Mohon tunggu...
Imroah
Imroah Mohon Tunggu... Lainnya - Hidup dalam ketenangan

Seneng Ghibahahahaha

Selanjutnya

Tutup

Diary

Rizki yang Tak Disangka-Sangka

30 Mei 2021   16:51 Diperbarui: 30 Mei 2021   18:46 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Bicara mengenai rizki, saya heran mengapa beberapa teman senang menyekoki buku. Harap anda tahu, saya bukan kutu buku; yang gemar membaca bergudang-gudang buku. Tapi jujur, saya tidak bisa menolak jika diberi buku, selalu merasa mubadzir dengan buku yang tidak terbaca. Mungkin ini termasuk rizki yang tak disangka-sangka. Namun andai mereka tahu; betapa buku itu menguras pikiran. Andai mereka mengetahui; saya membaca buku dengan durasi waktu yang lama. Jauh lebih lama dari pada anak TK yang sedang mempelajari huruf. Jika mereka tahu, cara saya membaca buku yang lama itu, mungkin mereka tidak segan merampas bukunya dan mengajari saya cara membaca buku yang baik dan benar. Andai mereka tahu ketersiksaan ini. Tapi rasa syukur itu sangat besar dengan "cekokan" yang mereka berikan, setidaknya otak saya terus sublim.

Beberapa alasan mengenai syukur atas rizki yang tak disangka-sangka. Pertama. Dapat buku gretong. Ketersiksaan ada karena lama tidak tamat. Satu-dua paragraph sudah berhenti. Entah karena kesepakatan dengan tulisan ataupun dengan kejanggalan yang tidak tersupremasi di otak. Jumlah kesadaran otak untuk mengoceh berkali-kali lipat lebih banyak dari pada kata yang terbaca. Betapa menyedihkan bukan ? Tapi meskipun semenyedihkan itu, saya bersyukur mempunyai teman-teman baik hati yang selalu "nggarap" otak ini dengan buku-buku yang nyleneh dan membangkitkan otak saya untuk bicara tanpa tepi.

Kedua, ditengah kungkungan dunia yang begitu menyesakkan, ditambah riuh-rendah otak yang tak henti "ngoceh" dan Surabaya yang tak ada mati. Rizki itu sangat terasa bahwa sebising apapun ketika kegiatan hanya sebatas rutinitas maka hanya membawa kebosanan. Tuhan  sangat baik dan maha pemurah, Ia dengan tanggap menyediakan waktu special untuk kita "ngobrol". Bedanya dengan waktu-waktu lain adalah waktu singkat dengan orolan berkualitas.

Ketiga, saya jadi punya tempat favorit untuk "carge", dimana lagi jika tidak dikuburan. Ouh, mungkin sebagian dari kalian akan menganggap saya aneh, bahkan musyrik. Kenapa harus dikuburan. Pertama masjid sudah penuh sesak dengan doa-doa formalitas itu, kedua masjid terlalu bising untuk saya bisa merasakan nuansa tenang. Ditengah Kota Surabaya yang tak pernah mati, dimana lagi saya memperoleh tempat paling nyaman untuk menyendiri kalau tidak di tempat saya kembali.

Keempat, rizki yang tak disangka-sangka lain adalah rasa tenang. Kurang paham juga akan hal ini. Saya cukup mudah memperoleh hikmah atau pembelajaran dari setiap kejadian. Dari mana pun, entah dari jatah orang-orang yang ingin didengarkan, membaca buku "cekokan" teman-teman, waktu berkualitas untuk sendiri, tempat favorit dan masih banyak syukur-syukur lain atas rizki yang tak pernah disangka-sangka. Pada intinya saya bisa meresapi kalimat " lalu nikmat manakah yang kau dustakan ?". Pun demikian, rasa tenang dengan apapun jalan yang digariskan Tuhan untuk merasakan "innalillahi wainnailahi rojiun" begitu nikmat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun