Mohon tunggu...
Christopher Reinhart
Christopher Reinhart Mohon Tunggu... Sejarawan - Sejarawan

Christopher Reinhart adalah peneliti sejarah kolonial Asia Tenggara. Sejak 2022, ia merupakan konsultan riset di Nanyang Techological University (NTU), Singapura. Sebelumnya, ia pernah menjadi peneliti tamu di Koninklijke Bibliotheek, Belanda (2021); asisten peneliti di Universitas Cardiff, Inggris (2019-20); dan asisten peneliti Prof. Peter Carey dari Universitas Oxford (2020-22).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nyi Roro Kidul dan Kepanikan Virus Corona

7 Maret 2020   06:00 Diperbarui: 7 Maret 2020   18:28 4854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Topik virus Corona model baru (disebut COVID-19) telah mengemuka sejak permulaan tahun 2020. Ketenangan masyarakat sepanjang bulan Januari hingga Februari tiba-tiba pecah setelah diumumkannya pernyataan Presiden Jokowi pada tanggal 2 Maret 2020.

Pemerintah, setelah resistensi yang cukup lama, pada akhirnya "memproklamasikan" virus Corona telah menjangkiti dua (bahkan kini empat) warga negara Indonesia di dalam negeri. Pernyataan ini pada akhirnya membawa pandangan seluruh masyarakat Indonesia pada pasien yang terindikasi positif virus Corona.

Tidak adanya komunikasi terlebih dahulu dengan dua pasien hingga penghakiman massal yang dilakukan secara kolektif oleh masyarakat dan media membuat pasien pada akhirnya mengalami pukulan yang bertubi-tubi.

Pada titik ini, kita dapat memandang suatu perilaku kolektif yang ditunjukkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Perilaku itu tercermin pada pandangan negatif yang ditujukan pada kedua pasien.

Media, utamanya media daring, banyak menarasikan aspek-aspek penghakiman yang negatif kepada kedua pasien. Salah satu berita ‘menduga’ pasien tidak jujur pada instansi rumah sakit tempatnya melapor, narasi lain dari pihak otoritas pemerintah bersama media juga secara terang menyebutkan data diri pasien.

Saya tidak memberikan penilaian atau penghakiman terhadap pemberitaan media dan pernyataan resmi pemerintah. Namun demikian, hal ini secara pasti memberikan dampak yang sangat buruk bagi kesehatan mental pasien. Melalui narasi ini, pasien menjadi subjek yang ‘dipersalahkan’, ‘dijauhi’, dan ‘dirundung’.

Beberapa pihak, mulai dari warga lingkungan tempat pasien tinggal hingga aktivis kemudian meluruskan dan memberikan penerangan bahwa kecenderungan masyarakat untuk melaksanakan penghakiman kolektif (utamanya melalui media daring) berdampak sangat merugikan bagi pasien dan orang di sekitarnya.

Namun demikian, fenomena penghakiman kolektif pada pihak-pihak yang dianggap ‘sakit’ atau tidak normal telah berlangsung sepanjang sejarah Indonesia.

Fenomena penghakiman kolektif ini sesungguhnya disebabkan oleh kepanikan massal akibat terganggunya keamanan masyarakat. Kepanikan semacam ini telah menjadi tema yang selalu menyertai sepanjang sejarah Indonesia. Namun demikian, untuk membahas masalah ini, saya tidak lagi akan menggunakan pendekatan yang murni kesejarahan.

Kepanikan masyarakat yang berujung penghakiman kolektif telah terekam dalam tradisi lisan Nusantara, utamanya di Pulau Jawa. Sekalipun tradisi lisan tidak dapat secara murni disebut sejarah, tradisi lisan dapat dipandang sebagai kristalisasi berbagai peristiwa masa lampau yang diingat secara kolektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun