hidup dalam versi yang setengah. Tampak baik di luar, tapi keropos di dalam.

Hal ini pun tergambar dari banyaknya cerita dan pengalaman yang saya terima. Banyak anak muda akhirnya hidup dalam kompromi diam: di luar terlihat menjalani harapan orang tua, tapi diam-diam membangun dunia yang berbeda. Ini mungkin solusi jangka pendek, tapi tidak selalu sehat. Penelitian oleh Deci & Ryan tentang Self-Determination Theory menunjukkan bahwa kebahagiaan dan kesehatan mental seseorang sangat bergantung pada sejauh mana ia merasa otonom dalam membuat keputusan penting hidupnya. Sebab jika hidup terus dijalani dalam bayang-bayang ekspektasi tanpa ruang untuk memilih sendiri, maka yang tumbuh bukan kedewasaan, melainkan kelelahan yang perlahan menggerus rasa memiliki atas hidup itu sendiri.

Lalu, sekarang bagaimana caranya agar keinginan kita dan harapan orang tua bisa selaras? Mungkin tidak akan pernah sepenuhnya selaras. Namun, bukan berarti tidak bisa dipertemukan.

Saya kemudian belajar untuk mulai dari mendengar. Benar-benar mendengar. Apa yang mereka takutkan. Kenapa mereka ragu. Apa bayangan buruk yang ada dalam kepala mereka saat saya ingin mencoba jalan hidup lain.

Setelah saya mendengar, saya belajar menjelaskan. Bukan membela diri, tapi menyodorkan perspektif: bagaimana saya menyiapkan rencana. Apa risiko yang saya hitung. Apa makna hidup yang saya tuju dari “pergantian” tersebut. Kadang penjelasan tersebut tidak selalu dimengerti. Tapi dari situ, muncul benih kepercayaan. Kepercayaan bahwa saya tidak asal nekat.

Setelah saya menjelaskan, orang tua saya hanya bilang

“Yang penting kamu tahu apa yang akan kamu kerjakan. Kamu tidak ‘tanggungi’ pilihan kamu itu. Kamu tetap berusaha menjadi yang terbaik di tujuan kamu. Kami akan tetap mendukung.”

mungkin hal tersebut bagi kebanyakan orang hanya terkesan biasa. Tapi buat saya, itu adalah bentuk restu paling jujur yang pernah saya dapatkan dari mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun