Bagi banyak perusahaan, sistem penyimpanan data berbasis RAID (Redundant Array of Independent Disks) menjadi pilihan utama. Alasannya jelas: kecepatan lebih tinggi, kapasitas besar, dan tingkat keamanan data yang lebih baik dibanding satu harddisk biasa. Namun, saat terjadi kerusakan, proses data recovery pada RAID justru bisa jauh lebih rumit daripada pada media tunggal.
Mengapa RAID Dibuat?
RAID diciptakan untuk menggabungkan beberapa harddisk menjadi satu kesatuan. Setiap level RAID punya tujuan berbeda:
RAID 0:Â fokus pada kecepatan, tanpa proteksi data.
-
RAID 1:Â mirroring, data disalin ke dua drive.
RAID 5/6: menggabungkan kecepatan, kapasitas, dan redundansi dengan konsep parity.
RAID 10: kombinasi mirroring dan striping.
Dengan konfigurasi ini, seolah-olah kerusakan satu drive masih bisa ditoleransi. Sayangnya, dalam praktik, kerusakan lebih sering melibatkan lebih dari satu faktor.
Kenapa Recovery RAID Lebih Rumit?
Struktur Data yang Kompleks
Data di RAID tidak tersimpan secara linear di satu disk. Ia dipotong kecil-kecil (striping) lalu disebar ke banyak drive. Saat satu drive rusak, data yang hilang bukan hanya satu file, melainkan potongan dari berbagai file.Perbedaan Level RAID
Setiap level RAID punya metode penyimpanan berbeda. Recovery RAID 0 berbeda total dengan RAID 5, misalnya. Jika teknisi salah mengenali konfigurasi, hasilnya bisa fatal: data semakin kacau atau tidak bisa dikembalikan.Kegagalan Ganda
RAID memang tahan pada kerusakan satu drive (misalnya RAID 5), tapi jika dua atau lebih drive rusak bersamaan, proses recovery jadi jauh lebih sulit.Controller RAID Bermasalah
Kadang bukan harddisk yang rusak, melainkan controller RAID yang gagal membaca konfigurasi. Ini membuat array "hilang" dan recovery membutuhkan rekonstruksi manual.-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!