Mohon tunggu...
Regina Citra Nanda
Regina Citra Nanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Magang Merdeka di DPR RI/Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Mahasiswa semester 6 Magang Kampus Merdeka Batch 6 di DPR-RI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Program Magang Disinyalir TPPO, Salah Siapa?

4 April 2024   20:00 Diperbarui: 4 April 2024   20:32 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Siapa yang tidak tergiur dengan program magang saat masih berstatus mahasiswa. Hingga membuat mahasiswa berbondong-bondong mengikuti program magang diberbagai kesempatan yang disediakan. 

Seperti contoh program magang yang ditawarkan Kemendikbudristek dalam laman MSIB yaitu program MBKM dan program magang mandiri, kemudian program magang mandiri di luar MSIB yang ditawarkan oleh masing-masing mitra di setiap tahunnya, maupun program magang luar negeri.

Alasan mahasiswa tergiur dengan program magang selain belajar dan dapat menambah bekal untuk persiapan kerja di masa yang akan datang, mendapat 20 SKS lewat program magang, mereka juga kadang tertarik dengan bayaran yang ditawarkan termasuk dengan sesi berlibur sambil bekerja yang akan mereka dapatkan.

Alih-alih dapat belajar, terpenuhi 20 SKS, mendapat bayaran tinggi, dan jalan-jalan, sejumlah 1.047 mahasiswa justru bernasib nahas karena diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Jerman dengan framming magang “working and holiday”.

Program magang tersebut bernama ferienjob. Ferienjob adalah program kerja di sela-sela liburan semester mahasiswa untuk mengisi kekurangan tenaga kerja fisik diberbagai perusahaan yang ada di Jerman.

Program tersebut melakukan sosialisasi ke berbagai kampus dengan framing yang cukup menggiurkan dan menjanjikan. Hingga membuat mahasiswa maupun pihak kampus merasa terpercaya dan ikut andil dalam pelaksanaannya. Bahkan di beberapa kampus, pihak kampus lah yang menarik dan menuntut mahasiswa untuk mengikuti program tersebut.

Dengan berbagai iming-iming yang ditawarkan, mereka ternyata harus pula membayar biaya awal, visa, juga biaya talangan sebesar Rp150 ribu, 200 euro, dan Rp30-50 juta. Dengan dana awal sebesar ini seharusnya mereka sudah patut curiga dengan program ferienjob tersebut, namun nyatanya mereka tetap percaya untuk mengikuti program ini dikarenakan iming-iming semua dana yang sudah mereka keluarkan akan dapat tercover dengan biaya hasil kerja mereka di sana nanti.

Tidak hanya itu, mereka juga mendapatkan MOU kembali saat mereka sudah tiba di Jerman pada waktu malam hari dalam bentuk teks dengan peggunaan bahasa Jerman, bukan dalam penggunaan bahasa indonesia ataupun inggris. Tentunya membuat mereka kesulitan untuk mengerti isi dari teks tersebut.

Selain waktu pemberian MOU yang tidak wajar, tidak diberikannya waktu untuk menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia pun seharusnya sudah membuat para korban merasa aneh, terlebih pertanda-tanganan MOU tersebut terkesan terburu-terburu dan mengintimidatif. Namun lagi-lagi mereka tetap percaya kepada pihak terkait dengan menandatangani tanpa tahu apa isi dari MOU yang diberikan tersebut.

Kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi seakan tidak ada habisnya. Contoh lainnya para mahasiswa tersebut masih harus menunggu tanpa kejelasan hingga 5-7 hari dari waktu mereka tiba di Jerman untuk dapat melaksanakan kegiatan magang nya. Padahal biasanya program magang dapat langsung dilaksanakan sehari sampai tiga hari dari hari mereka tiba.

Setelah penantian yang cukup lama tersebut, realita yang mereka dapatkan benar-benar menampar ekspektasi mereka terhadap pekerjaan tersebut.

Pekerjaan yang semula ditawarkan kepada korban yang disinyalir akan disalurkan pada sejumlah perusahaan-perusahaan besar di Jerman. Pada kenyataannya, mereka justru mendapatkan pekerjaan yang jauh dari kata layak sebagai program magang dan jauh dari perjanjian awal yang ditawarkan oleh pihak tersebut kepada mereka saat masih di Indonesia.

Mereka harus bekerja di jasa ekspedisi dengan mengangkat barang berat hingga mencapai 30 kilogram, mereka juga ada yang harus bekerja di bidang kontruksi padahal mereka wanita, bahkan ada pula yang harus bekerja sebagai pencuci piring.

Dengan berbagai macam pekerjaan yang mereka dapat tersebut, lagi-lagi mereka tidak diberikan cuti sakit bila mana mereka sedang dalam kondisi kurang fit dan mereka pun tidak mendapatkan insentif yang layak bagi pekerjaan kasar tersebut. bahkan insentif tersebut tidak sesuai dengan perjanjian awal yang ditawarkan kepada mereka.

Tentu dari semua rangkaian proses dan kegiatan yang berlangsung membuat para mahasiswa akhirnya merasa curiga dengan program ferienjob tersebut dan kemudian melaporkannya pada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Jerman. Kemudian, KBRI pun berhasil menyelamatkan dan membawa 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia tersebut untuk kembali ke Indonesia.

Berkaca dari kejadian tersebut, memang sudah sepatutnya semua pihak ikut andil dalam melaksanakan penanganannya juga dalam mengidentifikasi apakah kegiatan magang tersebut benar-benar termasuk ke dalam indikasi TPPO atau bukan. 

Pemerintah terkait seperti Kemendikbudristek juga harus bekerja sama dengan kepolisian untuk mengusut tuntas program tersebut.

Selain itu, Kemendikbudristek juga harus melakukan evaluasi terhadap program magang luar negeri dengan memperketat sistematika yang berlangsung, menyaring program-program magang luar negeri tersebut, ataupun membentuk satuan petugas agar tidak kecolongan lagi jika memang benar program tersebut merupakan TPPO.

Mahasiswa yang digadang-gadang sebagai “Maha” pun kini harus lebih berhati-hati lagi dan lebih cross check ulang dalam mengikuti sebuah program magang maupun pekerjaan yang memberikan tawaran-tawaran menggiurkan karena bisa jadi hal tersebut hanya framing mereka untuk menjerat korban yang lengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun