Mohon tunggu...
AndikaP
AndikaP Mohon Tunggu... penulis dan jurnalis

AndikaP, adalah seorang penulis, jurnalis, dan kreator konten yang aktif di dunia sastra, musik, dan media. Lulusan Pendidikan Seni Rupa ini memiliki pengalaman sebagai guru Seni Budaya, jurnalis, editor berita, serta terlibat dalam berbagai proyek penulisan, mulai dari puisi, cerpen, novel, hingga artikel berita.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Momen Langka Menjadi Juri Dadakan saat Liputan

5 September 2025   08:33 Diperbarui: 5 September 2025   08:33 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Juri Lomba. (Foto: AndikaP/Canva)

Ada hari-hari dalam hidup yang terasa begitu datar. Kita bangun dengan rutinitas yang sama, melakukan pekerjaan seperti biasa, dan pulang dengan rasa lelah yang tak asing. Namun ada juga hari-hari tertentu yang tiba-tiba melesat keluar dari jalurnya, menghadirkan kejutan yang sama sekali tak kita duga. Hari itu---beberapa tahun lalu, di Kota Makassar---menjadi salah satunya bagi saya.

Saya ingat betul, pagi itu matahari Makassar terasa lebih terik dari biasanya. Jalan-jalan kota dipenuhi hiruk-pikuk kendaraan, suara klakson bersahut-sahutan, dan aroma laut sesekali terbawa angin dari arah Pantai Losari. Sebagai jurnalis yang terbiasa meliput berbagai agenda, saya menganggap hari itu akan berjalan seperti biasa: hadir di sebuah acara lomba menulis tingkat SD, SMP, dan SMA yang digelar di salah satu kampus pariwisata, membuat catatan, mengambil foto, lalu menyusun berita.

Namun takdir rupanya menyiapkan kejutan kecil. Di tengah kesibukan saya mencatat detail acara, tiba-tiba panitia menghampiri dengan sebuah permintaan yang mengubah arah hari itu: mereka meminta saya menjadi juri lomba menulis.

Sejenak saya terdiam. Menjadi juri? Saya datang sebagai wartawan, bukan evaluator karya sastra anak-anak sekolah. Tugas saya hanya meliput, bukan menilai. Namun panitia begitu meyakinkan, bahkan wajah mereka memancarkan harapan besar.

"Bapak kan jurnalis dan penulis. Cocok sekali jadi juri. Kami kekurangan juri karena ada yang berhalangan hadir," kata salah satu panitia dengan nada setengah memohon.

Di kepala saya bergulir berbagai pertanyaan: Apakah saya pantas? Apakah saya bisa menilai secara objektif? Bagaimana jika keputusan saya nanti dipertanyakan? Namun di balik semua keraguan itu, ada rasa lain yang muncul: rasa bangga sekaligus penasaran.

Saya memang jurnalis, dan di luar pekerjaan, saya punya kegemaran menulis puisi dan novel. Dunia menulis bukanlah sesuatu yang asing bagi saya. Barangkali, inilah alasan mereka begitu yakin menunjuk saya.

Setelah berpikir sebentar, saya pun mengangguk. "Baiklah, saya siap," jawab saya, meski dalam hati masih ada keraguan.

Momen itu terasa ganjil tapi juga membahagiakan. Saya datang sebagai peliput berita, pulang dengan pengalaman baru sebagai juri lomba menulis. Rasanya seperti sedang menjalani dua peran sekaligus---menjadi pengamat sekaligus penilai.

Panitia segera memberikan setumpuk naskah peserta. Saya menatap lembar demi lembar kertas itu, terasa berat sekaligus penuh harapan. Ada coretan-coretan dari anak SD yang polos, ada esai kritis dari siswa SMP, ada pula karya siswa SMA yang sudah mulai matang dalam berbahasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun