Mohon tunggu...
rehana ana
rehana ana Mohon Tunggu... -

topik konten

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Gus Miftah dan Kultur Selebriti

13 Desember 2024   12:13 Diperbarui: 13 Desember 2024   16:16 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gus mifta (foto: dot.istimewa/tanggapan layar)

Ketiga, kolaborasi dengan ulama atau institusi keagamaan formal dapat memastikan bahwa pesan-pesan yang disampaikan tetap sesuai dengan ajaran agama yang sahih. Pierre Bourdieu dalam teori social capital menekankan pentingnya hubungan yang kuat dengan institusi keagamaan sebagai landasan otoritas dalam dakwah. Langkah lain yang juga penting adalah meningkatkan literasi digital audiens agar mereka dapat memahami konten keagamaan di media sosial dengan lebih kritis dan mendalam. Literasi digital ini menjadi semakin penting dalam era informasi, sebagaimana dijelaskan oleh Danah Boyd dalam It's Complicated, yang menyatakan bahwa pemahaman yang mendalam terhadap media sosial dapat membantu audiens menilai informasi secara lebih bijak.

Ustaz selebriti dapat menjadi pelopor dalam upaya ini, memberikan edukasi yang membantu audiens memfilter informasi secara bijak. Robert Putnam, dalam teori social capital, menyoroti pentingnya kapasitas sosial dan edukasi untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap informasi yang tidak akurat. Terakhir, menjaga integritas dan akuntabilitas pribadi melalui konsistensi tindakan dengan ajaran agama akan memperkuat kepercayaan publik terhadap dakwah yang mereka sampaikan. Seyyed Hossein Nasr, dalam Islamic Science, menggarisbawahi bahwa tradisi agama yang kuat harus tetap relevan dan konsisten dalam menghadapi tantangan modernitas.

Melalui pendekatan-pendekatan ini, fenomena ustaz selebriti dapat terus memberikan dampak positif dalam membangun kehidupan beragama masyarakat modern, sekaligus mengatasi tantangan-tantangan yang muncul di era digital. Gus Miftah dan figur serupa memiliki peluang besar untuk menjadi penghubung antara tradisi dan modernitas, asalkan mereka mampu memanfaatkan pengaruh mereka secara bijak dan bertanggung jawab, sebagaimana yang disarankan oleh Hamka dalam Falsafah Hidup yang menekankan pentingnya keseimbangan antara ilmu, akhlak, dan tindakan dalam dakwah

           

IV. Kesimpulan

Fenomena Gus Miftah sebagai ustaz selebriti yang aktif di media sosial menggambarkan bagaimana teknologi digital telah mengubah cara dakwah disampaikan dan dipraktikkan dalam masyarakat modern. Meskipun membawa dampak positif berupa kemudahan akses dakwah, peningkatan interaksi dengan jamaah, dan ekspresi identitas keagamaan yang lebih terbuka, fenomena ini juga dihadapkan pada tantangan besar berupa komodifikasi agama, polarisasi di kalangan umat, dan kritik terhadap etika dakwah.

Gus Miftah dan ustaz selebriti lainnya memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan dalam dakwah Islam, namun mereka harus bijak dalam menghadapi sorotan media dan kritik yang datang. Untuk itu, menjaga konsistensi antara pesan agama dan perilaku pribadi serta memperhatikan aspek etika dalam penyampaian dakwah menjadi kunci penting dalam mengatasi tantangan ini.

Daftar Pustaka

  1. Bourdieu, Pierre. Distinction: A Social Critique of the Judgement of Taste. Routledge, 1984.
  2. Castells, Manuel. The Rise of the Network Society. Wiley-Blackwell, 1996.
  3. Giddens, Anthony. The Constitution of Society: Outline of the Theory of Structuration. University of California Press, 1984.
  4. McLuhan, Marshall. Understanding Media: The Extensions of Man. MIT Press, 1964.
  5. Ahmad, N. (2020). "Digital Religious Communication: The Role of Social Media in Spreading Islamic Teachings." Journal of Islamic Studies, 15(2), 89-105.
  6. Ali, M. (2023). "The Rise of Digital Ustaz: A Study on Islamic Preachers in Indonesia." Journal of Contemporary Religion, 38(1), 50-72.
  7. Rahman, F. (2022). "Social Media and Religious Practices: The Impact of Digital Transformation on Indonesian Muslim Society." Indonesian Journal of Religion and Society, 11(4), 200-220.
  8. Boyd, Danah. It's Complicated: The Social Lives of Networked Teens. Yale University Press, 2014.
  9. Campbell, Heidi A. Digital Religion: Understanding Religious Practice in Digital Media. Routledge, 2017.
  10. Lyon, David. Surveillance Society: Monitoring Everyday Life. Open University Press, 2001.
  11. Nasr, Seyyed Hossein. Islamic Science: An Illustrated Study. World Wisdom, 2006.
  12. Putnam, Robert D. Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community. Simon & Schuster, 2000.
  13. al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam and Secularism. ISTAC, 1978.
  14. Hamka. Falsafah Hidup. Pustaka Panjimas, 1992.
  15. Jihan Wahida Rahma Salsabila https://blitarkawentar.jawapos.com/nasional/2275384777/Viral, Gus Miftah Olok-olok Penjual Es Teh Ngatain Goblok,  Rabu, 4 Desember 2024 | 09:46 WIB

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun