Mohon tunggu...
Rendinta Delasnov Tarigan
Rendinta Delasnov Tarigan Mohon Tunggu... Praktisi Perpajakan

Menulis untuk Bertumbuh menjadi Manusia yang Utuh. Inquiry: rendi.tarigan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Tentang Menjadi Bawahan: Antara Realitas, Loyalitas, dan Ruang Bertumbuh

15 Mei 2025   05:00 Diperbarui: 15 Mei 2025   04:41 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsep servant leadership dan transformational leadership muncul dalam kepemimpinan modern. Konsep ini menekankan bahwa pemimpin ideal adalah mereka yang mampu membangun tim, mendengarkan aspirasi, dan memberdayakan anggota. Namun, kepemimpinan semacam ini tidak bisa tumbuh sepihak. Dibutuhkan bawahan yang berani bersuara dengan tetap menjaga etika komunikasi. Juga dibutuhkan atasan yang mau menerima dan mendengar suara bawahan.

Dalam konteks Indonesia, komunikasi tidak langsung (high context culture) lebih disukai dalam penyampaian ide ataupun kritik. Memperbaiki situasi ini dibutuhkan pendekatan yang tepat, waktu yang bijak, dan sensitivitas sosial agar suara bawahan tetap didengar tanpa dianggap sebagai ancaman. Penelitian Graen & Uhl-Bien (1995) tentang leader-member exchange (LMX) menegaskan bahwa kualitas hubungan antara atasan dan bawahan menjadi salah satu prediktor utama keberhasilan tim. Hubungan yang sehat terjadi ketika ada saling percaya, saling mendukung, dan keterbukaan komunikasi—bukan dominasi satu arah.

Menjadi bawahan bukan hanya tentang melaksanakan tugas. Menjadi bawahan juga menjadi individu yang terus bertumbuh. Menjadi bawahan juga tentang membaca organisasi, membangun relasi kerja yang sehat, dan merawat semangat kontribusi. Ada kalanya sistem apresiasi tidak mendukung, atasan tidak peka, dan peluang perkembangan karir terasa buntu. Tapi, dalam kondisi seperti itu, kita bisa memilih: terus diam, atau mencari cara lain untuk  berkembang—bahkan jika itu berarti mencari tempat baru yang lebih sejalan dengan nilai kita. Menjadi bawahan yang bertumbuh bukan soal jabatan. Tapi tentang cara kita menyikapi realitas dengan bijak dan tetap produktif bagi diri kita sendiri.

Tidak semua atasan akan jadi mentor inspiratif. Tidak semua organisasi mampu memenuhi janji implisit. Juga tidak semua ruang kerja memberi tempat yang layak untuk suara bawahan. Tapi, semua itu bukanlah alasan untuk berhenti bertumbuh.

Hubungan kerja—seperti halnya hubungan antar manusia—selalu melibatkan ekspektasi, kekecewaan, negosiasi, dan penerimaan. Yang terpenting adalah bagaimana kita membangun kontrak psikologis internal: janji pada diri sendiri bahwa kita tetap bertumbuh dan berkembang, tetap belajar, dan tetap menjaga profesionalisme, apapun kondisi eskternalnya. Karena pada dasarnya, kondisi internal inilah yang dapat kita kelola secara sadar dan dalam kendali penuh kita.

Pada akhirnya, menjadi bawahan bukan soal siapa yang berada di atas kita, tetapi bagaimana kita berdiri tegak di tempat kita sekarang—dengan kepala dingin, mata terbuka, dan semangat yang tetap menyala.

Referensi:

  • Bernard Bass, From transactional to transformational leadership: Learning to share the vision, Organizational Dynamics, 18(3), 1990, 19–31.
  • George B. Graen & Mary Uhl-Bien, Relationship-based approach to leadership: Development of leader–member exchange (LMX) theory of leadership over 25 years. The Leadership Quarterly, 6(2), 1995, pp. 219–247.
  • Geert Hofstede, Gert Jan Hofstede, Michael Minkov, 2010, Cultures and Organizations: Software of the Mind. McGraw-Hill.
  • Robert K. Greenleaf, 2002, Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness. Paulist Press.
  • Denise M. Rousseau, Psychological and implied contracts in organizations. Employee Responsibilities and Rights Journal, 2(2), 1989, 121–139.
  • Gary Yukl, 2013, Leadership in Organizations (8th ed.), Pearson Education.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun