Tantangan dalam Implementasi
Kolaborasi bukan tanpa hambatan. Beberapa tantangan yang kerap muncul antara lain:
*Waktu dan Beban Kerja: Guru mapel sudah memiliki beban akademik tinggi, dan guru BK menangani terlalu banyak siswa.
*Kurangnya Pemahaman Guru Mapel tentang Psikologi Anak.
*Stigma terhadap Masalah Mental: Baik dari guru maupun siswa sendiri.
*Kebijakan Sekolah yang Belum Mendukung Sistem Terintegrasi.
Untuk itu, pihak sekolah perlu menyediakan waktu khusus untuk koordinasi, pelatihan lintas profesi, serta kebijakan yang mendorong kolaborasi tanpa membebani.
Rekomendasi Kebijakan Sekolah
1.Membentuk Tim Kesejahteraan Siswa yang beranggotakan guru BK, guru mapel, dan manajemen sekolah.
2.Menjadikan Kesehatan Mental sebagai Agenda Resmi Sekolah, bukan sekadar kegiatan tambahan.
3.Mengintegrasikan Pendidikan Karakter dan Sosial-Emosional ke dalam silabus mata pelajaran.
4.Mengadakan Pelatihan Literasi Mental bagi Semua Guru secara berkala.
5.Membangun Sistem Pendokumentasian Kasus Siswa yang bersifat aman, rahasia, dan bisa diakses oleh pihak terkait.
Penutup
Kesehatan mental siswa bukan tanggung jawab satu profesi, melainkan tanggung jawab bersama seluruh ekosistem sekolah. Guru mapel dan guru BK memiliki kekuatan masing-masing yang, jika disinergikan, akan menciptakan sistem pendukung yang tangguh dan berkelanjutan.
Sudah saatnya kita berhenti bekerja dalam sekat peran, dan mulai bekerja dalam semangat kolaborasi. Karena di balik setiap nilai ujian, ada hati yang perlu dimengerti. Di balik setiap tugas yang tak dikerjakan, ada mungkin cerita yang belum terungkap. Dan di balik setiap anak yang diam, bisa jadi ia sedang berteriak --- hanya saja belum terdengar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI